"Mas, sarapan dulu yuk? Udah aku buatin tumis kangkung kesukaan kamu."
Kepala Zahra menyembul di pintu kamarnya, melirik suaminya yang masih sibuk di depan meja kerjanya menatap layar laptop.
"Hm." jawab Abyan sekenanya namun masih tetap tak bergeming dari tempatnya.
"Ada tempe goreng keringnya juga loh." tambah Zahra.
Rayuan maut Zahra dengan makanan kesukaan Abyan pun masih juga tak berhasil membuat suaminya berpaling dari layar laptopnya.
Lagi-lagi suara sahutan kecil terdengar datar dari mulutnya hanya saja kali ini terdengar lebih panjang. "Hmm."
Kepulangannya yang tiba-tiba ini meninggalkan banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan di minggu ini.
Dengan terpaksa sejak semalam, Abyan lebih asik berkencan dengan laptopnya dibandingkan dengan istrinya sendiri. Zahra yang berniat untuk menemani Abyan hingga pria iu menyelesaikan pekerjaannya pun justru malah tertidur di samping Abyan di depan meja kerjanya.
Sesekali saat Zahra terbangun dari tidurnya dan melihat suaminya yang masih saja berkutat di depan laptopnya, ia menawarkan diri untuk membuatkan teh hangat untuk menemani Abyan bekerja sambil memijat bahu Abyan untuk menghilangkan pegal di tubuh suaminya.
Bahkan setelah selesai sholat subuh berjama'ah di masjid, Abyan kembali lagi berkutat di depan laptopnya seolah-olah ia sama sekali tidak merasa kelelahan.
"Sayang? Makan dulu yuk?" kedua tangan Zahra melingkar sempurna di leher Abyan, memeluknya dari belakang. "nanti habis makan, baru dilanjutin lagi, ya?"
Dengan posisi seperti ini, Zahra bisa mencium aroma tubuh Abyan yang masih sangat khas bercampur dengan sisa aroma pelembut pakaian yang tertinggal pada kaos abu-abunya.
Sesekali Zahra berusaha menciumi pipi Abyan sekenanya dan berharap suaminya bisa menghentikan pekerjaannya sekejap, dan menuruti permintaannya untuk sarapan bersama.
Abyan menghentikan tangannya yang memainkan mouse. Abyan bisa merasakan hembusan napas Zahra tepat di samping telinganya, membuat ia memiringkan kepalanya untuk melihat wajah istrinya, lalu tersenyum.
"Sebentar lagi ya, sayang?" pinta Abyan lembut.
Zahra menggeleng pelan. "Sarapan dulu, baru boleh lanjut lagi."
Abyan kembali menatap laptopnya bimbang.
"Setelah itu, aku izin pergi ke kampus sebentar ya mas, ada yang harus aku kumpulin ke dosenku." lanjut Zahra.
Zahra yang bergelayut manja di bahu Abyan tiba-tiba terkejut saat suaminya langsung menutup layar laptopnya begitu saja.
"Aku antar." kata Abyan setelahnya.
Entah mengapa kalimat itu terdengar begitu posesif di telinga Zahra hingga menimbulkan rona merah di pipinya.
Abyan yang sadar saat rangkulan tangan Zahra melonggar, menarik kembali tangan istrinya itu lebih erat.
"Kenapa?" tanya Abyan bingung.
Zahra menggeleng pelan sambil menahan senyumannya. "Kamu beneran mau antar aku? Kamu kan capek mas, sejak semalam belum sempat istirahat, nanti kalau--"
Abyan melepaskan kedua tangan Zahra sebentar sebelum akhirnya ia membalikkan tubuhnya, menatap istri di hadapannya sambil menarik ujung-ujung bibirnya membentuk senyuman manis.
"Zahra Fatimah, istriku. Aku ini suamimu, aku punya kewajiban untuk menjaga kehormatanmu lahir dan batin. Jadi, izinkan aku untuk menunaikan salah satu kewajiban aku, ya?"

YOU ARE READING
As-Syauq (Rindu)
Spiritual2nd story of Zahra dan Abyan :) Deskripsi cerita menyusul yaa ;)