One

20.1K 1.6K 101
                                    

Api dan asap.

Membumbung tinggi, pekat, tergantung di udara, membuat Taeyong menjatuhkan kayu bakar yang sudah dia kumpulkan atas perintah ayahnya. Ini tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin. Panik memenuhi hati si serigala kecil saat dia berbalik dan bergegas kembali ke pack.

"Ayah! Ibu!"

Ayah! Ibu!

Taeyong berteriak memanggil, dengan mulut juga dengan pikirannya. Dia mengabaikan dingin dari salju yang berderak melewati jari-jari kaki bentuk manusianya. Tak ada jawaban. Terlalu hening. Taeyong tidak bisa terhubung dengan kedua orang tuanya meski lewat ikatan mereka. Kaki-kaki kecilnya bergerak lebih cepat menuju tempat kawanannya seharusnya berada. Harusnya dia tidak meninggalkan mereka, meninggalkan sisi ayah dan ibunya. Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang salah tengah terjadi.

"Alpha!"

Taeyong melewati pepohonan, sesekali tersandung oleh akar-akar. Jantungnya berdebar kencang dan seakan berhenti saat memandang penuh kengerian pada kekacauan di depannya. Tempat tinggalnya, tempat yang melindungi seluruh anggota packnya, bangunan-bangunan, sudah hangus terbakar menjadi abu. Keluarga, teman-temannya, semua orang, terbaring mati di antara salju, mewarnai benda putih dingin itu dengan darah-darah mereka.

Taeyong kecil menutup hidungnya, menangis saat bergerak mendekat, hati-hati, berusaha keras untuk tidak muntah.

Apa yang terjadi?

Siapa yang tega melakukan ini?

Aroma-aroma akrab menusuk penciuman, membuat Taeyong membalikkan kepala ke arah sumber aroma itu dan langsung berlari.

"Ayah?! Ibu?!"

Taeyong berhenti, melihat tubuh bernoda darah ayah dan ibunya yang tergolek tak bernyawa. Air matanya jatuh lebih banyak, bersama tubuh lemasnya yang seketika jatuh berlutut di samping dua orang terpentingnya.

"T-tidak... ayah... ibu..."

Dia mengulurkan tangannya yang gemetar ke arah tubuh mereka, seakan takut untuk menyentuh.

"Kenapa? Kenapa ini terjadi?"

Saat dia menyentuh bulu hangat keabuan ibunya, serigala kecil dalam bentuk anak manusia sepuluh tahun itu gemetar. Taeyong memeluk ayah dan ibunya dengan tangan kecil miliknya sambil menangis keras, penuh rasa sakit karena ditinggalkan. Tangisan bergema ke langit malam, berubah menjadi lolongan menyanyat hati setelahnya.

***

Seorang pria di depan bus berteriak, berkata jika mereka akan segera tiba di kota. Taeyong langsung terbangun dari tidur, telinga sensitifnya membuatnya bisa mendengar teriakan itu berkali-kali lipat lebih keras dari seharusnya. Itu membuat Taeyong ingin menggeram kesal. Dengan malas dia melihat keluar jendela, melihat keadaan kota ini dan sekitarnya untuk pertama kali.

Taeyong menarik napas dalam, berkedip merubah mata biru-abu-abu miliknya yang refleks muncul tadi, kembali hitam, berusaha duduk dengan tenang.

"Seharusnya aku tetap tinggal," ucapnya pada diri sendiri, mengingat tempat tinggalnya yang nyaman sebelum ini.

Tapi dengan cepat dia menggeleng. Dia memang harus pergi, berpindah dalam rentang waktu tertentu. Sebagai serigala, serigala muda, apalagi omega yang hanya hidup sendiri, dia tidak bisa mengambil resiko berada di suatu tempat tertentu dalam waktu yang lama.

Menyisir poni rambut cokelatnya, dia membenarkan beanie di atas kepala juga syal yang melingkari lehernya.

Dalam bentuk serigala, Taeyong tidak akan terlalu kedinginan karena bulu-bulu hangatnya, berbeda jika dalam bentuk manusia, meski toleransi terhadap dingin lebih baik dari manusia biasa, tetap saja... dia kedinginan. Musim dingin belum akan berakhir karena ini masih awal bulan Januari. Taeyong bersyukur dia memakai pakaian cukup tebal saat ini.

GrowlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang