A Bunch of Demons Who Fall in Love (Part 17)

168 27 14
                                    

#Berlayar di Jikjik, Iblis Merah.

     Tidak pernah ada teori kepastian yang selalu kau yakini benar adanya itu, karena semua keputusan ada dalam pikiranmu: pikiran yang orang lain tak tahu.

     "Benarkah kau tidak ingin ikut dengan kami?" tanya L21.0.

     "Oppa pergi saja. Temui rekan-rekan yang lain. Kami di sini baik-baik. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain menunggu semua kembali normal. Dan lihatlah di sana. Dengan kedua mataku, ini pertama kalinya kulihat aurora bersemi di langit Jikjik, indah. Apakah aurora hanya menyebar di langit dengan warna itu? Slow... Blue... Ocean? Jika iya, seumur hidup aku ingin bermandikan kristal slow blue ocean tanpa ingin berhenti. Merekalah yang akan menghilangkan julukan kota mendung. Iya kan, oppa?"

     S21 dan L21.0 tercekat. Keduanya tidak bisa menjawab pertanyaan itu, tentu, mereka bahkan tak pernah melihat aurora sebelumnya. Jika memang ada warna lain selain slow blue ocean, keputusan paling tepat adalah: warna itu yang terindah. Penampilan aurora yang mempesona boleh saja direfleksikan dengan warna apa pun, tapi hanya satu yang mampu menyelami perasaan hingga ke dalam titik nadir: itu dia, slow blue ocean.

     "Kau benar tidak bisa ikut dengan kami?" L21.0 bertanya untuk kedua kalinya.

     "Ada hal yang lebih penting yang harus oppa lakukan. Aku ingin membantu. Aku tidak pergi karena ini satu-satunya caraku membantu kalian. Cukup ingatlah namaku dan beritahu siapa nama kalian. Dengan demikian, aku akan tetap kuat bersama orang-orang di sini.. menunggu bantuan oppa semua," jawabnya tersenyum. Ia tidak memiliki beban dan hanya tersenyum tanpa syarat.

     S21 berhenti berpikir untuk mengajaknya pergi, sebaliknya, ia memeluk erat gadis itu. Ditepuknya punggung tegar miliknya dengan telapak tangan yang hangat menenangkan. Ia lalu berbisik: ingatlah aku, simpan nama ini dalam hatimu dan tunggu kabar dari kami, aku Seo Eun Kwang.

     L21.0 menarik lengan S21, mengisyaratkan agar rekannya menyudahi itu. S21 menjauh, dengan terpaksa. Gadis itu, dengan mata berkaca-kaca dan senyum yang kembali terpancar, beberapa kali menggumamkan nama Seo Eunkwang.

     "Hei, Nona. Aku tidak akan memberitahukan namaku sebelum kau menyebutkan namamu," goda L21.1.

     "Aku Melody."

     "Baiklah, jadi seperti ini perpisahan kita. Kami tidak akan lama, Melody. Menunggu adalah aspek terindah yang selalu dilalui manusia dalam rotasi kehidupannya. Jadi, selama menunggu kedatangan kami, lakukan segala sesuatu yang menyenangkan dan jangan buat dirimu terluka ataupun sakit. Setidaknya, jika kau mulai jenuh menunggu, kau bisa mengingat namaku yang sulit: Lee Minhyuk."

     L21.0 merengkuh bahu Melody masuk dalam pelukannya. Keduanya bisa merasakan degup jantung masing-masing, seimbang, beraturan. Mata laki-laki itu memerah, dadanya mendadak sesak meski nadinya bergerak teratur.

     "Kita harus pergi, L21.0"

     "Kami akan merindukanmu, Melody..." Kecupan terakhir di kening membuat Melody basah air mata. Ia tak sedih, hanya ada rasa bahagia yang membuncah dalam benaknya: rasa bahagia sekaligus usaha tegar menghadapi menit-menit berikutnya tanpa mereka berdua. Setidaknya ia sudah memberitahu kemana keduanya harus pergi: basecamp para robot, aula yang gelap.

~ Klimaks ~
(Bersambung ke resolusi Part 1)~

[2017] A BUNCH OF DEMONS WHO FALL IN LOVE ☑Where stories live. Discover now