Bekerja

203 25 5
                                    

Saat Jihoon bangun dari tidurnya, bukannya terbangun dengan tubuh pegal-pegal di jok mobil milik Mingyu, ia malah terbangun diatas kasurnya yang empuk.

Jihoon menolehkan kepalanya kesamping, mengecek sudah pukul berapa saat itu.

20.19 KST.

Jam kerjanya dimulai sebentar lagi.

Dengan berat hati Jihoon mengubah posisi terlentangnya menjadi terduduk di atas kasur. Kedua kelopak mata Jihoon masih terasa berat, rasanya dia ingin sekali tidur kembali. Kepalanya juga pusing mengingat apa saja yang sudah terjadi padanya hari itu. Tenggorokkannya kering karena siangnya dipakai menangis dalam dekapan Mingyu.

Oh iya, Mingyu. Anak itu kemana?

Baru saja Jihoon bertanya-tanya kemanakah gerangan adik kelasnya itu, sebuah post it jatuh dari dahinya. Penasaran, Jihoon mengambil post it itu dan membaca pesannya.

--

Sudah bangun, kan?
Aku menyiapkan makan malam untukmu soalnya ku yakin kau tidak akan makan apapun kalau tidak dibuatkan sesuatu. Makanannya kutaruh di dalam kulkas, tinggal dipanaskan saja. Habiskan ya, soalnya aku sudah susah payah memasak makan malam untukmu, hyung.

P.s. jangan lupa mengganti bajumu!

P.s.s. jangan takut pada apapun hyung, karena ada Kim Min Gyu di dekatmu!

-Mingyu-

--

Jihoon tersenyum setelah membaca pesan tersebut. Anak itu sudah seperti ibunya saja, cerewet kalau sudah menyangkut soal Jihoon. Mulai dari makanan sampai ke hal-hal kecil seperti ganti baju. Walau terkesan terlalu peduli--atau over-protective, Jihoon tetap merasa senang dengan segala perhatian yang Mingyu berikan kepadanya. Jihoon sudah menganggapnya seperti adik kandung sendiri, dan Jihoon sangat menyayanginya.

Setelah Jihoon selesai mandi, mengganti pakaiannya dengan kaos hitam berlengan pendek dan celana jeans, kemudian makan makanan buatan Mingyu yang dipanaskan kembali, Jihoon segera saja melangkahkan kakinya keluar dari apartemennya.

Omong-omong Jihoon tinggal seorang diri di Seoul, makannya dia membeli sebuah apartemen yang jaraknya tidak jauh dengan universitasnya. Semua keluarganya tinggal di Busan, mereka tidak bisa ikut Jihoon karena banyaknya alasan yang untungnya dapat Jihoon mengerti. Jihoon itu anak satu-satunya, tapi dia tidak manja seperti anak tunggal pada umumnya. Walau Jihoon sempat merajuk karena dia ingin terus bersama kedua orangtuanya, akhirnya ia sendirian juga di Seoul.

Jihoon berangkat ke tempat kerjanya dengan menaikki bus sekali kemudian berjalan beberapa meter ditemani semilir angin lembut di malam hari. Kedua belah bibirnya bersenandung kecil mengalunkan lagu-lagu dari artis kesukaannya, SEVENTEEN. Kedua kaki kecilnya membawanya berjalan melewati deretan toko-toko sampai ia tiba tepat di tempat kerjanya.

Jihoon membuka pintu dan ia langsung disambut hangat oleh teman-teman kerjanya. Seorang lelaki china bertubuh tinggi yang paling pertama menghampirinya.

"Jihoon-ah! Akhirnya kau datang!" seru lelaki tersebut. "Kukira kau tidak akan datang."

"Ah, maaf, Junhui-ya. Aku ketiduran tadi," jawab Jihoon dengan senyum itu-sebuah-ketidak-sengajaan-aku-bersumpah.

Junhui tertawa kecil. "Yasudah, cepat sana ganti baju sebelum manager-nim marah-marah padamu."

Jihoon mengangguk kecil mengiyakan sebelum segera pergi menuju ruang ganti karyawan untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian kerjanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 09, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PastWhere stories live. Discover now