#40: As Long As You Love Me

3.2K 179 17
                                    

Bagaimana mungkin aku bisa tersenyum ikhlas melepasmu, sementara kaulah satu-satunya alasan yang bisa buatku tersenyum.

•••

Alea menatap lurus keluar jendela kamarnya. Malam itu Alea sengaja menyibak tirai jendela kamarnya agar ia bisa leluasa melihat taburan bintang di langit malam yang kelam dari balik kaca jendelanya.

Pada menit-menit pertama, Alea masih bisa menikmati pemandangan malam tersebut, namun di menit setelahnya, pandangannya mulai mengabur. Butiran bening yang sedari tadi di tahannya untuk tak jatuh dari sudut matanya, akhirnya luruh juga.

Kejadian tadi sore saat bertemu Rei di hadapan Natha masih saja terbayang jelas di hadapannya. Rasa sakit yang ia rasakan kala itu, masih saja terasa hingga saat ini. Rasanya begitu menyesakkan dada. Bagaimana mungkin Alea bisa baik-baik saja bila harus melihat orang yang sangat ia cintai diakui sebagai pacar oleh orang lain tepat di hadapannya?

Bagaimana mungkin Alea akan bisa bernapas dengan leluasa di kala hatinya begitu hancur dan perih menyaksikan Rei harus digandeng oleh gadis lain tepat di hadapannya?

Bagaimana mungkin Alea bisa tersenyum di kala mendengar ucapan dan tingkah manja Natha kepada Rei tepat di hadapannya?

Sungguh untuk menangispun Alea sudah tak sanggup lagi kala itu. Rasanya terlalu sakit. Sakit yang begitu menekan dadanya.

Alea kemudian mencoba memukul-mukul dadanya, mencoba menekan rasa sakit yang ia rasa. Namun rasa sakit itu semakin jelas terasa, mengiris perih dadanya. Napasnya semakin sesak, deraian airmatanya semakin membasahi kedua pipinya.

Harusnya Alea mendengarkan nasehat Amanda dan Elay. Bukankah sedari awal mereka seringkali memperingatkan dia bahwa apa yang ia lakukan sekarang hanyalah akan menyakiti dirinya?

Namun kembali lagi, Alea tak sampai hati untuk mengacuhkan Natha. Sikap Natha kepadanya sejauh ini begitu baik dan menyenangkan. Hanya saja momen seperti tadi tak pernah terlintas di benak Alea bila akan terjadi. Alea tak pernah berpikir bahwa ia akan mengalami hal itu, dan harusnya sejak awal ia sudah bisa menduganya bila pada akhirnya kejadian seperti tadi, di mana ia harus bertemu Rei saat berada bersama Natha, akan terjadi.

Kini hanya duka dan airmata yang harus di terimanya. Bila Alea masih saja terus-terusan berhubungan dengan Natha, maka kejadian seperti tadi, bisa saja akan terulang lagi.

Sanggupkah Alea?

Alea kemudian hanya bisa menangis dan menangis, berharap kesedihan ini akan segera hilang dan menjauh darinya.

Di tengah kesedihannya itu, sayup terdengar bunyi bel. Alea mengusap airmatanya dengan punggung tangannya. Selepas itu ia melirik jam wecker yang terletak di nakas samping tempat tidurnya. Pukul 23.05 malam.

Siapa gerangan yang datang bertamu di malam selarut ini? Dengan langkah lesu, Alea segera menuju ruang tamu dan membukakan pintunya.

Saat pintu terbuka, sosok Rei nampak tengah berdiri di depan pintunya. Rambutnya terlihat kusut dan berantakan. Wajahnya terlihat menyimpan begitu banyak kesedihan.

Alea mematung di tempatnya berdiri. Bahkan untuk membuka mulut untuk sekedar mempersilahkan Rei untuk masuk, Alea tak mampu.

Melihatnya, Rei kemudian langsung melesak masuk dan memeluk Alea. Tak ada satupun kata yang ia ucapkan. Hanya isak tangisnya yang lirih yang terdengar kemudian. Pelukannya di tubuh Alea semakin erat seiring derai tangisnya.

"Aku ga tau harus gimana lagi. Maafin aku yang hanya selalu nyakitin kamu. Aku ngerasa jadi laki-laki paling brengsek yang ga pantas untuk kamu. Aku mati-matian pertahanin kamu agar tetap di sisi aku, tapi tanpa sadar aku malah semakin ngebuat kamu terluka. Keegoisan aku malah nyakitin kamu. Malah bikin kamu menderita." Tangis Rei dengan tubuhnya yang terguncang-guncang dalam dekapan Alea

Alea diam tak bersuara. Semakin banyak derai air mata Alea. Wajahnya basah, hidungnya merah dan bibirnya bergetar. Tubuhnya ikut terguncang-guncang. Sungguh kesedihan semakin menyelimutinya. Sakit sungguh teramat sakit bila melihat Rei seperti ini.

Alea sadar, bukan hanya dirinya saja yang terluka. Namun Rei juga ikut terluka. Alea tak tahu lagi harus seperti apa ia menghadapi semua ini. Apakah ketegaran dan kesabarannya akan cukup? Namun mau sampai kapan ia harus terus-terusan seperti ini?

Bila harus memilih menyerah, Alea malah semakin sakit dan terluka. Hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat Alea begitu sakit, bagaimana bila kemudian ia harus merelakan Rei?

Alea tak sanggup, sungguh Alea benar-benar tak sanggup bila harus kehilangan Rei.

Biarkan saja seperti ini. Tak mengapa bila Alea harus terluka seperti ini. Asal perasaan Rei terhadapnya masih tetap sama. Selama Rei masih tetap mencintai Alea, maka selama itu Alea akan tetap bertahan di sisi Rei.

*

Elay menghampiri Alea yang tengah duduk di sofa, di sampingnya Amanda tengah asyik mengunyah keripik Kusuka yang merupakan cemilan favoritnya.

"Al, kemaren kenapa lo ngebatalin janji belajar bareng kita?" Elay menatap Alea penuh selidik.

Alea gelagapan dan akhinya hanya bisa menyengir karena tak bisa memikirkan jawaban yang pas.

"Lo lagi ada masalah?" Amanda menimpali.

Alea diam sejenak. Bila Alea jujur dan menceritakan yang sebenarnya, Amanda dan Elay pasti akan marah dan menceramahinya panjang lebar. Namun, Alea tak ingin menyembunyikan apapun dari keduanya. Bukankah mereka bertiga sudah saling berjanji untuk saling terbuka?

Setelah mengatur napas, Alea kemudian menceritakannya kepada mereka. Amanda dan Elay mendengarkannya dalam diam hingga akhirnya Alea selesai bercerita.

Alea sudah menyiapkan dirinya untuk mendengar omelan dari Amanda dan Elay. Namun yang terjadi selanjutnya, keduanya langsung memeluk tubuh Alea. Menepuk-nepuk pundak Alea.

"Al, gue sama Manda ga bisa maksain lo untuk ngikutin mau kita buat ngejauhin Natha. Meski menurut kita itu yang terbaik buat lo, tapi yang lebih tau semuanya itu hanya lo seorang. Lo yang paling tau sejauh mana kekuatan lo buat ngadepin semua ini. Cuma yang pasti, apapun yang terjadi, gue sama Manda bakalan selalu ada buat lo." Ucap Elay bersungguh-sungguh.

"Kita ga bakalan ngebiarin lo sendirian. Kita udah nganggap lo itu adalah bagian dari kita," tambah Amanda.

Alea tersentuh mendengarnya. Sungguh Alea pikir Elay dan Amanda pasti akan menyalahkannya karena tak mau mendengar nasehat mereka. Namun ternyata yang terjadi malah di luar perkiraannya.

Ada satu hal yang Alea syukuri dari masalah yang tengah di hadapinya saat ini, yaitu Alea bersyukur bisa dekat dengan Amanda dan Elay. Mereka begitu tulus dan menyayangi Alea. Alea bisa merasakan ketulusan mereka.

Kehilangan Taya memang begitu menyakitkan hati Alea. Taya bahkan sudah tak pernah lagi hanya sekedar bertegur sapa dengannya lewat pesan. Namun kehadiran Elay dan Amanda dalam kehidupan Alea saat ini, begitu amat berarti. Tidak hanya membagi suka dan duka, mereka menyayanginya selayaknya saudara. Untuk itu Alea benar-benar bersyukur.

TBC.

Maaf telat banget updatenya. Otakku lagi rada-rada ngambek nih ga bisa diajak kompromi buat nyari ide 😬 anyway, Happy Ied Mubarak bagi kalian yang merayakan. Maaf lahir bathin ya ☺️.

Gorontalo, 29 Juni 2017

HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang