Sang Harapan

11.4K 945 39
                                    

Elena terus meronta. Ia hampir saja mengeluarkan kekuatan esnya jika saja Steven tak memegang anti sihir yang dilemparkan Louis sebentar ini. Dengan sekuat tenaga, Steven menarik Elena keluar dari rumah itu.

"Tidakk! Lepaskan aku! Lepaskan aku! Louis! Louis!" Elena meraung sejadinya. Ia masih meronta. Berusaha melepaskan rangkulan Steven. Dengan air mata yang meleleh. Isakan keras. Elena berdiri menatap rumah Louis dengan cekalan Steven.

Sekejab, api membumbung tinggi. Membumi hanguskan rumah mewah yang diketahui sebagai kediaman Louis. Tak cukup lima menit rumah itu dilahap si jago merah. Yang pastinya berasal dari sihir Louis. Sang dewa api.

Elena seakan tidak bisa bernapas. Ia terjatuh dan terduduk di tanah. Kedua tangannya jatuh begitu saja. Seluruh tenaganya menguap ke langit. Baru kali ini ia merasa amat sakit. Baru kali ini ia merasakan apa itu kepedihan yang sesungguhnya. "LOUISSS!!" Sekencangnya. Elena berteriak memanggil nama laki-laki yang mungkin tak akan dilihatnya lagi. Belahan jiwanya yang tersenyum membisikkan sesuatu padanya. Samar, Elena tak mendengar semua itu.

Siapapun akan terenyuh melihat berapa terpuruknya seorang Elena. Gadis itu menangis, meraung, memukul tanah yang keras, tak peduli dengan keadaan dirinya. "Hentikan Elena! Hentikan!"

Cepat Steven menahan tangan Elena. Ia tidak tega melihat gadis yang mengisi hatinya melukai dirinya. Ia menggenggam kedua tangan Elena. Agar gadis itu tak melukai tangannya lebih jauh. Steven tak mampu berkata apapun. Ia ikut menangis bersama Elena. Melihat kepedihan gadis itu, Steven juga ikut terluka. Ia bahkan berdoa. Tak peduli dengan hatinya yang akan terluka untuk kedua kalinya. Ia berharap Louis kembali berjalan memeluk Elena. Mendamaikan gadis itu. Dan menghentikan tangis pilu di wajahnya.

"Louis! Louis!" Elena terus memanggil nama laki-laki itu. Nyatanya, laki-laki itu tak bisa mendengar apapun. Laki-laki itu menghilang. Bersamaan dengan jiwa Elena.

"Elena!"panggil Steven, iba.

"Semua gara-gara kau! Mengapa kau membawaku? Mengapa kau membiarkan aku meninggalkan Louis?" teriak Elena. Ia berbalik memarahi Steven.

Terluka. Laki-laki itu membeku menatap Elena.

"Harusnya aku ikut pergi bersamanya. Harusnya aku bersamanya." Elena masih menyalahkan Steven.

"Kau tidak boleh meninggalkanku kak!" tiba-tiba Caroline berjalan mendekat. Gadis kecil itu segera memeluk Elena kuat. Mencoba mengeluarkan kekuatan sihirnya yang berupa bunga. Menandakan bahwa ia tipe sihir yang menyejukkan.

"Carol!" Dalam tangis dan pelukan Elena memanggil sosok adiknya.

"Kak El! Semuanya sudah ditakdirkan kak. Semuanya."

"Tapi aku melakukan kesalahan fatal. Aku sudah tidak bisa hidup lagi Carol. Dia...dia..." Elena kembali meraung. Ia tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Ia tak bisa menekankan pada dirinya bahwa Louis pergi darinya.

Caroline merogoh sesuatu. Mengeluarkan sepucuk surat beramplop merah dan memberikannya pada Elena. "Surat untukmu kak."

Elena menerima surat itu dengan gemetar. Ia langsung tahu bahwa surat itu berasal dari Louis.

Elena...elena...

Entah berapa kali aku ingin memanggil namamu. Aku selalu ingin melihat senyummu. Tawamu. Dan wajah kesalmu. Bahkan aku ingin memelukmu sekuatnya agar tak lepas dariku.

Mungkin kamu bertanya mengapa aku bersikap aneh padamu. Jujur. Aku tak pernah bisa membencimu. Sekuat apapun aku mencoba membencimu sekuat itu pula rasa sayangku padamu.

THE BLACK WINGS (END) - [REVISI]Onde histórias criam vida. Descubra agora