Berkhianat

8.6K 774 20
                                    

Empat hari yang dijanjikan tiba.

Dengan mantap, Elena melangkahkan kakinya menuju kediaman Louis yang megah. Sejenak ia menatap rumah putih yang berdiri indah itu. Ia tahu, bahwa hidupnya mungkin akan berakhir nanti. Entah itu ditangan Louis ataupun oleh sang master yang kejam. Yang jelas satu yang ia tahu. Dirinya, harus masuk ke dalam rumah ini SEKARANG.

Pintu berdecit pelan begitu didorong Elena. gadis itu terlihat tanpa ragu masuk. Ia menjejalkan kakinya mantap menuju ruang tamu rumah mewah itu. Terperanjat. Dua sosok yang dikenalnya balik menatapnya. "Kalian?"tanya Elena berdiri di tempatnya.

"Elena?"panggil William bingung.

"Kau juga dipanggil ke sini?"tanya Sara heran.

"Bagaimana kalian bisa berada disini?" Elena berjalan cepat menuju mereka. Ia duduk di hadapan dua orang itu. "Jelaskan padaku kak Will, mengapa kalian berdua ada di sini?"tanya Elena. Ia menatap tajam pada laki-laki yang berusia paling tua diantara mereka, meminta penjelasan yang sangat dibutuhkannya.

"Carol! Carol menghilang. Dan Louis bilang dia yang membawa Caroline. Jadi...aku kesini..." Belum sempat William menyelesaikan ucapannya, Elena telah berdiri.

"Apa???" Kepala Elena mendidih. Memang, rasa sayangnya pada gadis yang lebih muda darinya itu sangat besar. Mungkin jika ia harus memilih diantara dua orang di depannya dengan Caroline, ia akan memilih adiknya. Ya, adik kecil yang terus menemaninya selama ini. Kelaparan bersama di jalanan. Tidur di hawa dingin di tepi toko. Semua itu mereka lalui bersama. Hingga mereka menempati rumah yang nyaman. Semua itu tak luput dari kehadiran Caroline. Keluarganya.

"Kurang ajar!!!" Elena menghentakkan kakinya. Kesal.

Suara tepuk tangan menggema. Dengan santai si tuan rumah turun dari lantai dua sambil bertepuk tangan. "Wahh pemandangan yang indah! Kalian semua berkumpul di sini." Louis menuruni anak tangga dengan pelan. Ia berjalan menghampiri tiga sekawan itu.

"Dimana Caroline?"tanya Elena tak sabar.

"Ahh! Aku lupa. Si gadis kecil tidak ada disini." Louis mengangkat tangannya. Ia memasang wajah sok lupa dengan Caroline. Padahal dia lah yang menyembunyikan keberadaan Caroline. Kemudian ia menatap lurus pada Elena. Sebuah senyum misterius tercetak di bibirnya.

Elena berderap. Ia berlari menuju Louis dan mencengkram kerah baju laki-laki itu. "Louis...Dimana Caroline?"tanya gadis itu lagi.

"Bersantailah. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian." Louis mengedarkan pandangannya. Ia menatap satu-satu orang yang pernah menghiasi kenangan indah kecilnya. Dan berhenti pada satu manik mata yang selalu dirindukannya. Terdiam. Beberapa detik laki-laki itu seolah mencari sesuatu di manik mata yang hampir menangis di depannya.

"Mari kita kita pergi." William segera menarik Elena menjauh dari Louis. Ia juga menarik Sara menjauh dari tempat itu. Mereka harus keluar dari rumah itu. Sejak awal perasaannya tidak enak.

"Terlambat! Pintu sudah terkunci. Dan juga aku memberikan anti sihir di sana." Ada yang lain bersuara. Laki-laki dewasa yang tawanya sangat menakutkan. Laki-laki pirang berambut panjang yang tersenyum sadis menatap kelinci percobaannya. Laki-laki itu muncul dari arah yang sama di belakang Louis. Louis menyambut laki-laki itu dengan senang.

"Master!" panggil Louis.

Seketika Elena, Sara dan William menegang. Mereka tak bisa lari. Mereka tak bisa menhancurkan dinding ataupun pintu untuk keluar rumah itu. Mereka ingin lari dari sang master namun, anti sihir telah tersebar di sepanjang rumah.

"Wahhh! Kalian sudah dewasa. Kau...Emerald. Amethyst. Dan lihat! Gadis cantik yang pernah di bawa Louis ke bandara. Kau? Aquamarine." Master mengenali satu-persatu kelincinya. "Ah!! Betapa bahaginya aku sekarang. Semua kelinciku berkumpul." Master tertawa senang. Ia semakin melangkah mendekat.

THE BLACK WINGS (END) - [REVISI]Where stories live. Discover now