Bagaimana Bisa?

237 34 5
                                    

"Hyung? Kau sakit? Kau terlihat pucat."

Jihoon terdiam sebentar sebelum menggeleng pelan sebagai respon atas pertanyaan orang yang ada dihadapannya.

"Mingyu-ah..."

Yang dipanggil Mingyu mengangkat kepalanya. "Hm?"

"Kau tahu kan sebelumnya aku pernah tinggal di Jepang selama beberapa tahun?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kau tahu kan sebelumnya aku pernah tinggal di Jepang selama beberapa tahun?"

Mingyu mengangguk. "Dua tahun bukan?"

"Ya."

"Ada apa memangnya, hyung? Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?" tanya Mingyu sambil menyeruput milkshake cokelat dihadapannya.

Jihoon berfikir sebentar. Apa ia harus memberitahu Mingyu sekarang? Memberitahunya tentang rahasia besarnya?

Jihoon menggeleng. Wajahnya keruh. "Tidak kok, hanya saja..."

Mingyu mengangkat sebelah alisnya, penasaran. Tumben sekali hyung-nya yang satu itu terlihat seperti bukan-Jihoon-yang-seharusnya. Biasanya Jihoon itu memiliki aura penuh semangat walaupun sikapnya tidak sesemangat itu. Suaranya juga harusnya lebih keras dari ini.

"Kenapa?"

Jihoon menghela nafas. "Tidak jadi."

Mingyu cemberut. "Yah, kenapa tidak jadi?"

"Tidak. Aku akan bercerita nanti saja," jawab Jihoon sekenanya.

"Janji?"

"Hn."

"Yasudah."

Kemudian mereka kembali menyeruput minuman masing-masing sambil berbincang ringan.

Setelah selesai, Mingyu segera pergi ke meja kasir untuk membayar makanan mereka sedangkan Jihoon menunggu di depan cafè.

15 menit berlalu dan Jihoon mulai mengerucutkan bibirnya bosan. Padahal Mingyu hanya membayar makanan, kenapa si tiang itu lama sekali? Jihoon sudah bosan mengotak-atik telfon genggamnya. Dia juga sudah pegal berdiri didepan cafè sendirian di bawah teriknya mentari di siang hari.

"Datang telat, keluar lama. Untung saja dia hoobaeku, kalau bukan mungkin aku sudah menelannya hidup-hidup," gerutu Jihoon.

Jihoon saat itu sedang sibuk mengayun-ayunkan kakinya sebelum sebuah tepukkan di bahu membuatnya berjengit.

"Permisi."

Tubuh kecil Jihoon membeku. Suara ini... dia kenal suara ini. Hanya dengan mendengar suara orang itu, otak sialannya mulai bekerja memutar kembali masa-masa traumatis yang pernah dialaminya.

"Maaf, aku hanya ingin menanyakan jalan."

Walaupun Jihoon telah berusaha untuk tidak menoleh, ia kalah. Jihoon benar-benar tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleh dan diapun menolehkan kepalanya kebelakang.

PastWhere stories live. Discover now