DELAPAN

10.7K 1.1K 11
                                    

Tidak pernah ada obat tanpa racun.

|•|


Semua orang ingin pulang. Pada tempatnya masing-masing, tentunya. Dan ketika—nantinya—ada yang menunjukkan kebenaran pada Lona, mungkin akan ada banyak pemikiran yang bisa membuka kebuntuan Lona.

Hari ini dirinya tidak cukup sehat untuk beraktivitas. Lona menyadari ada yang tidak beres dari dirinya. Karena ia tahu, bahwa tubuhnya bukan tipikal yang mudah lemas seperti orang penyakitan. Lona akan mencari udara segar, karena butuh sesuatu yang mampu menghidupkam dirinya kembali... mungkin.

Hidupnya sudah cukup rumit dengan kenyataan bahwa Awan tidak menginginkan kehadiran bayi, juga tidak kunjung mengikat status padanya. Lona paham, ia tahu, bahwa ada alasan yang belum bisa pria itu katakan. Dan Lona yakin, bahwa alasan itu ada serta tidak dijelaskan pada Lona karena akan cukup menyakitkan ketika dikuak. Tapi yang jelas ada dipikiran Lona saat ini adalah orangtua Awan. Lona begitu yakin jika masalahnya ada pada restu orangtua Awan. Lona sudah pernah bertemu ibu Awan ketika dirinya masih bekerja di perusahaan milik Awan, dan penampilan wanita itu jelas menunjukkan seberapa tinggi kasta yang ia tempati.

Lona tidak cukup berani untuk meminta terlalu banyak serta menuntut pada Awan, jika memang semua itu menyangkut pada orangtua Awan beserta level ekonomi. Apalagi Lona tidak memiliki orangtua, sudah pasti akan menjadi salah satu nilai minus.

"Kita akan ke mana, Nyonya?"

Lona akan meminta Attar menemaninya. Meski sebenarnya Lona bisa saja pergi sendiri dengan supir pribadi, dan mengamati saja apa yang dilakukan Attar lakukan dari kejauhan. Tapi semenjak Attar bisa diajak menjadi teman, Lona ingin selalu ditemani lelaki itu.

"Taman." Lona hanya ingin berjalan-jalan dengan pemandangan hijau, melihat anak-anak yang bermain di sana, entah mengapa itu menjadi keinginan terbesar Lona saat ini.

"Dekat perumahan saja kan, Nyonya?"

Lona memberi tatap pada Attar, dia tidak akan menuntut Attar tapi kali ini dia sangat ingin.

"Taman kota, bisa? Saya yakin di sana lebih banyak pemandangan yang saya cari."

Ya. Pemandangan yang Lona cari adalah kebersamaan keluarga kecil yang biasanya ia dapati ketika pulang dari perjalanan dari tempat perbelanjaan.

Keluarga.

Dia rindu memiliki keluarga. Setidaknya yang ia miliki sekarang adalah Awan, sebagai pendamping yang selalu memberinya kebutuhan persis seperti keluarga.

"Oh, baik kalau begitu."

Attar kembali menuruti dengan gampangnya. Kenapa sulit sekali mendapatkan hal yang ia ingini seperti hal nya memiliki keluarga? Meski ada Awan, tapi kesehariannya memang selalu bergelung bersama sepi. Attar terlalu penurut untuk ukuran yang Lona anggap sebagai kakak. Seharusnya, Attar memprotes dan menyanggah apa-apa yang Lona minta. Tapi nyatanya tidak. Lona kembali tersentak karena ini kenyataan hidupnya. Tidak ada keluarga sejati dalam hidupnya. Itu lah mengapa, ada alasan kuat Lona menginginkan bayi. Agar dirinya bisa memiliki keluarga, sedarah.

Attar membantu membukakan pintu mobil, membuat nyaman pada majikannya itu. Melihat wajah Lona yang semakin hari semakin kuyu, menjelaskan banyak hal. Dia tidak mau bertanya karena tidak ingin mengusik pikiran Lona.

"Kenapa diam aja, Ar?"

"Heh?" sahut Attar cepat, tanpa sadar dirinya telah menjawab dengan tidak sopan. "Ah, maaf, Nyonya-"

"Ar. Nggak usah formal juga nggak apa-apa, aku pengin kamu gitu, supaya aku bisa ngerasa masih punya kakak sebagai anggota keluargaku." Senyuman Lona mengalahkan apa saja yang berkecamuk dipikiran Attar. Senang sekali mendapati senyuman tulus itu, meski sayangnya wajah Lona terlihat semakin pucat.

EVERY ROSE HAS A THORNWhere stories live. Discover now