BAB 9

5.1K 572 60
                                    

Hinata dengan terburu-buru melangkahkan kakinya menuju ruang Hokage. Kaki jenjangnya melangkah cepat, gadis itu tak sabar mendengar penjelasan Hokage mengenai masalah ini. Walaupun Kou sudah memperitahu Kakashi karena gadis bersurai ungu itu memaksa dirinya untuk terlibat langsung dengan misi.

Diperjalanan langkah gadis itu terhenti ketika menemukan seorang pemuda yang sangat amat dikenalnya, menghadangnya. Jujur, Hinata benci harus bertemu Naruto untuk saat ini.

Setelah penolakan yang Naruto lontarkan kepadanya kemarin malam apa pemuda itu belum puas sudah membuat Hinata terluka bahkan hampir mengakhiri hidupnya. Keterlaluan memang. Tapi yang lebih Hinata tak habis pikir kenapa dirinya jadi selemah ini hanya karena satu kata yang Hinata kenal dengan nama cinta?

Seharusnya cinta mampu mengikhlaskan kan? Kalau tidak mampu mengikhlaskan jatuhnya terobsesi. Oke baiklah Hinata malah membayangkan wajah gadis lain ketika membayangkan sebuah obsesi.

"Hinata ...." panggil pemuda itu lirih.

Dengan ragu-ragu Hinata perlahan mendongkakan wajahnya, memberanikan diri untuk menatap rupa pemuda yang telah memenuhi hatinya namun juga memberikan sebuah goresan luka.

"Naruto-kun ...." cicitnya dengan suara berusaha tegar. Tidak-tidak. Kau harus kuat Hinata. Yakinnya pada dirinya sendiri.

Iris Blue Shafire Naruto meredup. Hatinya mencelos melihat tampang gadis yang selalu tersipu malu di hadapannya itu kini terlihat kuyu. Tak ada lagi semburat merah. Yang ada, hanya pancaran luka. Hati Naruto mencelos.

"Hinata... Maafkan aku ...." ucap Naruto pelan.

Hinata hanya diam tak bergeming. Hatinya merasa sakit. Namun, bagaimanapun ia harus tetap terlihat kuat.

"Hinata... Soal kemarin---"

"Naruto-kun, soal kemarin lupakan saja. A-aku baik-baik saja."

Gadis memotong ucapan Naruto. Benar, perasaan cinta yang sesungguhnya memang harus ikhlas.

Lantas Ia kembali mengeluarkan senyuman palsunya. Membuat Naruto semakin merasa kecewa dengan dirinya.

"Hinata, kau tau jangan membuatku merasa bersalah. Semalam aku susah tidur untuk memikirkan ini. Maafkan aku Hinata. Aku sungguh menyesal. Tapi ku mohon mengertilah. Maaf. Maaf. Dan maaf. hanya itu yang biasa aku katakan padamu. Tapi percayalah semua akan baik-baik saja dan berakhir bahagia... Kau akan menemukan seseorang yang lebih baik dariku, Hinata."

Ucap pemuda itu panjang lebar. Sementara Hinata? Gadis itu tak bergeming.

"Karena aku tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang hanya sebelah pihak---" lanjut pemuda pirang itu lirih.

Hati Hinata semakin mencelos. Tapi ia harus kuat. Hinata adalah gadis yang kuat. Lagi. Ia menyakinkan dirinya sendiri.

"Naruto-kun.. Aku percaya. Jika semua akan baik-baik saja. Kita teman, kan?"

Gadis itu tersenyum, memegang tangan kekar pemuda itu dengan lembut. Menggenggamnya dengan tulus. Membuat bagian dalam hati Naruto bergetar.

"Aku berjanji, kita akan sama-sama bahagia ---dengan kebahagiaan yang kita cari dengan cara kita sendiri."

Gadis itu tersenyum, senyum yang lebih tulus dan hangat dari sebelumnya.

Naruto sedikit lega. Namun hatinya seoalah menyimpan sebuah perasaan berbeda. Naruto tahu gadis di hadapannya ini benar-benar memiliki hati yang mulia. Tapi kenapa hanya Sakura yang selalu ada dalam pikirannya.

"Kalau begitu sampai jumpa ya Naruto-kun." Hinata membungkuk hormat. Pamit.

"Umm ...." Naruto mengangguk singkat. Menatap punggung mungil gadis itu yang perlahan menjauh. Entah kenapa. Hatinya kembali mencelos.

STORY 2 : The Last •Sasuhina• [✔]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant