Gadis kecil itu meringkuk ketakutan di balik tubuh wanita setengah baya yang berdiri membelakanginya. Matanya memerah dengan sedikit air di sudut matanya. Lebam di sekujur tubuhnya sudah tidak lagi terasa sakitnya. Bukan, bukan karena dipukul itu tidak sakit, tapi karena dia sudah terbiasa.
Air mata yang meleleh dari mata dan jatuh ke pipinya itu bukan karena sakit sehabis ditendang, lebih karena dia tidak pernah terbiasa dengan rasa takut. Dia bisa menahan sakit, tapi tidak dengan rasa takut.
Wanita itu membelakanginya dengan waspada penuh. Wajahnya tidak kalah lebam dari si gadis kecil. Seorang pria berbadan kekar, berdiri dalam kondisi mabuk di depannya. Wajah pria mabuk itu sebenarnya tidak sangar, hanya saja raut wajahnya lebih banyak terlihat penuh tekanan, membuatnya nampak menakutkan.
"Kau jangan menyentuhnya....jangan pernah menyentuhnya lagi!" wanita itu berbicara penuh ancaman, tapi perasaan getir dan gentar terlalu kentara. Ancamannya jadi terdengar seperti bualan dari pada mengancam.
Pria itu tidak terlihat peduli. Dia melangkah semponyongan ke arah si wanita, memaksanya untuk mundur satu dua langkah. Wanita itu menatap si gadis kecil sekilas dari sudut matanya. Seperti hendak memastikan kalau si kecil masih di sana dan hidup.
"Mom." Suara gadis itu bergetar. Rasa takutnya sudah banyak mendominasi. Wajahnya semakin memelas.
Wanita yang di panggilnya Mom itu tersenyum sekilas, sebelum ambruk di sisinya akibat tendangan luar biasa dari si pria mabuk.
Wanita itu terbatuk-batuk sebelum darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
"Lari," desisnya, "lari!" Kali ini dia memerintah, dan darah itu muncrat dari mulutnya.
Gadis itu, membelalakkan mata demi melihat darah yang sepertinya tidak mau berhenti mengalir dari mulut ibunya. Dia ketakutan, sungguh.
Di tatapnya pria itu yang saat ini terhuyung-huyung berjalan ke arahnya. Dia sudah paham, kali ini gilirannya.
"Mom, bangun Mom!" Dia mengguncang tubuh ibunya. Tapi tubuh itu tidak lagi bergerak.
"Kau tidak akan selamat kali ini," Pria itu mulai meracau, "tidak kali ini..."
"Mom...Mommm..."
Brukkkk....
Pria itu tiba-tiba ambruk. Mungkin dia sudah tidak sanggup lagi menahan mabuknya, lalu ambruk tepat di hadapannya.
*******
Daniel menarik tanganku menjauh dari Ryu. Dia terlihat tegang dan menakutkan.
"Jangan merayu wanitaku lagi!" ancamnya pada Ryu. Giginya terdengar gemeretak. Genggamannya pada tanganku terasa kuat.
"Kamu tidak berhak!" Ryu setengah berteriak, protes. Matanya juga terlihat gelap dan berkilat, mungkin karena napsu yang tertahan dan amarah yang meledak-ledak.
"Ya, aku lebih dari berhak! Camkan itu!"
Dengan emosi Daniel menarikku keluar ruangan. Dia menarikku sepanjang jalan menuju parkiran mobil. Dia diam, tapi aku tau kalau dia benar-benar marah.
Dia membuka pintu mobil di bagian penumpang.
"Masuk!" perintahnya. Aku menurut tanpa berkomentar apapun. Aku tidak mau berdebat.
Dia kemudian ikut masuk, duduk di sebelahku, di bangku pengemudi. Daniel menginjak gas mobilnya dengan kasar meninggalkan parkir.
Suasana di mobil terasa mencekam. Kami tidak berbicara sedikitpun. Sisinya yang ini belum pernah kulihat. Sisi amarah. Dia biasanya hanya terlihat tegas dan dingin, kadang terlihat santai dan tidak peduli. Sisi marahnya ini, menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Alessandria (completed)
General FictionRepublished. Bakal tayang tiap Rabu. #46 in GenFic (8 ags 2017) #82 in GenFic (5 ags 2017) #84 in GenFic (6 apr 2017) #81 in GenFic (14 apr 2017) Bagi Kin, kebebasan adalah yang utama. Dia ingin hidup yang bebas sebebas-bebasnya. Bahkan kata menikah...