Satu

14.6K 415 4
                                    

Satu

Jendela kamar terbuka. Udara sejuk karena pendingin di pagi hari membuat gadis yang baru saja terbangun dari tidur lelapnya. Vania menyandarkan punggungnya dengan hentakan cukup keras di sofa yang berada di kamarnya. Nuansa kamar Vania berwarna biru muda. Ia sangat menyukai warna biru karena menurutnya, biru lambang kebahagian dan ia juga sangat menyukai pantai. Itulah sebabnya semua perlengkapan miliknya selalu saja berwarna biru namun terkadang terdapat juga warna lainnya.

Beberapa saat kemudian gadis berambut hitam dengan mata coklat bergegas pergi untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Hari ini ia akan masuk ke sekolah barunya. Setiap tahun Vania selalu saja pindah sekolah. Namun kali ini ia berharap kalau ia tidak akan pindah ke sekolah lain lagi. Ia sangat tidak mudah beradaptasi dengan baik dengan teman baru.

Bug!

Vania terjatuh dari kursinya saat ia ingin mengambil tas yang berada di lemarinya. Lemarinya sangat tinggi sehingga ia sulit untuk menggapainya. Tak lupa ia membawa kamera kesayangannya. Kamera itu peninggalan dari papa ya sebelum pergi yang kini membuat ia merasa kesepian. Sejak kecil Vania dekat dengan papanya dibandingkan mamanya. Mungkin karena ia selalu saja bersama dengan papa nya dibandingkan dengan mamanya yang sibuk urusan luar kota.

Hidup menyediri selalu ia rasakan setiap hari. Rumah yang besar tidak menjamin kebahagiaannya. Ia selalu saja membutuhkan seseorang untuk menemaninya. Sebenarnya Vania memiliki kakak laki-laki namun ia terpisah jauh karena sang kakak harus menyelesaikan kuliahnya di luar negeri. Salah satu temannya adalah Diary miliknya sendiri. Ia meluapkan semua rasa di dalam diary tersebut.

Ia melihat jam tangan biru yang biasa ia pakai ke sekolah. Ia terkejut melihat sudah 15 menit lagi bel masuk. Belum lagi ia harus menunggu kemacetan di Jakarta yang tidak ada habisnya. Ia pun berlari menuju gerbangnya untuk pergi sekolah dengan waktu yang tidak mungkin cukup. Kini ia sudah pasrah akan dihukum.

"Hei kamu!!!" panggil salah seseorang yang sudah ia yakini adalah guru piket yang akan menghukumnya. Kini Vania hanya pasrah menjalani hukuman yang akan ia kerjakan meskipun hatinya malas untuk melakukan hal yang baginya tidak penting. Seperti berlari, membersihkan taman, atau membersihkan toilet yang jelas-jelas bukan tugas seorang murid.

"I.. Iya pak" balas Vania dengan gugup sambil membalikkan badannya dengan senyuman di bibirnya.

"Saya tau kamu telat kan?"tanya nya lagi dengan mengambil sapu yang ada dihadapannya.

"Iya pak, Maaf. Tadi di jalan ada macet. Jadi terlambat deh" jelas Vania dengan sedikit kekhawatiran ia akan dihukum membersihkan taman sekolah yang cukup besar.

"Kalau sudah tau macet, kenapa jalannya kesiangan!" bentak nya lagi dengan mata yabg sudah ingin keluar. Memang, guru piket yang berada di hadapannya tidak ada tampang baik hati. Mungkin guru ini sudah lama mengajar disini atau guru ini terkenal dengan kekillerannya.

"Maaf pak, saya baru saja masuk di sekolah ini. Jadi saya tidak tahu jalan ke arah sekolah ini pak. Tadi saya sempat nyasar. Soalnya saya juga belum ada seminggu tinggal di Jakarta" lisan Vania dengan memasang wajah takut

"Sekarang kamu sapu dan bersihkan taman sekolah. Bergabung dengan siswa yang terlambat juga. Jangan berhenti sebelum bel pertama berbunyi. Ingat!! " seru Guru itu dengan membuat Vania merasa takut dengan pilihan sekolah mamanya.

"Baik pak. Saya akan melaksanakannya dengan baik.

Ya Tuhan, andai saja ia bisa memutar waktu untuk mencegah semua itu terjadi. Sayangnya tidak bisa. Bayangkan, ia harus membersihkan taman sekolah yang sangat luas sekali sampai benar-benar bersih dan rapi. Vania mengerang. Sungguh keterlaluan sekali guru piket yang berjaga hari ini!.

Alhasil, ia harus membersihkan lapangan dan taman yang sebelumnya sama sekali belum pernah ia lakukan. Di rumah saja pun, Vania jarang sekali membersihkan rumah. Ia hanya bisa membuat rumah menjadi berantakan. Bahkan cara memegang sapu saja ia tidak tahu. Oh Tuhan, Vania tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah ini dan berada di sekolah barunya? Selain itu juga banyak kakak kelas dan adik kelas yang memerhatikan dirinya. Mungkin mereka tertawa melihat Vania memakai perlengkapan serba biru muda yang sangat mencolok mata.

Sudah hampir satu jam Vania belum juga memasuki kelasnya. Mungkin sekarang rasanya ia ingin kembali ke rumah dan tertidur pulas. Namun itu semua tidak mungkin terjadi, lagipula guru piket tadi masih saja ada di meja nya yang dekat dengan pintu masuk sekolah. Ia pun mengigat sesuatu. Dengan segera ia mengambil kamera kesayangannya dan ia memotret moment yang jarang ia temukan.

Ia memotret taman sekolah yang begitu indah dan luas. Ia tersenyum karena hasil jepretannya bisa saja di simpan di dalam museum karena ia memang berbakat dalam hal fotografi yang menjadi hobinya saat ini. Ia mengalihkan fokus kamera ke arah lapangan yang saat ini sedang banyak siswa berolahraga. Ia memotret siswa tersebut dari kejauhan. Namun sialnya, ia memotret seseorang yang sangat jelas sekali. Seseorang yang mengenakan kaos olahraga dengan tatapan tajam menghadap kamera dan sangat dekat dengan dirinya.

Vania menurunkan kamera nya dan menatap seseorang yang ada di hadapannya. Ia takut dengan orang itu karena tatapannya sangat tajam seperti elang namun wajahnya membuat Vania tersenyum kegirangan. Karena orang yang ada dihadapannya ini sangatlah tampan dan mampu membuat vania melayang keudara.

"Ehem!" ucapnya lantang. Masih dengan tatapan yang tajam seakan ingin menerkam Vania. Namun Vania masih saja melamun memandangi lelaki tersebut.

"Hei!!! Kayaknya lo gak denger ya? " bentaknya lagi. Vania mendengus kesal karena lelaki itu. Ucapannya singkat tetapi sangat menusuk perasaan orang.

"Maaf tadi gue mau foto yang lagi okahraga tapi tiba-tiba lo lewat jadi kena foto deh" gumam Vania dengan menunduk karena takut menatap mata lelaki itu.

"Sorry, bisa lebih sopan ga? Gue setingkat diatas lo. Gue itu lagi ngomong tapi kenapa mata lo melihat yang lain sih? Hargai gue!!! . "Singkatnya

"Maaf kak. Tadi gue gak sengaja. Sumpah kak tadi gue gak ada niat buat foto kakak. Maafin saya kak" lisan Vania dengan menahan rasa takut dihatinya.

"Gue kasih tau sama lo! Gue paling gak suka ada orang yang sembarangan foto gue. Ngerti?" ancamnya dengan mencengkram tangan Vania yang membuatnya ketakutan.

"Iyaa.. Iya ngerti kak" singkat Vania dengan menahan rasa sakit di tangannya.

"Gue tanya sekali lagi sama lo. Lo ngerti gak? Paham gak? " Bentak nya lagi dengan keras.

"Iya kak saya mengerti kak. Saya minta maaf sekali lagi" lisan Vania yang menahan tangisnya karena rasa ketakutannya.

Bagian satu nya bagaimana? Bagus apa jelek wkwk lagi coba bikin yang romance nihh.. Butuh votenya biar aku semangat mwihihi..

Please, hold on [ selesai ]Where stories live. Discover now