Fiveteen

3.5K 371 33
                                    

Menginjak bulan demi bulan Soojung merasa banyak perubahan dalam hidupnya, beberapa potong pakaiannya sudah terlalu sesak jika ia gunakan, kebiasaan Jongin yang selalu mengajak ngobrol calon anak mereka,

"Halo yang disana? Sayang kamu dengar ayah?"

Suara Jongin pelan dan lembut, Soojung tidak dapat menahan senyum lebar.

"Ayah harap kamu tidak merepotkan ibumu ya di dalam sana, ayah tau kamu sudah tidak sabar untuk melihat dunia, ayah rasa kamu juga harus melihat betapa indahnya taman belakang yang ibu buat selama kamu berada disana.." mimik wajah Jongin begitu serius, seperti sedang mencurahkan isi hatinya mengenai permasalahan negara.

"Ayah sudah kangen kamu, padahal kita belum pernah bertemu, jadi anak yang baik ya..." Selalu begitu bagian penutupnya.

Jongin lalu mengelus-elus perut Soojung yang semakin membesar lalu terlelap dalam mimpi indahnya.

Sebelum ini Jongin bagi Soojung benar-benar pria kaku, dingin, tidak ekspresif, bertindak seenaknya, dan keras kepala. Namun sejak kehamilan Soojung dan embel embel ancaman keselamatan bayi mereka akan terganggu, perlahan-lahan sifat itu mulai berkurang dalam diri Jongin.

Seperti sekarang ketika Soojung menggunakan hak 'istimewa'nya agar Jongin menuruti keinginannya berjalan kaki di sekitar sungai Han.

"Tidak lebih dari dua jam, oke?" Jongin terfokus menggunakan sepatunya. Lantas mengambil kunci mobil.

"Perjanjiannya tidak seperti itu tadi!" Soojung memprotes sembari menggunakan sendal jepit bewarna hitamnya.

"Soojung, malam ini cuacanya dingin! Kumohon jangan keras kepala! Dan oh, ya tuhan! Kau harus menggunakan kaus kaki!" Mata Jongin memincing menatap kedua kaki Soojung yang telanjang hanya beralaskan sendal jepit.

Soojung mendengus sebal, Jongin menambah satu sifat paling Soojung benci, super protektif.

"Sayang, aku membawanya!" Pekik Soojung lalu mengeluarkan kaus kaki dari dalam saku mantelnya. Ia nyengir kuda.

"Kupakaikan," dengan cekatan Jongin mengambil alih kaus kaki tersebut dan menyuruh Soojung untuk duduk selagi ia memasangkannya.

"Maaf untuk kemarin aku tidak bisa menemanimu pergi ke dokter," tiba tiba rasa sedih mengerubungi Soojung. Soojung memang sedikit kecewa karena Jongin membatalkan janjinya dengan alasan ada meeting mendadak. Jadilah ia pergi bersama Bibi Park, berdua saja ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan.

"Aku tahu kau sibuk," begitu yang diucapkan Soojung, terselip nada kecewa disana.

"Maaf sekali lagi, tapi itu sangat penting untuk perusahaan, lain kali aku berjanji tidak akan terulang kembali,.." Jongin meraih Soojung dalam pelukannya, sebisa mungkin tidak menyenggol perut Soojung yang sudah membesar.

"Ayah kangen.." begitu bisiknya ketika mencium sekilas perut Soojung.

Soojung hanya bisa tersenyum, tidak tahu harus mengekspresikan kebahagiaannya dengan apalagi.

.

.

.

Tidak ada yang bisa Soojung katakan untuk saat ini, yang ia rasakan hanyalah genggaman tangan Jongin yang membuatnya meringis kesakitan. Dihadapannya terlihat seorang wanita dengan seorang anak kecil berumur sekitar 3 atau 4 tahun.

"Hai Jongin!" Cicitnya menghilangkan keheningan.

Jongin tak kunjung merespon, membuat Soojung semakin bertanya-tanya siapakah wanita ini?

"Long time no see..." Serentetan kalimat tersebut menimbulkan persepsi di benak Soojung. Kekhawatirannya semakin menjadi.

Lantas wanita itu menatap bergantian ke arahnya, menatap Soojung dari atas sampai bawah dan berhenti tepat di perut Soojung. Refleks Soojung menutupi perut besarnya dengan mantel yang ia kenakan.

"Hai Yee Eun, long time no see you too, how are you?" Jongin akhirnya membuka suara.

Wanita itu mengendikkan bahunyan, "Like you look, i'm okay.." jawabnya pelan.

"Well, ini istriku Jung Soojung.."

"Sayang kenalkan ini Park Yee Eun, mantan rekan kerjaku.."

Jongin memegang bahu Soojung, membisikkannya sesuatu,

"I will tell you this later..".

Tidak ada yang Soojung inginkan sekarang selain penjelasan dari Jongin mengenai siapa dan mengapa wanita itu kini hadir di depannya.

Bahkan ketika wanita itu pamit untuk pergi bersama anaknya masih terlintas rasa tidak suka dalam benak Soojung. Hal tersebut juga dirasakan oleh Jongin.

Jongin memilih untuk duduk di bangku taman pinggir sungai, mungkin Soojung juga harus tahu hal ini, supaya tidak ada kesalahpahaman yang terjadi.

Jongin membawa Soojung dalam dekapannya, tapi sebisa mungkin tidak menyenggol perut buncit Soojung, Jongin tidak mau terjadi hal yang aneh-aneh terhadap anaknya nanti.

"Jauh sebelum kehadiranmu, jauh sebelum itu, ia adalah wanita yang begitu sempurna di mataku, aku cinta mati padanya, rela melakukan apa saja, bagiku kehadirannya begitu membawa warna untuk hidupku, kami menjalani hari-hari bersama, kemudian aku melamarnya, rasanya begitu menakjubkan ketika ia menerima lamaran itu.." mata Jongin menerawang ke depan selama ia bercerita. Soojung sendiri tidak mau menyanggah, membiarkan suaminya mencurahkan segala sesuatunya.

"Pernikahan kamu tinggal dua bulan lagi, dan suatu pagi ia datang menemuiku, kukira kedatangannya membawa kabar baik bahwa kedua orang tuanya dapat hadir di pernikahan kami, nyatanya ambang kehancuran dimulai dari sana. Tepat sebelum ia mengutarakan sesuatu, Chanyeol meneleponku memberikan kabar mengejutkan. Ia hamil. Aku berani bersumpah kalau aku tidak pernah melakukan hubungan seks dengannya karena aku begitu menjaga kehormatannya. Rasanya duniaku hancur seketika, aku langsung membatalkan pernikahan kami, memintanya untuk mundur perlahan dan menghilang dari kehidupanku, aku tidak menuntutnya apa-apa, aku hanya memintanya untuk membesarkan anaknya dengan baik, jadilah ibu super di masa depan.."

Soojung menatap lekat ke arah mata Jongin yang sudah mulai berkaca-kaca, ia mengecup pelan pipi Jongin sebagai pertanda dukungannya.

"Aku tidak menyangka niatan baikku ia balas dengan cara begini, selama kami bersama itu pulalah ia bersama yang lain.." Jongin mengakhiri ceritanya dengan menundukkan kepala dan meringkuk lebih jauh di dalam leher Soojung.

Soojung baru menyadari mengapa Jongin selalu bertingkah dingin apalagi terhadap wanita, ia memiliki trauma yang berat.

"Jongin kau pria hebat, kau tahu itu..." Cecar Soojung meminta suaminya menatap matanya lekat-lekat.

"Dan kuharap kau tidak punya prasangka buruk tersebut kepadaku juga,.." cicitnya pelan.

Takut-takut Jongin masih tidak mempercayai nya sampai saat ini.

Jongin menggeleng, "Tidak sayang, aku percaya denganmu," Jongin menempelkan hidungnya dengan hidung Soojung lalu menggeseknya perlahan.

Tawa berderai di raut wajah Soojung.

Soojung berharap kebahagiaan yang seperti ini yang akan terus menyelimuti kehidupan keluarganya kelak. Soojung akan terus mencintai Jongin sepenuh hati begitupun sebaliknya.

.

.

.

Pukul 3 dini hari.

Soojung terbangun dari tidurnya dengan keringat yang merembes di sepanjang dahi. Tidurnya tak nyenyak sejak tadi malam.

Tiba tiba rasa sakit itu menyerang, erangan kesakitan lolos dari mulut Soojung. Ia mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya.

Firasatnya mengatakan kalau saat inilah waktunya.

"Jongin..." Panggilnya lirih.

Tangannya berusaha menggoyang goyangkan tubuh Jongin.

"Jongin.."

"Jongin..., Sepertinya mau keluar..".

.

.

.

Yuhuuu💕💕

Starlight Onde histórias criam vida. Descubra agora