2. Cinta sejati

77.1K 5.6K 84
                                    

Gue percaya, setiap manusia pasti memiliki cinta sejati.

-Raina Anindya Safira-

• • •

Sore-sore, Raina yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu berlarian. Tapi, tiba-tiba saja, Raina terjatuh. Entah apa penyebabnya, yang jelas sekarang dia tersungkur sampai hampir mencium aspal. Sambil terus tersenyum, Raina bangkit. Berlari lagi menuju rumah sahabat kecilnya juga sekaligus tetangganya. Ketidaksabaran yang menggejolak dalam dirinya membuat besot di sekitar siku dan lututnya mendadak tidak terasa sakit sama sekali. Mungkin sudah mati rasa.

Tanpa mengetuk pintu ataupun mengucap salam lebih dulu, Raina langsung menyelonong masuk tidak memerlukan izin apapun dari tuan rumah. Menghiraukan ibu-ibu gemuk yang menyempatkan diri untuk menyapanya di tengah-tengah kesibukannya mengelap sederet pajangan.

"Raihan! Raihan!" Raina berteriak sambil menggedor pintu kamar sahabat kecilnya, Raihan. Kalau saja pintu itu tidak terkunci, pastinya Raina tidak akan segan-segan untuk langsung menerobos masuk.

Mendengar lengkingan suara Raina yang sama persis seperti orang sedang orasi, membuat cowok itu segera membuka pintu kamarnya sebelum gendang telinganya pecah.

"Apaan sih, Na? Berisik banget." tanya Raihan dengan nada kesal dan kerutan di dahinya.

Seperti biasanya, tanpa dipersilahkan badan kecil Raina menyeruak masuk ke dalam kamar Raihan. "Ayuk, masuk gue mau cerita!" serunya.

Raihan hanya menggelengkan kepala, melihat Raina bertindak layaknya seorang tuan rumah. "Cerita apaan?" tanyanya seraya menutup pintu kamar.

Raina duduk di pinggir kasur Raihan sembari senyum-senyum sendiri. Raina emang ekspresif banget! Cukup dengan melihat raut wajahnya saja, semua orang sudah pasti bisa menebak bagaimana mood-nya sekarang.

Raihan menarik kursi belajarnya mendekat ke Raina, lalu duduk. "Cepet cerita! Malah senyam-senyum kayak orang gila! Gue banyak PR, nih," keluhnya.

"Iya, iya, galak amat si Bapak." Raina menyahut sambil cekikikan. "Jadi ceritanya tadi siang waktu gue dikejar-kejar temen gue karena-"

"Lo jailin?" potong Raihan.

"Yap, betul! Gue ngumpet. Terus pas hampir ketauan, tiba-tiba tangan gue ditarik cowok ganteng, abis badan gue ditempelin ke tembok sama dia masa!!!" Raina bercerita sangat heboh, sedangkan Raihan cuma menanggapinya datar.

"Terus dicium?" tebak cowok itu.

"Kagak, ih!" Raina berdecak sebal.

"Terus?"

Dengan semangat yang bergemuruh, Raina bercerita panjang lebar. Mulutnya nyaris tidak bisa berhenti bicara. Sampai Raihan sakit kepala mendengarnya. Selama Raina mengoceh, cowok serius itu hanya membulatkan mulutnya. Tak lama Raihan memutar kembali kursi belajarnya hingga posisinya sekarang membelakangi gadis bawel itu yang sedang antusias dengan ceritanya sendiri.

"Awalnya, gue mau sok jual mahal, tuh. Gak mau ngajak kenalan dulu. Eh, tapi gue mikir lagi, kesempatan gak dateng dua kali. Lagi juga, siapa tau Aldo cinta sejati gue yang selama ini gue cari-cari, iya 'kan?"

Tidak ada jawaban.

"Rai, lo dengerin gue cerita gak, sih?!" bentak Raina, memandangi punggung tegap milik Raihan.

Ini, nih, hal yang paling menyebalkan bagi Raihan tetapi tetap dia lakukan. Mendengarkan curhatan sahabatnya yang lebih panjang dari antrian sembako, lebih lebar dari kulkas dua pintu, dan biasanya memakan waktu berjam-jam.

Hazel Eyes [DITERBITKAN OLEH AKSARA PLUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang