Eight

33 2 1
                                    

Jika matahari saja ditakdirkan untuk membantu bulan agar lebih bersinar, mengapa kita tidak? - SDP


Author's POV

"Rio meninggal Sha" tutur lawan bicaranya yang berambut sebahu itu.

Meninggal

Mening.. Gal

Rio?

Rio meninggal Sha!

Kalimat-kalimat itu terus terulang dalam benaknya. Meski bibirnya tak berucap namun hatinya berbicara. Ia tak salah dengar kan? Apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu tak mungkin bualan belaka.

Rio, mantan kekasihnya yang tak sempat ia temui karena ia sudah terbawa emosi saat itu kini telah berbeda dunia dengannya. Dulu, senja yang ia lewati bersama Rio adalah waktu paling berharga baginya. Namun sekarang, Natasha harus menerima kenyataan yang sesungguhnya. Rio telah berbeda tempat dengannya. Peristirahatannya kali ini adalah akhirat sana bukan lagi pantai tempat mereka menghabiskan sore menikmati senja dengan damai.

"Aku mau nengok dia Clar".

Claria merengkuh sahabatnya sambil mengusap garis punggung Natasha. Kemejanya sedikit basah oleh air mata yang perlahan menetes dibahunya. Kepalanya pun tak luput ia usap.

Setelah tangis Natasha agak mereda dia mengangkat wajahnya, "Aku janji Nat, pulang sekolah kita ke sana ya". Natasha hanya mengangguk lemah. "Aku anterin kamu ke kelas dulu ya Nat. Kamu sama Ender kan kelas XII IPA I kalo aku IPA III, tau kan?", hanya anggukan kecil yang Natasha lakukan.

"Ya udah, ayo"

Mereka keluar dari kamar mandi tersebut. Langkah kecil keduanya diperhatikan jauh-jauh oleh seseorang di sana. Tepat setelah mereka berhenti, siswa itu langsung menggengam tangan Natasha.

Tangannya berhasil diraih lelaki itu.

"Lo kok kayak yang habis nangis sih Pie?" tanla basa basi, Ender bertanya sembari mengeratkan genggamannya.

"Gak papa. Lo gak usah khawatir" ujarnya sembari tersenyum kecut.

"Gak papa gimana? Lo sembab gitu. Ah, pucet lagi" Ender nampak lebih memerhatikan kondisi Natasha ketimbang gadis itu sendiri. Dia sangat khawatir pada gadis yang baru beberapa menit yang lalu nampak ceria bersamanya.

"Ya udah Ender, gue balik ke kelas dulu. Jaga dia ya", sambung Claria pamit dan langsung kembali ke kelasnya. Sementara Ender hanya menjawabnya dengan anggukan.

Langsung, Ender memegang bahu Natasha dan membawanya duduk di sebelahnya. Setelah gadis itu duduk, Ender menawarinya air mineral. Natasha pun langsung meraihnya dan meneguk air pemberian Ender.

Satu tangan Ender menempel pada pucuk kepala Natasha, "Gue anter ke UKS ya? Lo kurang fit, jadi lo gak akan mungkin fokus belajar. Pas pergi lo semangat banget, kenapa sekarang kayak gini?",

Sontak. Pertanyaan Ender membuat Natasha beku seketika. Apa harus ia mengatakan bahwa ia menangis karena Rio? Tidak, itu hanya akan membuat Ender gelisah. Cemburu? Bisa saja. Mungkin ia akan akan cemburu sebagai sahabat bukan lebih dari itu, iya kan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang