FS | 4

422 96 17
                                    

BAB 4

***

"Al! Al! Ah elahhh, ati-ati tuh mata copot gara-gara ngelirik cewek mulu!"

Mahasiswa kedokteran yang kini berada di tahun terakhir itu mengeluarkan kekehan tanpa mengalihkan pandangan dari sosok perempuan berhijab hitam yang tampak sibuk membantu kedua orang tuanya melayani beberapa pelanggan.

"Modus banget ya lo ngajakin gue nongki di warung pecel lele Raharjo alias Bu Rahmi dan Pak Harjo. Ck! Tapi anak pertama mereka emang cakep sih, pantes lo kesengsem."

Alan--mahasiswa kedokteran itu melirik temannya dengan tatapan sinis. Sedang yang ditatap langsung menaikkan kedua alis.

"Kenapa lo?"

"Jujur sama gue ya, Da. Lo nggak naksir Airin 'kan?"

Pria yang biasa dipanggil Mada itu langsung memutar bola mata jengah.

"Nggak. Lo tenang aja, nggak bakal gue embat kok." Seru Mada dengan ekspresi malas. "Lagian kenapa lo nggak bilang aja sama orangnya kalau mau pedekate? Daripada diem-diem memperhatikan gini. Yang ada lo tuh cuma dianggap pelanggan angin lalu."

Ngomong-ngomong wanita yang tengah Alan perhatikan saat ini adalah anak dari pemilik warung pecel lele langganan mereka. Namanya Airin. Awal mula mereka mengetahui nama itu gara-gara mulut Mada yang terlalu gatal untuk menahan diri. Alhasil dengan penuh percaya diri, Mada menanyakannya langsung pada pemilik warung. Semata demi sahabat karibnya yang sudah menaruh hati sejak awal melihat keberadaan Airin di warung pecel lele sekitar 8 bulan yang lalu.

Sayangnya tidak setiap hari Airin berada disana. Wanita itu hanya datang seminggu sekali atau kadang dua minggu sekali. Pernah sampai satu bulan lebih yang membuat Alan lantas uring-uringan namun saat diminta untuk mendekati secara terang-terangan justru menolak.

Alan yang tak ingin melewatkan kesempatan pun, selalu meluangkan waktu untuk makan di pecel lele Raharjo. Untungnya tempat itu tak jauh dari kos-kosan mereka.

"Ah elah, nih bocah. Kedip woii! Kedip!!" Omel Mada kesal sendiri lantaran ocehannya sedari tadi tak kunjung ditanggapi. Yang ada Alan justru senyum-senyum sendiri tanpa mengalihkan pandangan dari cinta pada pandangan pertamanya.

"Kenapa sih, Da? Lo berisik mulu dari tadi. Tahu gini gue pergi sendiri."

Alan mendesah panjang melihat Airin yang kembali masuk ke dalam. Barangkali sedang mengambil sesuatu.

"Ck! Lebay banget sih lo. Kayak nggak pernah jatuh cinta aja." Ejek Mada yang sudah merasa jengah dengan kelakuan temannya itu. "Deketin langsung kenapa sih? Bilang sama orangnya atau sekalian aja emak bapaknya biar eksistensi lo makin kelihatan."

Alan menggeleng pelan.

"Belum saatnya."

"Terus kapan?! Keduluan orang lain baru tahu rasa."

"Airin masih 19 tahunan 'kan? Masih terlalu muda."

"Salahnya dimana? Anak SMA aja banyak kok yang pacar-pacaran."

Alan kembali memberi gelengan.

Finding a SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang