Kencan

123 4 6
                                    



"Ayo kita kencan!" ucap Evan dengan santai dan penuh percaya diri.

"Apa? Kencan? Ogah!"

Evan tidak menghiraukan teriakan Caca, malah dia kembali merangkul pundak Caca dan menyeret cewek itu menuju parkiran. Semua pasang mata memperhatikan Caca yang masih berusaha melepaskan diri dari rangkulan Evan. Caca malu luar biasa, tapi tangan kokoh Evan membuatnya tidak bisa berkutik.

"Ayo naik," ucap Evan yang sudah berada di atas motor ninja merahnya lengkap dengan helm. Caca menatapnya bingung. "Malah bengong, ayo cepetan naik, Beb. Kamu mau panasan di sini? Nanti sakit."

"Aku boncengnya gimana? Kan aku pakai rok." Caca mengibas-kibaskan roknya dan menatap boncengan motor Evan yang tinggi.

"Yaelah, waktu itu juga kamu main bonceng aja kenapa sekarang jadi ribet? Mentang-mentang udah jadi pacar aku?" Evan mengedipkan sebelah matanya.

"Yay pede amat sih jadi orang?" Caca benar-benar tidak mau membonceng motor Evan. Bayangan rok SMA-nya akan tersingkap ketika membonceng motor Evan membuatnya ngeri apalagi sekarang banyak siswa-siswi yang sedang pulang. Waktu itu Caca sedang kepepet jadi terpaksa membonceng motor Evan.

"Apa aku harus nyopot celana aku biar kamu pakai?" tawar Evan yang langsung mendapat jitakan dari Caca.

"Dasar mesum!" Berani-beraninya tukang bolos ini bicara seperti itu. Caca mendengus kesal. Dia ingin pulang dan tidak mau pergi dengan Evan. Kenapa juga aku harus berurusan dengan makhluk astral ini?

Dengan posisi duduk menyamping, Caca terlihat cangung berada di belakang Evan. Belum lagi tatapan dari anak-anak SMA Pertiwi yang membuat Caca malu. Mereka berbisik, cekikikan dan menunjuk-nunjuk Caca.

"Cie yang baru jadian masih malu-malu kucing." Sepintas Caca mendengar ejekan yang ditujukan padanya. Siapa juga yang jadian? Caca mendengus kesal mendengarnya.

"Udah belum?" tanya Evan.

"Kalau udah gue turun?"

"Kok turun? Kita, kan, mau kencan."

Siapa yang mau kencan sama lo? Caca semakin kesal saja. Baginya, hari ini adalah hari tersial yang penah dia jalani. Ditembak tukang bolos, diejek teman-teman sekelas bahkan sesekolah dan sekarang harus ikut Evan entah ke mana.

"Kalau udah pegangan dong, Beb. Nggak takut jatuh?"

"Ini udah pegangan."

"Mana?" Evan menoleh pada Caca dan melihat kalau cewek itu pegangan pada bagian belakang motornya. "Pegangannya jangan di situ kali, Beb. Pegangan di pingang aku."

"Ogah amat! Udah aku turun aja kalau gini."

"Eh-eh jangan. Iya-iya. Gitu aja ngambek. Kalau jatuh tanggung sendiri ya." Motor Evan segera melaju meninggalkan sekolah, melewati siswa-siswi dan gerombolan teman-teman Evan yang bersorak sorai juga bersiul-siul. Caca hanya bisa menutupi wajahnya yang memerah seperti udang rebus.

"Kita makan dulu ya, Beb?" tanya Evan ketika motor mereka berhenti di lampu merah perempatan jalan. Mendengar kata makan, Caca jadi ingat kalau tadi saat istirahat kedua dia tidak jadi makan gara-gara ditembak Evan. Bahkan Caca sempat tersedak bakso saking syoknya tiba-tiba Evan muncul dengan setangkai bunga anggrek hasil maling kebun sekolah. Jujur saja sekarang ini Caca benar-benar kelaparan. Dia tidak sempat sarapan pagi tadi dan makan siangnya kacau karena Evan.

"Terserah...," ucap Caca pelan padahal dalam hatinya ia berteriak, "Iya iya, makan yang banyak dan lezat!"

"Aku tahu tempat makan yang asyik buat kencan!" Evan kembali menjalankan motor begitu lampu lalu linas berubah hijau.

Curious DateWhere stories live. Discover now