V

3.5K 357 9
                                    

Asap hitam membumbung tinggi menutupi langit malam penuh bintang. Rumah bercat putih itu terlihat menderita sembari lidah api melalapnya dengan cepat. Tidak ada satupun hal yang luput dari jilatan api di rumah itu. Tidak perabotannya, tidak juga manusia di dalamnya. Dinding yang menghitam bersamaan dengan api berkobar semakin besar dan ganas, sedangkan seorang pemuda dengan hoodie hitamnya hanya dapat menatap pasrah.

Pikirannya kosong, netra hitamnya hanya terfokus pada pemandangan mengerikan di hadapannya. Lelaki malang itu hanya dapat menatap dalam diam, di tengah-tengah kesibukan beberapa orang berseragam yang berlarian di sekitarnya. Setitik air mata jatuh dari salah satu pelupuk matanya tanpa dapat ia sadari, teriakkan salah satu dari pria-pria berseragam yang sibuk memadamkan kebakaran hebat itu tidak dapat lagi ia dengar. Seakan-akan saat itu juga ia menjadi tuli.

Samar-samar dari kejauhan terdengar suara seseorang yang memanggilnya tanpa henti. Ia merasakan tubuhnya yang tergoncang. Dalam sekejap semua suara sirine dan tangisan ketakutan itu terbungkam digantikan dengan panggilan namanya.

"Jungkook!" panggil Namjoon kesekian kalinya. Raut wajahnya panik dan khawatir, menatap Jungkook yang sekarang terbangun dengan tubuh penuh dengan keringat dan air mata yang mengalir dari matanya.

"Kookie-ya, gwenchana?" tanya Namjoon khawatir, tetapi yang ditanya tidak dapat menjawab. Deru napas Jungkook tidak teratur, dan pandangannya mengedar dengan panik ke seluruh ruangan, seperti ketakutan. Jungkook mengubah posisinya menjadi duduk. Ia menutup wajahnya yang acak-acakan dengan kedua tangannya, berusaha kembali pada kenyataan. Tangan Namjoon merambat mengusap pelan punggungnya, bermaksud menenangkan.

"Gwenchana?" Namjoon mengulang kembali pertanyaannya dengan lebih lembut. "Apakah itu mimpi buruk?" tanyanya lagi. Jungkook mengangguk, akhirnya dapat memproses kalimat Namjoon.

"Tunggu di sini ya, Kook. Aku ambilkan air." kata Namjoon sambil berdiri. Tetapi ia segera berhenti ketika tangan Jungkook menahannya. Namjoon menoleh, mendapati Jungkook yang menatapnya dengan putus asa. Ia menyerah dan kembali duduk di sebelah pemuda bersurai cokelat itu.

"Apakah kau mau menceritakannya?" tawar Namjoon. Ia tahu Jungkook butuh seseorang untuk mendengar ketakutannya. Jika Jungkook memimpikan sesuatu sampai menangis, mimpi itu jelas mengerikan untuknya. Ada sekitar 10 menit terisi hanya dengan keheningan. Hanya Jungkook yang sibuk melamun, berkutat dengan pikirannya sendiri. Namjoon tidak sekalipun menghela napas bosan, atau mengubah posisi duduknya. Ia terus mengusap pelan punggung Jungkook, mengetahui pemuda itu sangat membutuhkannya sekarang.

"Kebakaran, hyung." sepatah kata akhirnya keluar dari kedua belah bibir pucat Jungkook setelah sekian lama. "Rumahku yang dulu. Keluargaku di dalamnya." ucap Jungkook hampir tak bersuara.

"Masa lalumu, kah?" Namjoon memastikan. Anggukan dari Jungkook menandakan jawaban "iya".

"Apakah kau mau menceritakan masa lalumu?" Namjoon bertanya, menatap kedua mata Jungkook yang agak sembap dengan keyakinan. Ditangkapnya manik hitam yang penuh kekelaman itu, masih berjuang untuk kembali kepada dunia nyata.

Jungkook menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Bimbang akan menceritakannya atau tidak. Kejadian itu sudah lama, tetapi Jungkook ragu ia bisa menahan air matanya jika ia kembali membuka luka dalam yang ia pendam selama beberapa tahun itu.

"Sudah, sudah. Kalau kau merasa tidak bisa menceritakannya sekarang, jangan dipaksakan." kata Namjoon tersenyum, menenangkan.

"Biarkan aku ambil air sekarang." kata Namjoon langsung keluar dari kamar bernuansa biru itu. Jungkook mengatur napasnya, sedikit panik ketika Namjoon meninggalkan sisinya. Tak berapa lama, Namjoon kembali dengan segelas air di tangannya, berusaha keras agar tidak menumpahkan segala isi gelas itu karena jalannya yang tergesa. Disodorkannya kepada Jungkook, yang segera meminumnya.

Goodbye, HyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang