14. begini akhirnya

20.7K 3.9K 107
                                    

Author pov

1 Minggu kemudian....

Selama 1 minggu belakangan ini, Anya rutin mengunjungi rumah Mark yang mulai tidak ada tanda-tanda kehidupan itu. Laki-laki yang dirindukannya itu sering kali menghilang dan menghindar darinya setelah kejadian malam itu.

Anya sudah berusaha untuk menjelaskan semuanya.

"Asal kamu tau Mark, kamu pikir nggak sakit dipermainkan seperti ini?" kata-kata ini sudah dipendamnya selama 1 minggu penuh. Gadis ini tidak ingin menyakiti Mark lebih dalam lagi. Walaupun semua alasan yang membuat Mark menjauh darinya, hanya salah paham.

Jaemin mencium keningnya, itupun bukan dia yang minta. Bahkan gadis ini tidak pernah mengharapkan kedatangan ciuman yang akan mengakhiri hubungannya dengan Mark seperti saat ini.

Ini untuk yang ke 27 kalinya, Anya selalu mengunjungi rumah Mark selama 1 minggu terakhir. Namun laki-laki yang dicarinya tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Semua media sosialnya off, persis seperti ditelan bumi.

Tok.. tok.. tok..

Seperti biasa, Mama Mark yang selalu menyambutnya. Namun kali ini, wanita itu terlihat berbeda, lebih rapi? Bahkan bau parfumnya menyeruak kemana-mana.

"Tante, Mark ada?" tanya Anya disertai senyuman yang tidak pernah luntur, selalu Ia bawa saat mengunjungi rumah kekasihnya yang bahkan mengunci kamar setiap gadis ini datang.

Wanita paruh baya itu mulai berlinang air mata kembali, "Sayang, tolong pulang saja. Tidak ada seorang pun yang ingin bertemu denganmu."

"Tante, aku pengen ketemu Mark. Sebentar saja, kumohon." permintaan Anya selalu sama setiap harinya, wanita itu tak dapat menolaknya.

"Ayo masuk." ajak Mama Mark sambil membuka pintu depan lebih lebar, membiarkan gadis ini masuk dan berjalan ke lantai atas. Tepat ke arah kamar Mark.

Gadis ini berlutut di depan pintu yang senantiasa terkunci itu.

"Mark, kamu masih marah?"

Tidak ada jawaban.

"Aku minta maaf, aku cuman pengen waktu buat jelasin semuanya."

Gadis ini mulai terisak dan menarik tali tasnya sambil meringkuk. Tangannya kini beralih menggedor-gedor pintu kamar Mark begitu keras, "Mark! Sampai kapan kamu menghindariku?"

"Mark."

Kembali, tidak ada jawaban.

"Mark! Lo punya mulut kan?! Jawab pertanyaan gue!" Teriak Anya sekeras mungkin. Air matanya mengalir makin deras.

Tubuhnya semakin lama semakin meringkuk, dia tidak bisa menahan tangisnya sendiri. "Mark, kamu maafin aku kan? Mark jawab!"

Tangannya kembali mengetuk pintu kamar Mark, sesekali gadis ini menempelkan pipinya ke lantai untuk mengintip dari sela-sela pintu kalau Mark ada di dalam.

"Mark, kamu kemana?" tanya gadis itu setelah melihat kamar Mark yang begitu gelap. Bahkan laki-laki itu lupa untuk membuka jendela kamarnya sesiang ini.

Tiba-tiba da yang menyentuh pundaknya dari belakang, Anya menoleh dan mendapati Mama Mark sedang terisak tangis juga dan menyeka hidungnya dengan tissu yang dibawanya.

"Sayang, besok kamu nggak perlu kesini lagi ya." ucap wanita itu sambil terisak.

Anya menggeleng miris, "Nggak! Aku mau Mark maafin aku dulu."

Wanita itu beralih memeluk gadis malang di depannya, "Sayang, kami sekeluarga akan pindah ke Amerika. Kamu-" ucapannya terpotong.

"Apa mark menyuruh kalian untuk menghindariku juga?!" teriak Anya. Dia benar-benar putus asa sekarang.

"Lupain Mark, kamu bisa cari yang lain. Okey?" ucap wanita paruh baya itu kembali sambil mendorong Anya ke arah pintu rumah. Dan menguncinya dari dalam.

"Nggak tante! Aku mau Mark! Tante! Aku pengen ketemu Mark!!" Teriak gadis itu kembali sambil menggedor-gedor pintu rumah dan tatapannya beralih ke arah jendela kamar Mark di atas sana.

"Mark! aku pengen ketemu kamu!!" teriaknya diiringi tangisan.

Hari ini selalu berakhir seperti hari-hari sebelumnya.

SUCH A LIAR / MARK ✓Where stories live. Discover now