-DUA-

126 9 13
                                    

"Kau akan mengerti apa yang kumaksud"

"Bagaimana aku mengerti jika kau tak menjelaskannya malah memberikanku kode bodoh" Ucapku sembari membuang puntung rokok

"Aku menyukaimu hanya dengan sekali pandang"

"Bulshit"

Aku sudah muak dengan apa yang namanya cinta pada pandangan pertama.

"Sudah ku duga kau tak akan percaya" Luca menyeringai, ia mendekatiku lalu duduk di sampingku.

"Untuk apa aku harus percaya jika pada akhirnya aku akan di bohongi dan sakiti?"

"Aku tak akan menyakitimu"

Kutatap matanya, tak ada sedikitpun keraguan di matanya yang berwarna sama denganku itu.
Mungkinkah ia tulus? Kembali kutatap mata birunya itu, sungguh tak ada kilat keraguan di matanya itu.

"Kau masih ragu padaku?"

Ia mendekatkan wajahnya dengan wajahku, membuatku bisa merasakan hembusan nafasnya yang memburu.
Aku palingkan wajahku dari pandangannya.

"Tataplah aku!"

"Tidak mau"

"Baiklah, aku tidak bisa memaksa"

***

"Hai kau si rambut berwarna merah muda"

Aku menoleh pada tiga orang siswi yang diantara memanggilku.

"Kenapa?" Tanyaku malas

Aku ingat salah satu dari mereka itu siapa, dia adalah Silvia yang pernah menyebutku aneh. Dasar jalang!

"Aku ingin memberitahu padamu, jangan terlalu dekat dengan Luca karena dia milikku"

Aku hanya memutar bola mataku, justru aku risih dengan Luca yang selalu mengikutiku dan sialnya lagi aku selalu bertemu dengannya.

"Aku sadar memang selalu di penuhi rasa cemburu ketika semua siswi di sekolah ini ingin mendapatkan perhatian dari Luca sebagai siswa most wanted di sekolah ini" Jelasnya dengan sombong, terdengar menjijikkan untukku.

Ingin sekali ku sumpal mulutnya itu menggunakan sepatuku supaya dia diam.

"Oh ya? Tapi aku benar-benar tidak ingin tahu juga aku tidak suka Luca bagiku dia bukan apa-apa" Ucapku dingin lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.

Mereka benar-benar membuang waktuku dengan ocehannya yang tak penting, lagi pula siapa yang peduli dengan Luca? ia most wanted sekalipun aku tak pernah peduli dan tidak akan pernah peduli.

"Liora?"

Nicco lagi, sepertinya ia sangat senang diam dekat loker hanya untuk sekedar menyapaku.

"Kenapa?" Tanyaku

Aku sebenarnya sering bingung harus menghadapi Nicco bagaimana, jika dingin ia terlalu baik padaku. Jika terlalu dekat aku takut salah langkah, maka dari itu aku lebih baik menjauh dari dia.

"Aku melihat kau ketinggalan jauh pelajaran sosial tadi, aku pinjamkan buku catatanku" Nicco menyodorkan buku catatannya.

Seperti yang kalian lihat, dia terlalu baik.

"Tidak apa-apa, ambil saja"

Aku mengambil buku catatannya dengan ragu-ragu.

"Terimakasih"

"Tidak apa-apa" Nicco tersenyum, senyumnya terlihat sangat tulus.

"Nicco, emm jangan terlalu baik padaku"

DRUGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang