22. Terungkap

10.6K 858 64
                                    

"Jangan bercanda dengan penyakit anak saya."

Hendra menatap nyalang ke arah dokter muda yang baru saja menamparnya dengan sebuah kenyataan yang tidak mampu otaknya cerna dengan baik. Apalagi dokter muda inilah yang dulu pernah menghancurkan hidup putrinya.

Dia tidak mempercayai ucapannya begitu saja. Tangannya mengepal di atas pangkuan, siap untuk menerjang Kalva apabila lelaki itu berkata bohong lagi.

"Maafkan saya karena tidak bisa memberikan kabar menyenangkan kepada Om, tapi saya juga tidak bisa menyembunyikan tentang penyakit Lion."

Jika Hendra tidak melihat keseriusan dalam wajah Kalva, mungkin lelaki itu sudah berakhir mengenaskan di lantai sekarang. Namun, wajah tegang sekaligus tegasnya sudah menjelaskan apa yang baru dikatakannya tadi adalah sebuah kebenaran.

Kanker hati.

Sungguh, Hendra tidak pernah memikirkan tentang penyakit itu. Apalagi bisa menyerang Lion, putranya yang terlalu tangguh menurutnya.

Tubuh Hendra seketika melemas ketika mengingat kejadian di ruang kerja Kalva beberapa jam lalu. Kini dia menatap ranjang yang ditempati putranya dengan berbagai macam alat yang membantunya untuk bertahan hidup.

Sudah hampir tiga hari anak itu tidak melakukan pergerakan sama sekali. Dia masih tertidur dengan posisi yang sama dan alat yang sama namun kondisinya tidak kunjung membaik.

Lala tidak pernah meninggalakn Lion barang sedetik pun, dia selalu berada di sana, duduk memegang tangan adiknya yang dingin.

Hendra tidak tahu harus bagaimana sekarang. Hanya Tuhan yang memegang kendali hidupnya, hanya Tuhan yang memegang kendali hidup Lion.

Moza memeluk Hendra dengan pelan, meletakkan kepalanya di dada bidang milik suaminya itu.

Hendra bersyukur masih ada Moza yang dapat memberinya pegangan untuk bertahan sekarang, di saat badai sudah benar-benar menyapu bersih pertahanannya, wanita itu yang selalu membekapnya dan menguatkannya.

Sedangkan Lintang dia tidak pernah berbicara sejak kejadian malam itu. Dia menolak untuk sekolah, menolak untuk melakukan apapun, yang dia hanya inginkan adalah duduk di sini menatap wajah pucat adiknya.

Hanya dengan satu berita buruk mampu menghancurkan keluarga itu secara keseluruhan, mengambil semua keceriaan yang ada, melemparnya hingga tidak berdaya seperti sekarang.

Suasana yang tadinya hening mendadak menegang saat tubuh yang terbujur lemah itu tiba-tiba mengejang. Semuanya langsung mendekat, teriakan histeris diiringi dengan menderasnya kembali air mata yang mengalir membawa suasana semakin runyam sekarang.

Semuanya panik, Hendra segera menekan tombol darurat untuk memanggil dokter. Tubuh Lion yang terus mengejang membuatnya gelagapan tidak tahu harus melakukan apa, hingga akhirnya Kalva datang dengan tergopoh-gopoh bersama tiga orang suster.

Satu di antara ketiga suster tersebut meminta semuanya menunggu di luar. Walaupun mereka sangat ingin menemani Lion di sini namun mereka juga harus memberikan ruang untuk Kalva menyelamatkan nyawa Lion.

Moza menarik Lala ke dalam pelukannya. Melihat perempuan itu menangis histeris membuat sisi keibuannya keluar untuk menenangkan Lala.

Sedangkan Hendra, pria itu langsung duduk di kursi tunggu depan ruang ICU, dia meremas kedua tangannya yang bergetar hebat. Tidak bisa dipungkiri kejadian tadi mampu membuatnya ketakutan.

Lintang sendiri langsung terduduk di lantai, mengusap wajahnya berkali-kali dan menarik rambutnya frustasi. Cowok itu terlihat begitu kacau. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika hari ini Lion tidak bisa diselamatkan.

RaLion Where stories live. Discover now