TIGA

14.3K 1.3K 25
                                    

Sifatmu membunuhku secara perlahan.

|•|

Menghadapi Awan, tentu bukan hal yang mudah. Terlalu banyak aturan yang harus dipatuhi, tapi tidak memiliki tujuan yang mampu mencerahkan Lona. Padahal, tujuannya hanya satu—bagi Lona—yaitu menikah dan menjalin keluarga dengan Awan. Namun, tiada keputusan indah itu hingga kini. Lona bukannya bodoh untuk berpikir, bahwa apa yang dia lakukan banyak salahnya. Tapi Lona memang memendam sendiri, hingga mungkin tidak ada orang lain bisa memahaminya. Lona sudah terbiasa sakit, sudah terbiasa sendiri, maka dari itu dia bertahan dengan lugunya disisi Awan.

Orang lain bisa dan boleh menilai, tapi kembali lagi, yang menjalankan adalah Lona. Jadi ketika orang lain melihat kebodohan Lona, tidak ada yang bisa dilakukan selain membencinya. Membenci sikap diam, menurut, pasrah, dan bertahan bersama pria brengsek dalam hidupnya.

Mereka membenci kami, karena mereka bukan kami.

Kurang lebih seperti itu perumpaan kata. Orang lain bisa dan boleh membenci Lona karena sifatnya, juga bisa membenci Awan dengan teguh pendirian tololnya. Tapi Awan dan Lona sudah sepasang, sempurna, tidak ada yang bisa memutuskan agar Lona pergi. Jika Awan terlihat menyakiti Lona... itu salah. Bagi Lona, semua yang dilakukan Awan adalah kebenaran agar diri Lona bahagia.

Ugh! Betapa bodohnya cinta!

Memang. Dan bagi siapa saja yang mencinta, maka diperintahkan untuk tidak terlalu mendalaminya. Begitu juga dengan membenci, tidak dianjurkan untuk teramat sangat membenci. Hati, hanya Tuhan yang membolak-balikkan.

"Mau aku buatkan makanan-"

"Nggak, Lona! Aku capek. Cukup tinggalkan aku sendiri, kamu cari kesibukanmu itu akan lebih membantu."

Apa yang Lona pikirkan tentang ini?

Tentu saja dia berkata dalam hati, "Untung saja lelakiku masih mau berbicara padaku."

Dunia akan menertawai Lona dalam sekejap. Untuk apa? Untuk mencemooh Lona, bukan karena Lona lucu—bukan.

"Yaudah, Mas istirahat. Nanti kalo butuh sesuatu, tinggal bilang sama aku."

"Ya. Ya. Ya." Jawaban Awan saja sudah tidak bersemangat.

Sepeninggalnya Lona, Awan merenungi segala yang terjadi.

Haruskah ia melepaskan Lona?

Haruskah ia melepas cintanya?

Pertanyaan itu menggenangi pemikirannya. Awan benar-benar tidak sengaja membuat Lona tersakiti. Beginilah sifat dan karakter asli Awan, sekali pun ia mencintai begitu dalam Lona. Tapi sifat kerasnya akan tetap terlihat.

Enam tahun. Bukan waktu yang singkat. Pertemuan Awan dengan Lona ditahun 2011 bukan hal yang patut disesalkan. Justru Awan merasa sangat sempurna saat itu. Usianya yang lebih tua tujuh tahun dari Lona, menjadikan dasar bahwa dirinya membutuhkan pendamping yang lebih fresh—begitu katanya. Mendapati masih ada perempuan yang begitu lugu, membuat Awan hilang daratan. Dirinya seolah ditarik oleh magnet tidak kasat mata. Usia Lona yang masih begitu muda, menarik dan membutuhkan banyak arahan, langsung dimanfaatkan oleh Awan. Kesempatan tidak datang dua kali, kalau pun datang untuk kedua kalinya maka tidak akan sebagus pada kesempatan pertama. Awan percaya istilah itu.

EVERY ROSE HAS A THORNWhere stories live. Discover now