PART 12. Masihkah Ada Harapan

486 13 0
                                    

Kekecewaan itu masih terbayang dalam benak Adrian meski telah satu bulan acara itu usai dilaksanakan. ia bertanya-tanya siapa bapak tua yang telah membaca lukisannya pada hari itu, ia tak sempat berkenalan. Perkataan bapak itu sangat menyentuh jiwanya untuk terus berkarya, berkarya dan berkarya.
Tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata ada pesan yang masuk.
“Met Milad yang ke-22, moga Allah memberikan kesehatan untuk selalu berkarya”.
By_Najla Zahra
Adrian jadi sangat penasaran, Ternyata Zahra tau bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya, apakah wanita sholehah itu hanya sekedar untuk menghibur hatinya yang sedang duka lara. Karena ia tidak pernah memberitahukan soal tanggal lahirnya.
Pesan dari wanita idamannya itu, memberikan semangat baru dan melupakan kekecewaan pada beberapa hari yang lalu, lagian ia ingat pesan Pepatah petitih Minang yang di katakana Bapak tukang bingkai waktu itu “Alam takambang jadi guru”.
***
“Gimana Zahra? Udah di SMS kan?”. Tanya Naila kepada Zahra.
“hmm udah Nai, ngomong-ngomong kamu tau darimana hari ini hari ulang tahunnya Adrian? Kalau salahkan aku jadi malu Nai”. Tanya Zahra yang ternyata ia mengetahui hari ulang tahunya Adrian dari sahabatnya Naila.
Naila berusaha melawan perasaannya, karena ia mencintai Adrian namun ia sadar Adrian tidak mencintainya dan Adrian itu mencintai Zahra. Dan ini lah salah satu jalan untuk menghibur Adrian yang sedang gundah gulana.
“Gak, waktu itu aku gak sengaja melihat data di kantor sebelum Acara Pameran kemaren”. Jawab Naila. “oh ya Zahra, gimana kalau kamu ngasih kado sama Adrian?, pasti dia senang tuch.” Lanjut Nya.
Sejenak Zahra berfikir karena seumur-umur ia tidak pernah memberikan kado kepada seorang laki-laki.
“tapi, apa itu gak berkelebihan?” Tanya Zahra.
“sahabat kita tu lagi kecewa berat Zahra, kamu gak mau kan kalau dia kecewa frustasi yang begitu mendalam”. Ungkap Naila yang mencoba membujuk Zahra untuk mau memberikan sebuah kado ulang tahun kepada Adrian.
“trus, aku mau ngasih apa Naila?”.
“ya. . yang sederhana saja Zahra”.
Secara spontan Zahra mengambil suatu benda dalam lemarinya, dan dibungkusnya dengan kertas yang sederhana, Zahra terlihar membuat pesan singkat dari sebuah kertas kemudian digulungnya kedalam benda tersebut, Naila yang melihat itu kebingungan.
“Zahra bikin apa?”.
Zahra memberikannya kepada Naila bungkusan kecil yang sangat sederhana yang terselip pesan didalamnya.
“Nai, hanya ini yang bisa aku berikan, tolong kasih sama Adrian ya.”
“Apa ini Zahra?,
“tapi katanya kado buat Adrian”. Jawab Zahra sambil tersenyum memberikan kado yang begitu sederhana.
“hmmm oh iyo yo, ayoo kita kasih”. Ajak Naila sambil menarik tangannya Zahra.
“gak Nai, kamu aja yang ngasih. Aku tunggu disini aja ya?”. Zahra malu ikut, karena tidak bisa dengan hal kemudian, tapi Naila tetap memintanya untuk ikut.
“gini aja, ayo ikut. Nanti kalau Adrian datang kamu sembunyi aja di belakang tiang masjid, gimana? Aku malas ni sendirian.
Zahra dan Naila pun menyepakati rencana itu, setelah bersiap-siap dan mengirim pesan melalui ponsel, mereka pun berangkat menuju Masjid untuk bertemu Adrian dan memberi kado itu.
Sesampai depan Masjid mereka berjumpa dengan Abdi yang ketika itu baru selesai membersihkan lantai Masjid, mungkin ini jadwal piketnya. Karena ia bersama beberapa temannya.
“eh Zahra, Naila Assalamualaikum”? ungkapnya Abdi sambil memakai sandalnya untuk menuju balik ke Asrama.
“walaikumsalam”, jawab singkat dari Suara mereka yang tidak begitu keras.
“oh yaa Zahra, aku turut prihatin ya dengan kejadian kemaren, karya Adrian dan kamu gagal di pamerkan. Coba aku yang jadi Adrian mungkin aku akan lebih hati-hati demi kamu”. Ungkap Abdi yang langsung meninggalkan mereka berdua menuju Asrama.
Zahra terlihat tidak menghiraukan kata-kata itu, dan menganggap semua itu merupakan pelajaran baginya untuk melangkah lebih maju kedepan dalam memberikan sebuah karya.
Beberapa menit kemudian terlihat dari kejauhan Adrian menuju ke Masjid.
“Zahra, kayaknya Adrian tu!, cepat kamu sembunyi”.
Zahra pun bersembunyi di balik tiang masjid yang ukurannya begitu besar sehingga cukup untuk bersembunyi bagi Zahra.
“Naila ma’af aku telat, tadi aku lagi mandi, ada apa Nai? Kayaknya  penting”.
“ini Adrian ada titipan buat kamu dari Zahra, katanya hari ini hari ulang tahunmu”. Ucap Naila sambil memberikan bingkisan kecil itu.
“SubhanAllah selain cantik dan sholehah ternyata Zahra begitu baik ya, Nai bilang sama dia ya aku suka kadonya dan jangan lupa titip salam rinduku padanya”.
Dibalik Tiang itu Zahra mendengar kata-kata Adrian ia merasakan cinta itu sebenarnya, tapi baginya sulit untuk berkata jujur karena demi menjaga Agama dan Akhlak dan martabatnya hingga sampai waktu yang tepat sesuai perintah Allah dan sunnah Rasulnya.
Begitulah seorang Zahra menjaga kesucian dirinya meski terkadang tak sesumprna seperti Maryam ibunda nabi Isa yang begitu taat dan menjaga kesucian dirinya. Namun Zahra selalu berusaha menjaga kesuciannya.
***
“dari mana Adrian?” Tanya Kahairul yang melihat Adrian begitu bahagia memasuki kamarnya. Khairul yang terlihat membaca Kitab itu sedikit penasaran, apa luka Adrian telah hilang fikirnya.
“dari Masjid, ne aku ada hadiah dari Zahra”. Ungkapnya sambil menunjukan bungkusan kecil yang terbungkus sederhana.
Ia pun duduk dan penasaran apa yang ada dalam bungkusan mungil itu, paling tidak bungkusan itu bisa membuat ia bahagia dan melupakan lukanya. Khairul yang melihat itu pun ikut penasaran.
Adrian membukanya sangat hati-hati, bungkusan itu begitu berharga baginya sehingga bungkusannya pun tidak ingin ia rusakkan. Berlahan-lahan ia pun membukanya. Dan ternya isinya adalah sebuah Qalam berwarna coklat yang berfungsi untuk menulis kaligrafi dan terselip sebuah surat yang bertuliskan pesan singkat. Dan iapun membaca.
“mungkin kado ini tak begitu indah, namun itulah yang bisa ku berikan padamu, harapan itu masih ada. Goreskanlah impianmu dengan Qalam ini, sehingga membuat semua bahagia padamu, termasuk aku”. Dari_Najla Zahra
Sebuah motivasi yang berharga bagi Adrian, meski kado itu sederhana namun mengandung makna yang teramat mendalam. Sebuah qalam sederhana yang dapat mengukirkan keindahan yang abadi. Cintalah yang membuat semua itu jadi penuh makna dan berharga.
“SubhanAllah”. Begitu kata-kata yang terlontar dari mulut Khairul yang berada di samping Adrian. Sungguh pelajaran yang tidak didapatkan dibangku pelajaran, kelihatannya Khairul ikut merasakan keceriaan itu. Dia memang sahabat yang begitu senang ketika melihat temannya juga senang.
Adrian tersenyum membaca tulisan itu kemudian ia melipat kertas mungil itu dan menyelipkan di dalam dompet lusuhnya yang terlihat begitu klasik dan terlihat juga ada foto seorang laki-laki dan perempuan yang terselip dalam dompetnya.
“foto siapa itu Ian?” Tanya Khairul sambil menunjuk kearah dompet menggunakan bibirnya.
“ini foto orang yang belum bisa aku bahagia kan, dia Ayahku dan Ibuku. Malahan aku sering buat ia menangis dengan tingkahku”. Ceritanya dengan haru.
“hmmm tapi kamu masih beruntung punya orang tua. Tapi aku hanya bisa berdoa untuk orang tuaku yang berada di alam sana, aku ingat terakhir aku melihat senyumnya waktu aku kelas 2 SD, sebuah kecelakan mobil yang membuat mereka tiada”. Khairul juga menceritakan keadaannya.
