14

20 4 0
                                    

Kimi menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia menangis sejadi-jadinya tanpa mengeluarkan suara. Ruang ini sangat sepi, memang karena ruangan ini berada di sudut dan jauh dari keberadaan murid maupun guru.

Bahu Kimi bergetar, naik turun mengikuti intonasi tangisannya. Rambut dan bajunya sudah berantakan dan basah oleh keringat. Ruangan ini juga gelap dan pengap. Aliran listrik jarang bisa masuk ke ruangan ini kalau tidak ada yang memintanya.

Kimi berhenti menangis. Dia merasakan ada hawa yang aneh di kananya ini. Ketika dia membuka telapak tangannya, dia menatap ke arah orang yang baru saja duduk di kanannya. Adrian menatap lurus ke depan. Dia seolah tidak melibat Kimi. Namun Kimi langsung memalingkan wajahnya. Dia tidak mau ada orang yang melihatnya sedang menangis. Rasanya malu.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Kimi dengan suara tersegal. Dia kesulitan menghirup oksigen setelah menangis.

"Kalo mau nangis, ya nangis aja. Anggap aja gue gak ada di sini." Ucapnya santai.

Kimi kembali menangis. Kali ini suaranya tiba-tiba terdengar. Dia tidak tahu kenapa suaranya bisa keluar saat ada orang di dekatnya. Padahal dia sangat malu untuk menangis di depan orang.

F a n g i r l

"Lo mau kemana?"

Kimi memegang ganggang pintu, "lo mau ikutin gue lagi?"

"Lo mau kemana dulu?"

"Toilet." Jawabnya datar, kemudian membuka pintu dan menutupnya. Adrian diam ditempat, bingung. Dia tidak tahu harus mengikuti Kimi atau kembali ke kelas.

Namun detik kemudian Adrian telah memikirkan sebuah keputusan yang sangat bagus untuk saat ini.

Dia membuka pintu dan berlari mengejar Kimi. Kimi belum jauh berjalan. Ketika Kimi hendak turun, Adrian memanggilnya. Kimi berhenti dan berbalik.

"Lo punya janji sama gue, lo bakal ngajarin gue matematika. Dan dari kemaren kita janjian selalu gak bisa," alis Kimi bertaut. "Jadi gue minta sekarang ajarin gue matematika diperpus! Gak ada penolakan karena waktu lo minta gue temenin lo main timezone gue gak boleh nolak dan-"

"Oh, lo balas dendam?" Satu alis Kimi naik, menantang Adrian.

"Bukan! Maksud gue itu—"

"Gue lagi gak mood buat ngobrol sama orang." Kemudian Kimi berbalik kembali dan turun.

"Maksud gue bukan gitu. KIMI!!"

Kimi pura-pura tidak mendengar teriakan Adrian. Kimi terus turun, sedangkan Adrian mengejarnya. Ketika sampai di lantai bawah, Adrian menarik tangan Kimi. Namun Kimi tidak berbalik. Keduanya berdiri berpegangan tangan tanpa ada satu patah kata. Suasana sangat sepi, terlebih saat ini adalah jadwal sibuknya acara lomba dan letak tangga ini berada di sudut.

Kimi menyentak melepas paksa tangannya kemudian berbalik menatap Adrian yang cukup lebih tinggi dari dia. Dia baru menyadari itu. Kening keduanya sama berkerut, namun beda hal dengan air muka Kimi. Dia terlihat sedang menahan amarahnya yang sangat bergejolak.

"Kak, gue udah bilang—"

"Jangan panggil gue 'kakak'. Gue udah pernah bilang itu." Potong Adrian.

"Terserah! Gue lagi gak mau buat adu mulut sama lo, tolong beri gue ruang buat sendiri."

"Enggak! Gue gak mau."

Kimi memejamkan matanya dan memijat pelipisnya. Dia sudah muak dengan semua ini, mungkin Adrian bisa menjadi pelampiasannya untuk mengeluarkan semua amarah dan kesedihannya saat ini.

"Lo bisa gak sih gak usah sok jagoan kayak gini?! Apa? Lo mau terlihat keren di depan gue? Biar gue tersanjung sama perbuatan manis lo itu, trus gue jadi suka sama lo gitu? Please, itu ngebuat gue jadi ilfeel sama lo! Jangan sok care sama gue kalo lo punya maksud tersendiri ya—"

Adrian langsung menarik paksa lengan Kimi, otomatis badan Kimi semakin maju dan mendekat dengan Adrian. Kesempatan ini langsung Adrian ambil untuk memeluk Kimi, menenangkannya. Memang sudah sejak tadi Adrian ingin memeluk Kimi. Adrian tahu apa yang dirasakan oleh Kimi. Dia sedikit menguping pembicaraan Kimi di kantin tadi.

Setelah beberapa menit, Kimi mendorong bahu Adrian. Dia tersadar akan perlakuan Adrian yang sudah sangat keterlaluan. Dia terlalu sering memeluk Kimi tanpa dia sadar itu sudah melewati batas yang seharusnya.

"Dengan lo peluk gue, pegang tangan gue, apa itu gak kelewat batas!! Lo bisa gak sih gak usah kasih suatu rasa yang ambigu?" Kimi menarik napasnya. "Bahkan kita gak ada hubungan apa-apa, lo udah main peluk gue aja!" Kimi berjongkok kemudian, "gue itu baper..." Suaranya pun mulai mengecil.

Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Rasanya malu untuk menatap Adrian setelah berucap seperti ini.

Adrian tergelak ditempat.

"Gak usah ketawa lo!"

"Ah, iyaiya, sori. Tapi, lo beneran baper sama gue?" Tanya Adrian.

"Jangan di bahas, ih!"

"Yaudah, lo berdiri aja. Gak usah malu sama gue." Adrian membujuk Kimi untuk berdiri. Dia perlahan menarik bahu Kimi untuk segera berdiri. "Cepet berdiri, ah."

Mendengar nada kesal Adrian, Kimi pun berdiri.

"Hapus gih air matanya," Kimi pun menghapus air matanya dengan bajunya. Setelah itu dia menunduk malu. "Gak usah malu gitu, rada aneh rasanya. Tadinya marah-marah gak jelas sama gue, trus tiba-tiba malu-malu gini."

Kimi terus menatap kedua sepatunya. Dia benar-benar malu untuk kedua kalinya.

"Masa gue gak dihargain gini? Gue lagi bicara masa gak di lihatin sih?" Perlahan Kimi menengadah. "Eh mata lo sembab itu, lo mau ke tempat acara atau tetap di sini?"

"Eh tapi, lo berani ke sana dengan mata sembab gini?" Adrian terkekeh pelan.

"Gak usah ketawa, ih!"

"Oke oke." Adrian menatap Kimi yang semakin memerah saja. Perempuan yang berada di depannya ini sangat manis. Dan perempuan inilah yang membuat jantungnya berdebar sejak seminggu yang lalu.

Adrian langsung memeluk Kimi. Tubuh Kimi langsung menegang atas perlakuan Adrian ini.

"Tolong, jangan perlakuin gue kayak gini, kak—"

"Udah gue bil—"

"Jangan buat jantung gue meraton lagi. Lo itu kasih harapan terus menerus tanpa ada kepastian, gue capek..." Ucap Kimi dengan penuh penegasan.

"Kalo gue cium lo, berarti lo udah resmi jadi pacar gue gak?" Bisik Adrian tepat di telinga Kimi dengan jailnya. Pipi dan kuping Kimi tiba-tiba saja memerah. Bahkan Adrian bisa merasakan detak jantung Kimi yang semakin kencang.

Kimi melepas paksa pelukannya. Kemudian dia berlari meninggalkan Adrian dengan rasa yang campur aduk. Sedangkan Adrian terkekeh geli melihat lari Kimi.

Sepertinya Adrian sudah mulai membuka hatinya kembali. Sepertinya...

* * *

Lanjut ga ya:'(

FANGIRLWhere stories live. Discover now