0.3 - Chapter 2

55 17 4
                                    

Satu jam sudah berlalu, dan Wendy akhirnya berhasil merapihkan buku yang tak beraturan meski tak semuanya.

Setelah selesai dengan hukumannya, ia pun pergi ke rooftop untuk membolos jam pelajaran selanjutnya.

Wendy berjalan santai menuju rooftop sambil sambil mengibaskan tangannya karena terlalu lelah, sesampainya disana Wendy mendudukkan dirinya di kursi yang menurutnya masih bisa di duduki.

Tangannya meraih ponsel yang ada di saku depan lalu mencari nama yang akan di kiriminya pesan.

Kim Yeri

Yeri-ya, dimana?

Di toilet, waeo?

Bisa pergi ke rooftop sebentar? Ada yang ingin ku tanyakan padamu.

Emm, baiklah aku akan kesana.

Setelah mengirim pesan, Wendy menutup ponselnya lalu berjalan kesana kemari menunggu kedatangan sahabatnya.

Tak butuh waktu yang lama, Yeri datang dengan membawa dua kaleng soda lalu melemparkannya pada Wendy.

Houp!

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu," seru Wendy sambil menggenggam kaleng soda.

Yeri menduduki kursi yang tadi di tempati Wendy. "Tanyakan saja."

Wendy bersandar di tembok yang berada di samping Yeri. "Kau tau apa yang sebenarnya terjadi pada Jinhwan?"

Sontak Yeri menoleh dengan cepat ke arah Wendy, namun sepersekian detik ia merubahnya menjadi biasa saja. "Aku tidak tau, kenapa tidak tanyakan saja padanya?"

Wendy berdecak sebal. "Aku tau kalian pernah bersahabat, seharusnya kau tau."

Yeri menghela nafas panjang lalu berdiri dan menghadap ke arahnya. "Itu dulu, Wen. Sekarang aku dan Jinhwan sudah berbeda," ucapnya lalu pergi meninggalkan Wendy.

"Apa Jinhwan memiliki masalah di rumahnya?"

Pertanyaan itu sukses membuat Yeri berhenti. "Jangan terlalu ikut campur dengan kehidupan orang lain, dan lagi mungkin kau bisa berhenti menganggunya."

"Kenapa? Karena dia memiliki penyakit mental, iya?" secara refleks Yeri membalikkan badannya menghadap Wendy.

"Apa maksudmu?" tanya Yeri sedikit sinis.

Wendy mengedikkan bahunya. "Entahlah, mungkin Jinhwan memiliki gangguan semacam itu pada dirinya atau semacamnya?"

"Jangan terlalu mencari tau tentangku, karena yang selama ini membuatku hancur adalah karna ulahmu."

"J-jinhwan?" Wendy sedikit terkejut karena Jinhwan tiba-tiba berada di belakang Yeri sambil menatapnya datar.

Bagaimana bisa dia ada di sini? Apa mungkin Jinhwan sudah mendengar semuanya?

"Tunggu! Ada yang ingin ku bicarakan denganmu!" teriak Wendy saat Jinhwan hendak pergi, Jinhwan pun berhenti tanpa membalikkan badannya.

"Aku tidak bisa berbicara denganmu."

"Kenapa?" tanyanya bingung.

"Kau lupa? Kau menyebutku 'Idiot' yang bahkan tidak berani menatapmu secara langsung, jadi untuk apa aku berbicara denganmu?" jawab Jinhwan lalu kembali melanjutkan pergi dari rooftop.

Wendy terus menatap punggung Jinhwan yang semakin jauh. "Ternyata aku sejahat ini."

"Lihat? Aku pernah melarangmu untuk menganggunya," cicit Yeri lalu pergi meninggalkan Wendy yang masih diam.

.
.

Sepulang sekolah, Wendy berniat untuk mengikuti Jinhwan secara diam-diam. Ia sangat penasaran dengan apa yang akan di lakukannya setelah pulang sekolah.

"Entahlah, firasatku berkata kalau notebook itu adalah miliknya," monolognya yang terus mengikuti Jinhwan.

Meski sudah di cap sebagai pembully, Wendy terkadang bisa berubah menjadi gadis yang baik hati, ia juga merasa khawatir pada salah satu korbannya yaitu Kim Jinhwan.

Wendy terus mengikuti Jinhwan meski ia tak tau sekarang berada di daerah mana karena tempat ini cukup asing menurutnya.

"Astaga, kakiku sakit! Apa dia tidak lelah berjalan sejauh ini?!" umpat Wendy pelan yang sesekali berhenti sambil memijat kakinya.

Jinhwan masih melanjutkan perjalanannya dengan terburu-buru sepertinya dia sering berjalan ke daerah ini karena bisa di lihat kalau ia benar-benar hafal jalanannya.

Langkah kaki Jinhwan cukup lebar dan cepat, sedangkan Wendy yang berusaha agar sejajar dengan Jinhwan mulai kesusahan dan lelah.

"Tuhan, kakiku sudah mati ras-hmp!"

Seketika ia membungkam bibirnya sendiri lalu bersembunyi saat Jinhwan juga berhenti berjalan, lelaki itu berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar menurutnya.

"Kenapa Jinhwan hanya diam saja?" monolognya sambil mengintip dari jarak yang tak terlalu jauh.

Jinhwan terus memandangi halaman rumah tersebut tanpa bergerak sama sekali, karena penasaran Wendy pun sedikit mendekat ke arahnya tapi tetap bersembunyi.

Dari jarak yang tak begitu jauh dari Jinhwan berdiri, Wendy mampu melihat seorang wanita paruhbaya yang sedang berdiri di halaman dengan seorang gadis kecil yang bersembunyi di belakangnya.

"Tapi siapa pria itu?" tanyanya pada diri sendiri karena melihat seorang pria yang seperti sedang memarahi wanita itu.

Fokus Wendy mulai tertuju pada tangan Jinhwan yang mengepal cukup kuat ketika pria dewasa itu membentak wanita paruhbaya tersebut sementara gadis kecil itu terus menangis.

Meski samar, Wendy sedikit mendengar perdebatan yang terjadi saat ini. "Pergi! Dia tidak ada disini!" teriak wanita itu cukup lantang.

"Katakan dengan jujur, dimana dia?!" Gadis itu semakin menangis karena suara lantang dari pria tadi.

"Saya tidak tau! Cukup! Sudah cukup! Pergilah, kau sudah cukup merenggut semuanya dariku tolong jangan ganggu kehidupanku lagi!" Wendy semakin di buat bingung, untuk apa Jinhwan datang kesana?

"Jangan bicara omong kosong! Cepat katakan dimana Jinhwan sekarang!"

"Jinhwan? Dia mencari Jinhwan? Kenapa?"

"J-jinhwan oppa tidak ada disini hiks.." dan yang terakhir di dengarnya adalah suara tangisan gadis itu yang semakin kencang.

"Ada apa dengan Jinhwan?" Wendy pun kembali bersembunyi lalu menyenderkan tubuhnya pada tembok dan menatap ke arah langit.

Tep!

Ia merasakan sentuhan tangan yang menempel pada bahunya, perlahan ia menoleh dan mendapati Jinhwan sudah berada di sampingnya dengan tatapan datar.

"Jinhwan?"

The Target | Jinhwan x WendyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang