12. Kecintaan Raja Pencopet

2.9K 49 0
                                    

Lie Kiat terharu dan rasa sayangnya terhadap adiknya timbul. Tapi ketika ia memandang Lie Bun, ia teringat pula betapa adiknya itu mendapat perhatian besar dari Kwei Lan, maka marahnya lebih kuat dari pada rasa sayangnya.

"Sudahlah, sudahlah! Kau mau pergi, pergilah! Siapa yang hendak menahanmu?"

"Twako, kau memaafkan aku?"

"Sudahlah, jangan ulang-ulangi lagi hal itu!" Lie Kiat lalu banting diri di atas pembaringan sambil gunakan kedua tangan tutupi telinganya.

Lie Bun lalu tinggalkan kakaknya dan setelah berpamit kepada ayah ibunya, ia pergi dengan cepat.

Keadaannya kini jauh berbeda dari pada dulu ketika ia merantau bersama suhunya.

Dulu ia hidup sebagai seorang pengemis. Tapi sekarang ibunya memaksa ia membawa cukup uang guna belanja selama ia merantau. Pakaiannya juga bagus dan di dalam bungkusan pakaian yang berada di punggungnya masih ada barang dua stel pakaian baru.

Lie Bun menuju ke Timur karena ia ingin menjelajah sepanjang pantai laut timur yang terkenal indah.

Untuk menghibur hatinya yang terluka, ia sengaja ambil jalan air dan naik perahu sepanjang sungai Yang-ce menuju ke timur. Makin ke timur, sungai ini makin melebar dan pemandangan makin indah.

Lie Bun berlayar seorang diri dan membiarkan perahunya dibawa hanyut di pinggir sungai. Beberapa pekan kemudian, tibalah ia di Nan-king, kota yang sangat besar dan menjadi pusat kebudayaan itu.

Ia mendarat dan dengan penuh kagum di dalam hati. Ia berjalan sepanjang jalan yang lebar dan melihat-lihat rumah-rumah dan bagunan-bangunan dengan ukiran-ukiran indah.

Ketika ia masuk ke dalam sebuah jalan yang ramai dan banyak sekali orang. Tiba-tiba di tempat yang agak berdesakan ia merasa betapa sebuah tangan dengan cepat sekali menyambar bungkusannya. Tapi lebih cepat lagi jari telunjuk Lie Bun menyambar dan dapat menotok pergelangan tangan itu hingga pergelangan itu menjadi lumpuh dan bungkusan yang telah disambar itu dijatuhkan kembali.

Lie Bun segera pungut buntalan pakaiannya dan ia melihat wajah seorang setengah tua meringis kesakitan sambil memandangnya dengan heran.

Kemudian copet itu lalu melarikan diri dengan cepat di dalam tempat yang ramai dan penuh sesak itu.

Lie Bun menghela napas. Ternyata tidak hanya rumah-rumah, jalan-jalan dan barang-barang yang istimewa di dalam kota besar ini. Bahkan tukang copetnya juga istimewa karena ia harus akui kelihaian tukang copet tadi yang sekali bergerak saja buntalan yang diikatkan di punggungnya telah kena disambar.

Untung ia cepat dapat menggunakan totokan dengan satu jari, yakni ilmu totok It-ci-sian, untuk merampas kembali buntalannya. Kalau tidak, entah bagaimana kalau sampai pakaian dan uangnya semua hilang!

Ia tersenyum geli kalau teringat betapa pencoleng itu lari sambil membawa luka di pergelangan tangannya karena totokannya itu. Kalau bukan orang yang telah melatih ilmu totok ini dengan sempurna, sukar agaknya untuk memulihkan kembali pergelangan tangan itu.

Biarlah, tentu ia akan mencari aku dan minta pertolonganku, pikir Lie Bun. Dan pemuda ini lalu mencari kamar dalam sebuah hotel yang memakai merk "Lo-seng".

Pada keesokan harinya, pagi-pagi setelah ia bersihkan badan, pelayan hotel memberikan sebuah sampul merah kepadanya.

"Surat ini untuk kongcu," katanya.

Dengan menyembunyikan rasa herannya, Lie Bun menerima surat bersampul merah itu. Ketika ia buka sampulnya , maka ia mencium bau harum keluar dari sampul itu.

Ia tarik keluar suratnya yang berwarna merah muda. Tulisannya bagus dan halus. Nyata tulisan tangan seorang wanita. Ia membaca dengan heran.

Lie-taihiap yang terhormat,

Pendekar Bermuka Buruk - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang