2💦 Untuk Nasyila

145 12 5
                                    

Bismillah..
.

.

Tangan mungil Nasyila berusaha menarik sebuah buku gambar yang berada di rak di depannya. "Oom, buku gambalnya mau yang walna bilu ini."

"Eeeh, jangan ditarik-tarik gitu, buku-bukunya bisa keluar semua. Sini sama Om." dengan pelan Ramzy menarik salah satu buku gambar berukuran A3 berwarna biru dengan motif awan. Kemudian memperlihatkan pada Nasyila untuk memastikan bukunya benar. Setelah mendapat anggukan, lantas buku tersebut dimasukkannya ke dalam keranjang belanja.

Setelah tadi Ramzy membereskan masalah kecil karena kelakuan Nasyila, Ramzy lantas membawa Nasyila ke toko buku sesuai janjinya pada Nasyila kemarin.

Dengan lembut Ramzy menggenggam tangan mungil Nasyila dan menuntunnya menuju area pensil warna.

"Pensil warna yang dipakai di rumah yang ini kan, Syil?"

"Iya, Oom," jawab Nasyila tanpa melihat pensil warna yang ditunjukkan Ramzy, ia sibuk melihat berbagai macam merk dan tampilan pensil warna yang terpampang di depannya.

"Oom, Cila mau yang ituu, walnanya banyak." tangan Nasyila menunjuk sebuah merk pensil warna dengan jumlah warna lebih dari dua belas yang berada di etalase gantung bagian atas.

"Yang ini ajalah, Syil. Kalau mau warnanya banyak kamu bisa campurin warnanya nanti di buku gambar." bujuk Ramzy.

"Gaak mauu, Cila maunya yang ituu Oom." Cila memulai aksi merengeknya.

"Yang ini aja, cantik. Lihat ini mah ada gambar beruangnya." Ramzy masih berusaha membujuk. "Yang itu mah gak ada gambar beruangnya."

Ramzy hendak menarik tangan Nasyila agar menjauh dari etalase pensil warna, namun Nasyila menyembunyikan tangannya. Ia enggan pergi sebelum ia mendapatkan pensil warna yang ia inginkan.

"Gak! Cila mau yang itu, Oom! Cila gak mau yang kemalin di beli Amah. Cila mau yang itu, iiih." Nasyila mulai berteriak.

"Iya iya, Om ambil yang itu. Tapi kamunya jangan nangis, oke." Ramzy berusaha berkata selembut mungkin, Nasyila mengganggukkan kepalanya.

Ramzy tercengang ketika melihat harga pensil warna yang diinginkan Nasyila, harga yang sangat bersahabat untuk ukuran pensil warna dengan banyak warna itu.

Pantas harganya bersahabat, dari tampilan dan juga kemasannya saja sangat kentara. Itu artinya ia harus mengorbankan sesuatu lagi. Jika ia tidak menuruti kemauan Nasyila, sudah di pastikan Nasyila tidak ingin pulang.

"Yang ini, kan?"

Nasyila menggangguk mantap. "Iya Oom."

"Ya udah, yuk ke kasir."

"Oom gak beli buku?" tanya Nasyila polos. Kepalanya mendongak agar bisa melihat wajah omnya.

"Gak," jawab Ramzy singkat.

"Kenapa, Om?"

Dia masih tanya kenapa? Setelah merengek ingin pensil warna dengan harga yang bersahabat ini? Ah, tapi mana dia mengerti soal harga. Sebenarnya ia tak masalah dengan keinginan Nasyila, namun kali ini ia tidak membawa banyak uang.

"Om beli bukunya nanti saja. Sekarang udah siang, kita harus pulang. Amah kamu juga kayaknya udah sampai ke sini."

"Amah mau ke sini, Om?"

"Iya, kita tunggu aja, ya."

Nasyila menganggukkan kepala, tapi kedua tangannya terulur. "Om, Cila mau digendong."

Ramzy terkekeh dengan permintaan Nasyila.

"Digendongnya nanti, ya. Om harus bayar dulu belanjaannya." Nasyila mengangguk lagi, dan segera meraih tangan Ramzy untuk digenggam kembali.

Setelah selesai membayar belanjaan, Ramzy berjalan menuju sofa tempat mereka duduk tadi dengan Nasyila dalam gendongannya.

Sambil menunggu orang tua Nasyila datang, ia berniat mengajak Nasyila membaca buku cerita yang tadi mereka beli.

Namun langkah Ramzy terhenti ketika Nasyila berteriak memanggil seseorang.

📚📚

"Amaaaah!! Cila di sinii Aamaah!!" teriaknya dengan tangan yang melambai-lambai lucu. Ramzy mengikuti arah pandang Nasyila, dan mendapati sepasang suami-istri berjalan ke arah mereka.

Suami-istri tersebut menghampiri mereka dan mengucapkan salam pada Ramzy.

"Assalamu'alaikum, anaknya Apah?" sapa sang ayah pada Nasyila setelah mendapat jawaban salam dari Ramzy.

"Wa'alaikumussalam, Apaah." tangan Nasyila terulur, meminta digendong sang ayah.

"Kamu pakai baju siapa, Syil?" tanya seorang perempuan, saat Nasyila telah beralih ke dalam gendongan ayahnya.

Tak mendapat respon dari Nasyila, karena sibuk berceloteh dengan ayahnya. Lantas ia beralih pandang.

"Dia pakai baju siapa, Zy?" tanyanya pada Ramzy.

"E-eh, yaa baju punya dia lah, Kak," jawabnya santai. "Masa iya baju orang lain dia pakai."

"Bukan gitu, masalahnya dia gak punya baju itu. Tadi pagi dia kan pakai baju warna hijau, dia sendiri yang minta," jelasnya, ada tatapan curiga pada pemuda di depannya ini.

"Baju yang tadi dia pakai kenapa, Zy?"

Kakaknya ternyata cukup peka terhadap perubahan tampilan anaknya. Oke, terlanjur ketahuan, maka Ramzy harus menjelaskannya.

Ia menghela nafas sejenak sebelum bercerita, "tadi kan dia makan es krim," ucap Ramzy, "aku suapin kok," ucap Ramzy cepat saat melihat tatapan tajam kakaknya.

"Tapi pas kak Aira telepon, ternyata dia makan sendiri, ya..otomatis es krimnya belepotan ke tangan, mulut sama bajunya," jelas Ramzy, kemudian melanjutkan, "kalau bajunya aku cuci otomatis kan bakal basah tuh, dia bisa masuk angin, dan kak Aira pasti marah, terus kalau gak dicuci tuh baju, kak Aira juga bakal marah, membiarkan baju Nasyila kotor gitu. Ya..jadi aku beli baju buat dia, Kak." Ramzy terkekeh saat melihat Almaira-kakaknya menghela nafas.

"Lain kali perhatikan kalau Nasyila sedang makan es krim. Jangan dikit-dikit kamu keluarin uang buat beli baju gitu."

"Hehehe, iya, Kak."

-🌸-

Alhamdulillah...

Bab yang agak pendek, ya? Maaf ya~

Moga suka!

Jangan lupa vote dan komennya, yaa!


[Grt-23.09.17]

Radar TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang