PART 7

2.4K 206 14
                                    

Hello, genggs! It's early update! Karena authornya mau ke luar kota wqwq takut nggak ada sinyal heuheuheu, enjoy gengs!

---

Sekarang adalah bulan puasa. Aku merencanakan untuk buka berdua di sela-sela kesibukan kami. Setelah hampir jalan setengah bulan, ia baru saja bisa untuk diajak makan bersama. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan, ia tidak sampai menghubungiku saat lagi sibuk.

Aku pukul tiga sudah diperbolehkan pulang. Kebetulan Bang Azka baru saja menjenguk temannya di Rumah Sakit. Ia berniat untuk mengajakku buka bersama, tapi tidak tahu di mana.

Ia duduk di kursi dekat ruanganku mengenakan baju dinas berwarna biru-kelabu, “Bang, sekarang?”

Bang Azka berdiri dan berjalan ke arahku, “Makan di mana nih?”

“Aku tahu tempat gado-gado yang enak!”

“Boleh deh,” Bang Azka mengiyakan.

Kami berdua pun memasuki mobil. Kali ini aku yang menyetir. Lagipula tempatnya lumayan jauh apalagi macet.

“Tumben diem aja, Bang.” celetukku memecah keheningan.

“Diem deh, Abang tadi sahur diucapin ‘Selamat sahur’ sama Tanti.” ia senyum-senyum sendiri, pandangannya menerawang.

“Huh, sekali-kali ngajak makan bakso di bawah Monas kek, nanti berasa makan steak di bawah menara Eiffel.”

“Kapan bisa ketemu, coba? Dia di Bogor, aku di Surabaya. Pas aku balik ke Jakarta, dia balik ke Jogja.” sungutnya.

“Siapa tahu ketemu di satu helikopter? Siapa tahu?” aku tertawa geli disampingnya.

“Ah, nggak lah, nggak mungkin!”

“Ngomong-ngomong yang sakit siapa tadi, Bang?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Oh, tadi Mayor Rusli.”

“Sakit apa emang?”

“Lever.”

“Wah, nggak boleh makan yang berlemak tuh.”

Ding ding

Aku melihat ponselku mendapatkan panggilan telepon. Kuraih ponselku di dasbor mobil. Aku melihat nama Mas Aryo menelponku sekarang. Keringatku mulai mengucur deras saat ponselku diraih cepat oleh Bang Azka. Bang Azka menaikkan satu alisnya menandakan ia heran, “Aryo siapa ini?”

“Oh, hehehe, i-ini temen SMA kok, Bang.” aku kebingungan untuk mencari alasan.

“Kenapa telepon kamu? Jarang banget temen SMA-mu nelpon kayak gini.”

Mampus gue.

Bang Azka mengangkat telepon, “Maaf, nomor yang Anda tuju, sedang ketemu sama Abangnya!” ia langsung memutus panggilan itu dan meletakkannya di atas dasbor, “Senang kan?”

Mampus, San, mampus!

“Ngomong-ngomong, udah sampe nih, Bang!”

Aku memarkirkan mobilku di sentra PKL yang ramai itu. Maklum sudah waktunya mau buka puasa, suasana ramai pun tidak diragukan lagi. Suara kompor nasi goreng dan wajannya terdengar nyaring hingga parkiran, suara peluit juru parkir, rentetan bunyi klakson disertai orang-orang marah-marah ingin sampai rumah, suara nyanyian anak-anak punk, dan banyak lagi saling membaur satu sama lain.

Bang Azka turun terlebih dahulu untuk memesan makanan dan mencari tempat. Aku masih berada di dalam mobil untuk menghubungi Mas Aryo.

Mas Aryo, maaf, tadi Abang iseng jawab teleponnya. Ini lagi sama Abang hehe, love you!’ tulis pesan obrolanku untuknya.

Ketika Abang KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang