-ENAM-

92 8 38
                                    

"Sayangnya aku tidak butuh permintaan maafmu, maaf tidak akan mengubah apa yang sudah terjadi"

Alex kali ini menggenggam lenganku, berusaha keras meyakinkanku. Untung saja suasana sedang sepi, jadi aku terhindar dari tiga para gadis terkutuk itu. Silvia, Yana dan Domizia.

"Jadi kau mengenalnya?"  Tanya Luca sembari memisahkan genggaman lengan Alex.

Orang ini jago sekali datang tiba-tiba, dia mungkin bisa berteleportasi.

"Dia mantanku" Ucap Alex

"Masa lalu tidak seharusnya menuntut untuk kembali"

Kenapa dia tahu Alex ingin balikan denganku? Dia pasti menguping, dasar kuping gajah!

"Sayang, kau tadi mengajakku makan siang. Ayo!" Luca menarik lenganku, sementara Alex menatap Luca kesal.

Semakin hari aku bisa gila dekat dengan dia, apa-apaan mengarang cerita seperti itu? Sangat tidak etis.

"Aku sudah bilang jangan mengklaim seenaknya!"

"Aku hanya membantumu Lio, kau tak nyaman di dekatnya"

Luca memang benar, aku tak nyaman dekat dengan Alex. Aku juga masih kesal pada Alex, jika saja tidak berada di sekolah aku akan menonjok wajahnya hingga hidungnya yang mancung itu patah.

"Oke, terimakasih" Ucapku canggung.

"Ulangi!" Luca kali ini tersenyum

"Tidak mau!"

"Ya sudah, kau akui saja perasaanmu padaku"

Baiklah aku akan jujur setidaknya pada diriku sendiri, aku menyukai Luca tapi sangat sedikit seperti partikel atom yang hampir 0 dan selebihnya aku membenci Luca.

"Sampai kapan kau akan membohongi dirimu sendiri?"

Aku sudah jujur pada diriku sendiri tapi aku tidak mau jujur pada Luca, yang ada dia akan terbang tinggi dan dengan bangganya mengatakan pada semua orang bahwa aku menyukainya. Ciih najis.

"Dengar, aku tidak menyukaimu"

"Kau ini gadis seperti apa sih? Kita bahkan sudah berciuman tapi kau masih saja tidak menyukaiku"

Sialan, dia selalu menyerangku dengan kejadian petaka itu. Kejadian paling buruk yang pernah ku alami setelah perceraian ayah dan ibu, aku benar-benar bodoh malam itu! Terbuai dengan ciuman manis yang di berikan makhluk terkutuk.

"Aku salah, kau sudah menyukaiku. Mana mungkin kau menyuruhku dan Nicco bersaing dengan sehat jika kau tak menyukaiku"

Dia benar-benar menyebalkan.

"Heh aku menyuruh bersaing dengan sehat karena sudah lelah melihat kalian bertengkar" Ucapku sembari melangkahkan kaki berusaha menghindarinya.

"Aku heran denganmu, hobi sekali menyangkal"

"Terserah"

                                  ***

Demi apa aku masih terjerembab di halte bus, ini bahkan sudah pukul 19.00 Ian bahkan belum datang. Sudah beberapa kali aku menghubunginya tapi malah tak aktif. Kesal juga sih, dia begitu semangat menanyakan kapan aku pulang tapi sudah aku kabari tak kunjung datang.
Aku memang pulang sore, sengaja membawa kelas tambahan.

"Apa yang kau lakukan di sini? Ayo kita pergi!" Luca menarik lenganku, nafasnya terengah-engah seperti di kejar setan.

"Kau ini kenapa sih suka sekali menarikku dengan paksa?"

"Tidak ada waktu lagi"

Luca menyeretku ke sebuah tempat yang sempit dan minim penerangan, entahlah ini dimana. Aku hanya bisa melihat keadaannya yang berantakan dengan sedikit darah di ujung bibir dan hidungnya, aku bertaruh dia pasti sudah berkelahi. Semoga bukan dengan Nicco atau juga Alex.

DRUGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang