Bab 2

41.4K 3.6K 293
                                    

A/N : Tolong tandai ya readers semisal ada kesalahan ketik Marvin jadi Maxyn🥴 abaikan komentar yang penuh dan nggak nyambung ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N : Tolong tandai ya readers semisal ada kesalahan ketik Marvin jadi Maxyn🥴 abaikan komentar yang penuh dan nggak nyambung ya. Ini draft bekas.

Yuk 🌟🌟🌟

***

"Kau bisa jalan sendiri atau mau kugendong, hm?"

Amora nyaris tenggelam ke alam mimpi ketika elusan itu menerpa kulit wajahnya. Kedua mata Amora terbuka. Refleks dia berjingkit terkejut melihat Marvin begitu dekat dengannya. Marvin mencondongkan tubuhnya. Menutup jarak di antara mereka hingga napasnya terasa menggelitik wajah Amora.

Jemari Marvin mengusap pipi Amora. Amora menelan ludahnya susah payah. Pria itu lalu menjauh setelah membuka sabuk pengaman di tubuh Amora. Marvin melangkah turun lebih awal. Mengitari mobil dan membuka pintu untuk Amora.

Sial.

Amora merutuk dalam hati. Dia masih setengah mengantuk saat menerima tatapan iris biru itu. Pelan tapi pasti, benaknya dibawa paksa pada bayangan tiga puluh menit yang lalu.

Kau mengerikan Maxwell.

Bagaimana tidak? Dengan tidak tahu malu, Amora menarik tengkuk Marvin dan mencium bibirnya dalam. Bahkan Amora memberikan lumatan-lumatan kecil hingga Marvin membalas ciumannya. Detik itu Amora tak memikirkan resiko, katakanlah Amora kehilangan arah. Dia tak memiliki cara lain untuk membuat preman itu terus berlari dan tak melihat sosoknya.

"Ayo, baby. Atau kau memang tak bisa berjalan sekarang?"

Marvin kembali berkata. Amora tak menjawab. Ia mendekap jas milik Marvin yang melekat di tubuhnya. Harum parfum pria itu terasa lekat, menyergap indera penciuman Amora. Sedikit hati-hati, Amora melangkah turun. Ia nyaris menjatuhkan tubuhnya andai Marvin tak memeluk pinggangnya.

"See?" Marvin berbisik di telinga Amora. "Memangnya apa yang telah kaulakukan hingga kau tak sanggup berjalan?"

Marvin tak menunggu jawaban Amora. Dengan sigap, pria itu menggendong tubuh Amora ala bridal style dan Amora memekik pelan. Namun bibir gadis itu tak melemparkan protes. Amora terlalu lelah setelah berlari dari rumah bordil sialan tanpa alas kaki dan dia telah menghabiskan waktunya di siang hari untuk bekerja.

Entah pukul berapa sekarang. Yang Amora butuhkan adalah terlelap. Kedua matanya terasa begitu berat, tapi dia tak bisa menepis rasa lengket di tubuhnya. Selain itu, Amora merasa sangat jijik setelah pria yang nyaris membelinya dari Robin—menyentuh tubuh Amora di bagian leher—Amora ingin membersihkan jejak itu.

"Turunkan aku, Marvin," ujar Amora membuat Marvin mengangkat sebelah alis. "Aku bisa berjalan sendiri."

Marvin menyalakan televisi. Pria itu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. "Lakukan sesukamu, Amora. Tampaknya kau tak ingin menceritakan apa pun sekarang."

Wicked BondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang