(7) Trio or Langit?

13.2K 949 72
                                    

"Selalu ada alasan kenapa sesuatu terjadi." Kata-kata Dara kemarin malam kembali terngiang di benak Ify, bahkan setelah gadis ini melaksanakan sholat subuhnya. Ify sekarang jadi paham kenapa Langit, eh Trio.... Aduh, Ify mendadak bingung harus memanggil apa si Bos Kakunya itu. Intinya, lelaki itu menjadi aneh setelah hari pemakaman Mama dan Kak Langit dilangsungkan.

Menurut cerita Dara, Trio yang harus menyandang nama Langit−Trio Shuwan menjadi Trio Langit Shuwan−perlahan mulai berubah. Sifat ceria, humoris dan usilnya yang menyerupai Dara mulai sirna, tergantikan dengan sifat Langit yang cenderung kaku, to the point dengan selera humor yang rendah.

Bukan hanya itu, setelah kecelakaan, Papanya tidak bisa berjalan dan harus duduk di kursi roda. Sementara Dara dan Trio tidak bisa lagi sekolah di sekolah umum, melainkan home schooling.

"Papa takut kehilangan kami, seperti kehilangan Mama dan Kak Langit. Itu sebabnya, Papa jadi overprotect."

Beranjak dewasa, ketika Dara memasuki usia dua puluh satu tahun dan menjalin hubungan dengan Harry. Trio yang sudah enam belas tahun mulai menjadi sarkas, setiap ucapan yang keluar dari mulutnya lebih sering menyinggung Harry. Trio tidak pernah menutupi rasa tidak sukanya pada pacar kakaknya itu.

Bahkan, rencana pernikahan Harry dan Dara nyaris batal karena Trio tidak mengizinkan Dara untuk tinggal bersama dengan Harry, meninggalkan Trio. Hingga akhirnya Dara mulai mengerti, Trio yang sarkas itu adalah dirinya yang sebenarnya. Sementara si kaku yang Bossy luar biasa adalah sisi Langit.

Trio kecil kehilangan sosok ibu dan kakak lelakinya dengan cara tragis, bahkan belum sembuh luka itu. Papanya memaksa Trio untuk menjadi sosok−seperti−kakaknya. Dewasa, tenang, tapi kaku dan terlalu serius. Andai saja dulu mereka tetap liburan ke luar negeri. Andai saja Papa Shuwan yang jarang menyetir tidak nekat menyetir sendiri. Andai saja...

Lamunan Ify langsung membumi ketika dering ponselnya menjerit di balik selimut tebal yang awut-awutan di atas ranjang empuk di dalam paviliun. Tertera nama Sivia di layar ponsel. Ify mengernyit, subuh begini Sivia menelepon, ada apa ya? Tanpa pikir panjang lagi, Ify menggeser gambar telepon berwarna hijau.

"Ass−"

"Sombong banget sih, yang udah kerja di SKO!" seru orang di seberang.

"Assalamualaikum dulu kali," protes Ify sambil merebahkan dirinya di atas ranjang, memandang langit-langit paviliun yang dihiasi dengan bintang-bintang buatan yang jika lampu kamar dimatikan, hiasan itu akan bercahaya. Indah sekali.

Terdengar suara Sivia yang terkekeh. "Waalaikumsalam, maaf, lupa nih ukhti."

"Ada apa?" ketus Ify. Sivia ini suka kelupaan deh, padahal memberi salam kan mendoakan sesama Muslim. "Nggak tahu sekarang jam berapa?"

"Kalau gue telepon jam sebelas siang, memangnya lo ada waktu? Padahal kalau gue SMS aja sering curhat, dikasih tugas segunung Everest!" Sekarang Sivia yang gantian protes.

Ify tersenyum kuda walau takkan terlihat lawan bicaranya. "Tapi, nggak pas subuh juga kali teleponnya."

"Kayaknya, ada yang bahagia banget, sampe nggak ada kabar."

Bola mata Ify berputar, omonganku dianggap kacang, parah! "Bahagia apa, gue abis kecelakaan. Eh, tapi jadi diperhatiin Alvin sih, hehehe..." sahut Ify terkekeh bodoh.

"WHAT!? Kecelakaan apa!? Di mana!? Kapan!? Ify, lo tuh nggak bisa ya ngurang-ngurangin tingkat kecerobohan lo! Lo kan tahu lo itu langka!"

Langka!? Ify membatin tak rela, memangnya dia setara dengan badak bercula yang spesiesnya sudah menipis itu? Dari sekian banyak kata yang bisa dipakai, kenapa juga Sivia harus pakai kata langka???

Marry Me If You Dare - [END]Where stories live. Discover now