The Zombie's 12

6.6K 919 30
                                    

12 Januari xxxx. Pukul 03.11 p.m

Aku menahan nafasku ketika tubuhku melewati sebuah celah dari antara dua mobil yang terbalik. Bahkan genggaman di tangan kiriku mengerat. Aku yakin bocah laki-laki itu ketakutan sekarang.

Kami berjalan mengendap-endap layaknya pencuri. Tak ingin membangunkan sang tuan rumah, karna akibatnya bisa fatal jika terlihat.

Sstt sstt...

Kontan aku menarik kepala Kevin untuk menunduk. Aku mengintip di antara jendela mobil yang pecah karna terbalik. Sial! Ada sekitar dua zombie yang berada di samping kiriku.

"Kakak..."

Aku segera membungkam mulutnya dan memberi kode agar ia tak bersuara. Aku memfokuskan diriku untuk berpikir cara untuk berjalan terus karna tak ada perlindungan lagi di depanku.

Jantungku terus memompa cepat begitu Afsheen terus menyuruhku cepat karna tinggal kami berdua yang di belakang. Oh Tuhan, tolong selamatkan aku.

Ting! Aku dapat idenya. Aku berbalik dan memegang kedua bahu Kevin. Aku memberinya kode lewat mataku agar dia berdiri di depan tepat di ujung mobil. Awalnya ia menolak karna takut, tetapi karna aku terus memaksanya akhirnya ia patuh juga.

Bocah laki-laki itu sudah berdiri di depan. Aku membuang nafas berat kemudian kembali berjalan ke belakang. Di tanganku ada dua kaleng minuman yang kudapat di dalam mobil seseorang. Aku menatap kaleng itu sebentar dan mulai meyakinkan diriku.

Tenang, Val. Rencanamu pasti berhasil. Dengan segera kulempar dua kaleng minuman itu ke arah sudut kiri belakang dan membentur sebuah kap mobil hingga menghasilkan bunyi yang cukup nyaring.

Aku segera berlari ke arah Kevin dan menariknya untuk berlari karna kedua zombie itu berlari kencang ke arah suara yang kubuat tadi. Aku tersenyum lega karna rencanaku berhasil.

"Itu hebat, Val." Puji Afsheen membuat senyumku kembali terpancar.

"Dan cukup membuat para zombie terbangun." Timpal Julian yang kini menatapku dengan tatapan jengkel.

Aku tersenyum kikuk dan mengangkat dua jariku sebagai tanda damai.

"Ya sudah, ayo lanjutkan perjalanan. Kita masih di katakan jauh dari tujuan." Ucap Ayahku.

Kami melanjutkan perjalanan. Semakin jauh kami berjalan, rintangan semakin berat. Zombie terus-terusan muncul dari mana saja. Merangkak keluar dan mengeluarkan desisan handalan mereka.

Aku menelan salivaku berat. Di depan sangat banyak zombie yang berkeliaran, dan kami terdiam di tempat tak mampu bergerak.

"Bagaimana ini? Kita akan mati." Keisha tertunduk dengan mata yang berkaca-kaca.

Oh Tuhan, tolong jangan katakan padaku bahwa ini adalah akhir hidupku karna aku belum siap untuk kata mati.

"Jika memang ini adalah akhir dari hidup yang telah ditentukan maka kita tak akan selamat. Tetapi, jika Tuhan belum berkehendak maka ia akan memberikan jalan pada kita." Ungkap Pastor Jack membuatku terdiam sejenak.

"Hapus air matamu, Kei. Belum saatnya kita menangis." Tambah Afsheen lalu mengusap rambut gadis yang berusia 17 tahun itu.

Keisha mendongak kemudian menghapus air matanya dengan punggung tangan, "Maaf jika aku terlihat kekanak-kanakan." Keisha tersenyum di akhir kalimatnya.

"Jadi, bagaimana kita akan melewati mereka kapten?"

Julian melirikku ketika aku memanggilnya kapten. "Kau adalah pimpinannya, wajarkan aku memanggilmu kapten?"

Julian tersenyum tipis. Ia menghela nafas sejenak lalu membuka suaranya, "Terpaksa kita harus menembak mereka. Yang memegang senjata bersiaplah untuk menembak."

Aku menatap bocah lelaki yang di sampingku. Aku melepas genggamannya, "Kali ini peganglah tangan Kei dengan erat. Kau mengerti?"

Kevin mengangguk lalu beralih memegang tangan Keisha.

"Julian?"

Julian menoleh ke arahku dengan alis bertautan, "Apa?"

Aku melemparinya tambahan peluruku yang belum terpakai, "Kau lebih membutuhkannya."

Dia mengangguk sembari tersenyum, "Sudah siap?"

"Siap!"

DOR!

DOR!

DOR!

Kumpulan peluru mulai melesat dari senjata kami dan menancap di kepala mereka. Beberapa tumbang, tetapi suara dari senjata kami mengundang zombie lain yang berdatangan.

"Maju!" Seru Julian.

Kami maju sambil melesatkan peluru. Baru kali ini aku merasa seakan terbang ke masa lalu di mana masa-masa perang masih berlaku. Peluru bagai hujan yang jatuh dari langit. Membentur semua yang sudah dibidik. Peluh mulai terekam di tubuh.

DOR!

DOR!

Sudah banyak mayat hidup yang tumbang di jalanan. Dan darah mengalir menutupi aspal jalan hitam. Aku merasa ngeri melihat pemandangan ini, makhluk-makhluk mengerikan yang mengaum dan berlari mengincar tubuh kami.

Zombie-zombie yang berada di depan kami sudah tumbang semua. "Cepat lari!" Seruan Julian terdengar lantang mengalahkan auman menyeramkan dari para zombie yang kini berasal dari belakang kami.

Ayahku menarik tanganku dan berlari dengan sangat kencang. Kami tak akan bisa mengalahkan puluhan zombie di belakang kami yang entah dari mana munculnya.

Suara tembakan terus terdengar di belakang, dan itu berasal dari senjata milik Julian. Aku tak berani menolehkan kepalaku ke belakang karna tampilan zombie yang begitu mengerikan.

Kami terus berlari melewati kendaraan-kendaraan yang terparkir asal di jalanan. Tak hanya di belakang, para zombie pun mulai muncul dari arah depan. Tak segan-segan peluruku menancap di kepala mereka tanpa perhitungan dahulu. Karna keselamatan kali ini sangatlah penting.

Kami berhasil melewati lautan kendaran, tetapi belum selamat dari kejaran zombie. Lari kami masih berlanjut di jalanan sepi yang tak ada penghuni. Sebentar lagi kami akan sampai di bandara dan itu tandanya kami akan selamat.

Senyumku mengembang begitu beton besar yang bertajukkan Airport International dapat terbaca dengan mataku. Kami akan selamat!

"Ayo! Kita akan segera sampai!" Suara Julian kembali terdengar.

Auman-auman dari para zombie perlahan meredam. Apakah mereka tak mengejar? Aku memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Benar. Mereka sudah tak terlihat ketika kami melewati belokan.

Kami segera masuk ke arena di mana para penumpang akan melakukan check-in. Akhirnya kakiku teristirahat dengan duduk di bangku panjang.

Dadaku naik turun akibat bernafas dengan tempo yang cepat. Keringatku semakin banyak dan membasahi pakaianku.

"Ja-jadi kita se-selamat?" Keisha bertanya dengan mata yang berbinar-binar.

Aku tersenyum lebar, belum sempat mulutku berucap, kakakku sudah berkata lebih dahulu.

"Kurasa belum. Lihatlah ini!"

Kami semua bergerak menuju ke arah kakakku yang berdiri di depan kaca besar yang berhadapan langsung dengan sebuah tanah yang lebar sebagai tempat berlabuhnya pesawat.

Deg!

Nafasku tertahan di tenggorokan.

"Itu kumpulan zombie?"

---

Dirgahayu Indonesiaku yang ke-72!!🎉🎉

Journey To The AirportTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang