eighteen

2.8K 332 149
                                    

DELAPAN BELAS

Awalnya Ratih sempat menolak tawaran Maes tentang menjadi Candra sehari itu, tapi akhirnya ia setujui juga karena kalau dipikir-pikir selama ini Ratih cukup jahat. Tidak mau menerima Maes dan terlalu egois menginginkan Candra. Sehingga Ratih membulatkan tekad untuk mulai lebih bersahabat dengan sisi lain Candra itu.

"Mcd dulu yuk! Laper nih!" Retta berkata sambil mengelus perutnya. Pulang sekolah memang cacing-cacing di perut minta diisi.

"Gak bisa, Ret. Gue langsungan aja ya?"

"Mau kemana emang? Buru-buru banget?"

Mau jalan-jalan sama Maes. Batin Ratih.

"Ada acara gue."

"Acara apaan?"

"Kok lo kepo?" Ratih memasang ekspresi sinis pada Retta. Biasanya kalau Ratih sudah mulai menunjukkan wajah bete, Retta bakal langsung diam.

"Hehehe sori. Yaudah sana hati-hati."

Nah kan bener.

"Oke. Duluan ya!"

Ratih langsung mengambil langkah seribu. Maes bilang akan menjemputnya di gerbang belakang sekolah karena kalau di gerbang depan katanya rawan ketahuan anak-anak. Walaupun Candra sudah sedikit terlupakan tetap saja kalau Candra tiba-tiba nongol, anak-anak tetap histeris. Belum lagi jika ketahuan Dani, Bagas atau Pebri. Bisa-bisa tiga cowok itu langsung memeluk Maes di tempat umum layaknya teletubbies. Pas banget kan ada empat. Terus Dani yang jadi Po karena itu cowok paling kecil. Ah pasti gemas lihat empat cowok ganteng-ganteng lagi berpelukan.

"Mau kemana?"

Padahal tinggal beberapa langkah lagi Ratih sampai di area gerbang belakang, sebuah suara menginterupsi dia. Jordan mencekal tangan Ratih erat seolah-olah Ratih mau kabur. Hello! Emang Ratih tahanan Jordan apa?

"Gue mau pulang Jor."

"Kok lewat belakang?"

"Lah? Suka-suka gue dong!"

Jordan menyipitkan matanya merasa ada yang tidak beres dengan Ratih. "Gue masih kesel soal sprei gue yang kena darah lo itu ya."

Allahuakbar! Ratih merasa mukanya memerah sekarang ini. Permasalahannya, dari tadi Jordan selalu mengungkit-ungkit kejadian memalukan itu. Berulang kali Ratih sudah minta maaf tapi Jordan tetap meledeknya.

"Yaudah. Lo mau apa sekarang?"

"Pulang bareng gue," pinta Jordan tegas.

"Gak bisa."

"Kenapa?"

Ratih menghembuskan napasnya kasar. Memilih tidak menjawab pertanyaan Jordan dan mulai mencoba melepaskan cekalan Jordan. Namun cowok itu tak membiarkan tangan Ratih lepas dari cengkramannya. Mungkin besok pagi pergelangan tangan Ratih akan memar membiru.

"Lepas!"

Masih berusaha menahan tangan Ratih, Jordan merasakan ponsel di saku celananya berbunyi. Sambil saty tangan berusaha mencekal pergelangan Ratih, tangan kanannya yang lain mengambil ponselnya.

"Halo, Li?"

"..."

"Gak bisa. Tolong jangan sekarang."

"..."

Jordan mendesah mendengar nada memaksa Ali di seberang. Mengapa momentnya tidak tepat? Padahal Jordan berencana mengikuti Ratih sehabis ini.

"Oke gue kesana sekarang."

Bersamaan dengan itu Jordan melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Ratih. Sontak Ratih tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia langsung berbalik berniat berlari menuju gerbang. Namun baru beberapa langkah ia akan berlari, kakinya dijegal oleh Jordan. Alhasil, tubuh Ratih terhuyung dan ambruk ke tanah. Beberapa bagian kulitnya terantuk konblok. Perih, Ratih merasakan darah mengalir dari sekitaran siku, telapak tangan juga lututnya.

THE UNWANTED YOU [Completed]Where stories live. Discover now