=I=

26.7K 73 1
                                    

"Dino." Panggil ibu di depan pintu kamarku. Meskipun suara panggilan ibu itu lembut dan terdengar penuh kasih, tapi masih bisa kudengar dengan jelas. Sehingga aku lebih mengeratkan selimutku karna memang semalam aku bergadang untuk buat tugas matematika. Walau nyatanya tugas itu dikumpulkan tiga hari lagi. Dan jadilah sekarang aku masih mengantuk.

"Sayang, bangun yuk. Ibu sudah siapkan sarapan dibawah." Bujuk ibuku lagi.

"Sepuluh menit lagi bu." Tawarku karena memang masih ngantuk.

"Ayo turun dan makan. Kamu pikir sudah jam berapa ini?" Kata-kata ibuku mulai mengeras, tanda bahwa ia sudah mulai kesal membangunkanku.

"SAYANG, TEMANI AKU MAKAN DIBAWAH DONG." Teriak seseorang dari bawah. Yah siapa lagi kalau bukan ayahku. Orang paling penakut sendirian dirumah ini, apa-apa selalu mau ditemani.

"IYA-IYA SEBENTAR, AKU BANGUNIN DINO DULU." Ibuku balas berteriak agar terdengar sampai kelantai satu, tempat ayahku bersemayam.

"IYA TAPI CEPAT, AKUKAN TAKUT SENDIRIAN DIBAWAH." Jawab ayahku.

Diteliti dari kata-kata ayah, pasti si dua kebo belum bangun. Kadang aku berpikir, kenapa aku selalu dibangunin pertama.

"Dino, ibu bilang bangun." Ancam ibuku.

"Iya aku bangun." Dengan sangat terpaksa aku pun akhirnya bangkit dari tempat tidur.

Ku buka pintu kamarku, terlihat seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan yaitu ibuku. Wajah ibuku sudah sangat masam.

'Buuukkk'

"Auuuu, sakit bu." Keluhku kepada ibuku. Yap, dia memukul kepalaku. Hal seperti itu sudah tidak asing lagi buatku dan kedua kakakku. Karena ibuku ini emosinya tidak stabil seperti ABG Labil.

"Kamu sih kelamaan."

"Aku yang kelamaan atau ibu yang lagi datang bula-, Auuu."

Aku dicubit saudara-saudara. Oh betapa ibuku ini.

"Diam saja." Kata ibuku.

Tanpa sadar kami pun sudah sampai di meja makan.
Aku pun duduk dan mengambil nasi goreng diatas meja. Ada yang heran kenapa aku tidak bersiap untuk berangkat sekolah? Itu karena ini hari sabtu dan tentu saja libur. Oh ya, perlu kalian tau kalau aku ini kelas XII di SMA HARAPAN NUSANTARA salah satu sekolah unggulan didaerahku.

"Jojo sama Ave belum bangun?" Tanyaku kepada kedua orang tuaku.

"Mereka sudah pergi jogging dari tadi." Jawab ibuku. Ayahku pun hanya mengangguk.

"Tumbenan pergi jogging pagi-pagi, biasanya pergi tengah hari." Kataku mengkritik.

"Mana ada jogging tengah hari din?" Tanya ibuku sambil menggelengkan kepala.

"Ya ada bu buat mereka berdua." Jawabku.

"Kamu ini ada-ada aja."

"Hn, dilihat dari tampangmu yang kacau ini. Kamu belum mandi yah?" Tanya ayahku.

"Bagaimana mau mandi? Gosok gigi aja ga sempat." Jawabku.

"Ih kamu mah jorok. Lihat dong ayahmu ini. Pagi-pagi udah mandi, pakai parfum biar para ibu-ibu tetangga dan para abg-abg tertarik gitu." Balas ayahku.

"Hadeh, mulai lagi." Kataku sambil membuang napas kasar.

"Udah banggain dirinya? Kalau sudah ayo sana pergi godain tuh ibu-ibu tetangga." Tampaknya ibuku sudah kesal.

"Wah ada yang cemburu nih." Goda ayahku. Tetapi ibu hanya diam tanpa membalas perkataan ayahku tadi.

Lima menit pun berlalu tentu saja aku sudah selesai sarapan.

"Aku sudah selesai, mau mandi." Kataku dan bangkit dari tempat dudukku. Saat aku mau beranjak pergi ibu menahan tanganku.

"Sebentar jam 3 sore ikut ibu ke arisan yah?" Tanya ibuku.

"Apa bu?" Tanyaku balik.

"Kamu tuli yah? Ibu tadi bilang kamu ikut ibu kearisan jam 3 sore nanti." Jawab ibuku.

"Ajak Ave aja bu. Akukan laki masa ikut ibu kearisan sih." Tolakku.

"Iya tapikan kita itu janjian bawa anak yang paling bungsu, jadi kamu yang harus ikut." Ibuku menjelaskan. Memang aneh-aneh deh ibu-ibu zaman sekarang. Masa janjian bawa anak anak yang paling bungsu. Kalau anak yang paling bungsu udah kawin nanti gimana bawanya, coba?

"Iya tapikan bu, aku it-," kata-kataku terpotong.

"Tidak ada penolakan." Ibu lah yang memotong perkataanku tadi.

Dengan lesu aku berjalan keatas untuk mandi. Aku tau kalau ibuku itu tidak bisa dibantah.

To be continued

My FamilyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora