03-Masih sama.

10.6K 899 30
                                    

"Dimana para tetuah?"

"Di dalam, Tuan. Mereka sedang menunggu kedatangan utusan. Temui mereka di hall ruangan."

Penjaga yang menemani kami pun mengangguk dan berjalan masuk menuju bangunan yang masih kokoh. Segera saja kami mengikutinya dari belakang dengan gesit. Agar tidak ketinggalannya jejaknya. Dadaku bergerak naik turun untuk mengatur napasku yang tak teratur. Penjaga ini sungguh gesit. Gerakannya sangat cepat. Anggota teamku juga sangat cepat mengikutinya. Seketika aku berpikir ini aku yang lamban atau mereka yang terlalu gesit?

Aku tertinggal dengan jarak cukup satu meter dibelakang mereka. Aku sungguh lelah. Apakah Hall itu masih jauh? Saat tubuhku limbung, aku merasakan tangan hangat yang memegang erat lenganku. Lalu, menarik pergelangan tanganku. Sehingga aku terseret untuk mempercepat jalanku. Rasanya aku ingin berteriak padanya bahwa aku lelah berjalan sedari tadi. Namun, aku yakin dia tak akan menggubrisku. Karena dia adalah Alden.

"Selamat malam."

Kami memasuki ruangan itu dengan hati-hati dan menunjukkan rasa hormat. Aku yang berada di tengah hanya bisa meringis menatap pergelangan tanganku yang sedikit memerah karena terlalu lama digenggam oleh Alden. Tapi, melihat para tetuah di depan, membuatku lupa akan merah itu.

"Selamat datang di Ibukota sihir para penyihir muda. Kalian adalah yang terhormat, diutus kemari."

Kami menundukkan kepala sebagai rasa hormat kepada tiga orang tetuah itu. Wajahnya sudah sangat renta. Tapi, mereka nampak gagah dan berseri. Namun, gagah itu tertutupi oleh keriputan diwajahnya. Para tetuah itu berjumlah tiga orang, semuanya laki-laki. Yang paling depan memakai topi penyihir dengan syal merah di lehernya. Disebelah kanannya ada tetuah yang memakai syal biru. Di sebelah kirinya memakai syal cokelat.

"Perkenalkan, aku tetuah yang paling tua diantara tetuah, namaku Firrey. Kekuatanku api seperti warna syalku. Di sebelahku, dengan syal biru bernama Watte, kekuatannya air. Disebelah kiriku adalah Tann, kekuatannya adalah tanah,"

Aku mengangguk perlahan. Ternyata syal yang mereka pakai mempunyai arti masing-masing. "Ada yang tau mengapa kalian diutus kemari?" tanya Tann mengamati kami semua. Kami serentak saling berpandangan, memberi kode siapa yang akan menjawab, lalu semua mata tertuju padaku, Huft.

"Kami hanya diberitahu jika kalian membutuhkan bantuan kami, Tuan." ucapku berhati-hati. Bagaimanapun juga, kami hanya penyihir biasa yang secara beruntung berhadapan dengan para tetuah yang sangat melindungi dirinya dari mata orang-orang penasaran.

Para tetuah itu tersenyum hangat, "Benar. Kalian diutus untuk berjaga disini, dan membuat strategi secepat-cepatnya." Aku mengerutkan keningku. Bahkan, disekolah pun belum diajari membuat strategi. "Kalian kekuatan lengkap kan?" kami mengangguk secara bersamaan. Di team Mairy ini ada beberapa kekuataan. "Bagus, aku harap kalian segera mengerti tentang sihir dan bisa membantu kami."

...•••...

Malam kedua di Ibukota sihir. Semuanya masih biasa saja. Belum ada serangan hebat yang membutuhkan penanganan lebih. Semuanya masih bisa dibawah pengendali penjaga Ibukota. Dan, yah. Disinilah kami, duduk tak tentu arah, seperti orang merantau yang tak tahu akan melakukan apa selanjutnya.

Malam ini, kami memutuskan untuk berada bersama di perpustakaan Ibukota. Bukan, bukan perpustakaan utama yang menjadi tempat ilmu terbesar di sini. Namun, kami hanya pergi ke perpustakaan biasa yang berada dalam bangunan yang sama. Setidaknya, di sini bisa membuatku tenang. Dan mendapat sedikit informasi tentang semua yang terjadi ini.

Mairy Academy [END]Where stories live. Discover now