Adrian terharu mendengar cerita Khairul, ia merasa masih banyak harapan untuk melangkah dan membahagiakan orang-orang yang ia cintai. Terkadang hidup itu memiliki jalan yang berbeda dan hasil yang berbeda pula.
Pria berambut gondrong itu banyak belajar kesabaran dalam meniti kehidupan dengan Khairul yang selalu menjaga do’a di setiap sujudnya.
“Rul, ayo keluar”, ajak Adrian.
Adrian dan Khairul selalu mengahabiskan waktu luang didepan Asrama yang tersedia bangku panjang serta beberapa pemandangan yang bisa ia lihat dari jarak jauh di bangku tersebut. mereka selalu berbagi pengalaman cinta, hidup serta pengetahuan.
“Rul, dulu aku juga punya sahabat, namanya Nando. Tapi sekarang aku gak tau bagaimana keadaannya. Soalnya nomornya tak pernah aktif, dulu katanya dia ingin membantu orang tuanya berdagang. dia sahabat baik ku dulu”. Cerita Adrian, memang Nando sahabatnya di waktu kuliah di ISI Padang Panjang tak pernah ada kabar beritanya.
“lho, kok sampai menghilang begitu saja?” Tanya Khairul.
“Rul, aku dulu pemabuk dan aku dikeluarkan secara tidak hormat di kampusku bersama Nando, itu merupakan pengalaman berharga bagiku”.
Mendengar kata-kata itu Khairul sangat terkejut dan terheran-heran, ternyata temannya adalah mantan pemabuk berat dan berandal kampus yang kini telah banyak berubah.
“waah ternyata kamu pernah mencicipi minuman setan itu?”
“ia, emang kamu belum nyoba?”
“waduh, jangankan nyoba, lihat aja aku belum pernah. Hahaha”. Tawa Khairul.
“aku dulu juga gak nyangka, kenapa hidup aku begitu kelam. Seumur-umur baru sekarang nih hobi pakai baju koko dan shalat berjamaah, haha”. Hmm. Tunggu disini sebentar ya”. Ungkap Adrian.
Adrian menuju kamarnya ada sesuatu yang akan di ambilnya, ia pun mengambil sebuah benda itu yang tersimpan dalam koper yang dibawanya dari kampung. Ternyata dia mengambil sebuah album mini yang berisikan foto-foto masa lalunya dan memperlihatkannya kepada Khairul.
“nih bro, lihat Album foto-foto masa lalu aku, aku selalu membawanya sebagai bahan intropeksi diri dan untuk bernostalgia”. Dia memberikannya foto-foto ia di kampus dulu bersama Nando. Ada beberapa foto, foto ketika melukis, ketika mabuk-mabukan, ketika pesta. Dalam foto-toto itu tergambar betapa kelamnya kehidupan Adrian dengan minuman keras.
Khairul membolak-balik melihat album foto itu dengan begitu serius.
“wah. Bahaya juga ya kehidupan dulu, kayak berandal semua, hehe”. Tap sekarang udah gak kan?. Tanya khairul yang terlihat masih memperhatikan beberpa foto di Album itu.
“itu mutlak masa lalu aku Rul, aku akan berusaha menjadi yang terbaik dan selalu ingin menjauhi kehidupanku dengan minuman keras, itu juga alasan kenapa sampai saat ini aku berfikir pantaskah aku buat Zahra yang begitu sholehah”.
Banyak pelajaran yang ia dapatkan di pesantren, sehingga ia benar-benar meninggalkan kehidupan yang dulunya tidak bisa lepas dengan minuman keras. pengalaman-pengalamannya dipesantren membuat ia sangat mengetahui bagaimana kehidupan yang semestinya.
“rul, kamu jangan pernah cerita sama siapa-siapa ya tentang kehidupan masa laluku, karena aku takut semua orang menilai ku buruk”.
“tenang aja kok, aku bisa simpan rahasia. Lagian aku tidak mungkinlah menjatuhkan sahabat aku sendiri”. Jawabnya.
***
Dihening nya malam, Adrian memandangi qalam yang di hadiahkan Zahra kepadanya, dengan qalam inilah aku bisa merubah hidupku, dengan qalam ini aku tau apa tujuan ku ke pesantren kaligrafi ini. Mudah-mudahan dengan Qalam Cinta ini aku bisa membuat semua orang bahagia denganku, karena aku bukan sampah yang tak berguna. Fikirnya sambil merenungi dengan semua yang telah terjadi.

Qalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang