4

1.7K 335 14
                                    

[ WENDY ]

Jika aku bisa menggunakan sihir untuk menyembuhkan penyakit apapun, maka aku ingin menggunakan sihir itu pada Mama. Sudah setahun lebih sejak dokter memvonis Mama mengidap kanker payudara stadium dua.

Saat tahu tentang fakta ini, Papa jadi semakin disiplin antara bekerja dan mengurus Mama di Rumah Sakit. Kakak juga begitu, bekerja keras mencari uang untuk membantu pengobatan Mama. Sedangkan aku, tidak berbuat apapun.

Keluarga kami membutuhkan uang dengan jumlah yang sangat banyak untuk mengatar Mama berobat di Belanda. Waktu yang dimiliki Mama hanya sedikit. Karena itu aku berusaha keras untuk mencari kontrak dan menjadi penyanyi. Uang yang kuperoleh akan kugunakan untuk membantu pengobatan Mama.

Tapi apa yang akan keluargaku katakan, jika aku memberitahu mereka bahwa aku sudah menyerah?

Seperti sekarang. Bukannya berusaha untuk mencoba audisi di tempat lain, aku malah sedang berada di taxi bersama Irene, sahabatku. Irene mengajakku ke suatu tempat yang bernama Café Hometown.

"Sudah sampai," ujar Irene kemudian membayar biaya, bersamaan denganku yang turun dari taxi.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam malam. Udara Kota Seoul sangat dingin saat ini karena Bulan Desember. Café Hometown dengan cahaya berwarna jingga seakan mengundangku masuk untuk merasakan kehangatan.

"Tunggu, Wendy!" seru Irene kemudian tangannya bergerak untuk merapikan rambutku. "Sudah sempurna. Kau sangat cantik."

Aku tersenyum pada Irene. "Terima kasih."

"Ayo masuk," ajak Irene sambil menarik tanganku.

Aroma kopi yang kuat menjadi hal pertama yang menyambutku di Café Hometown. Suasana di sini benar-benar hangat dan harmonis. Tempat ini sangat cocok dengan kepribadian Irene.

Sahabatku saat ini masih menarik tanganku dan membawaku menemui seseorang yang aku pikir adalah yang memiliki jabatan tertinggi di Café Hometown. Orang itu bernama Jaebum.

"Wendy, ini Jaebum. Dan Jaebum, ini Wendy yang kuceritakan kemarin," ujar Irene memperkenalkanku pada Jaebum.

Senyum lebar terukir di wajah Jaebum. "Halo, Wendy. Aku sudah mendengar banyak tentangmu dari Irene. Apa kau siap?"

"Siap apa?" tanyaku tidak mengerti.

Irene menggigit bibirnya sebelum menjelaskan, "Hari ini aku membawamu kemari untuk memberimu pengalaman baru. Kamu lihat panggung kecil di sana?"

Mataku langsung bergerak pada objek yang ditunjuk Irene. Sebuah panggung dengan sebuah kursi, dua speaker dan satu microphone yang sudah tertata rapi untuk live music.

"Iya, aku lihat. Memangnya kenapa?" tanyaku lagi.

"Aku dan Jaebum ingin kau bernyanyi," jawab Irene membuatku tersentak.

"Irene..." gumamku ragu. "Kau membawaku ke sini untuk bernyanyi? Kau tahu kan perasaanku sedang tidak baik karena minggu lalu aku—"

"Ditolak oleh Antena Records. Aku tahu," sambung Irene lalu menggenggam tanganku erat. "Aku hanya ingin memberimu kesempatan lagi, Wendy. Jangan menyerah. Aku mohon."

Ya Tuhan, aku tidak mengerti. Irene begitu baik padaku. Irene tidak tahu apapun tentang kondisi Mama, Irene sudah memiliki karir yang menjamin masa depan, tapi Irene masih melakukan segala hal untuk menolongku.

"Satu lagu saja cukup, Wendy. Aku ingin orang-orang mendengarmu," ujar Irene berusaha.

"Ayo. Kuantar ke panggung," kata Jaebum kemudian aku mengangguk.

Bohong jika kukatakan bahwa aku tidak gugup. Aku sangat gugup dan sangat tidak percaya diri. Di depan para pengunjung Café Hometown ini, aku akan bernyanyi.

Aku meraih sebuah gitar, Jaebum membantuku mengatur sound. Perlahan, satu per satu mata yang ada di Café Hometown ini mengarah pada panggung. Tempatku berdiri. Tempatku memberanikan diri. Dan tanganku mulai memetik dawai gitar.

Going out tonight
Changes into something red
Her mother doesn't like that kind of dress
Everything she never had she's showing off
...................

Ini adalah lagu yang mengingatkanku pada kerja kerasku. Malam cepat berganti dan tidak terasa sudah enam bulan aku bekerja keras untuk meraih cita-cita menjadi penyanyi.

Aku ingin semua yang mendengarkanku tahu tentang perasaanku. Meski hari berganti, kadang kita masih berjalan di tempat yang sama. Meraih kegagalan yang berulang. Membuat kenangan tak terhitung dengan perasaan yang sama.

Hari ini, sebuah emosi baru muncul di hatiku setelah sekian lama. Emosi berupa perasaan puas karena berhasil bernyanyi dan meraih tepuk tangan meriah. Di Café Hometown ini.

Begitu menyelesaikan satu lagu, aku kembali ke tempat Irene dan Jaebum. Tiba-tiba, lima laki-laki lain berdatangan dan memujiku bergantian.

"Kau luar biasa!" kata Irene dan aku merentangkan tangan untuk memeluk sahabatku.

Setelah itu, aku berkenalan dengan seluruh pekerja Café Hometown. Ada Jackson yang pintar Bahasa Inggris. Ada Jinyoung yang selalu tenang dalam segala kondisi. Ada Youngjae yang bersedia menjadi teman duetku. Ada Bambam serta Yugyeom yang termuda dari mereka, sekaligus pencerah suasana.

"Aku ingin kau menjadi penyanyi tetap di café ini," usul Jaebum membuat mataku terbelalak. "Kau mau, kan?"

Aku menatap Irene untuk memastikan ini bukan mimpi. "Ini serius?"

"Serius lah," jawab Irene bangga. "Orang-orang sangat menyukai penampilanmu. Kau harus bernyanyi di sini, Wendy."

"Kau akan mendapat bayaran dari kami," sahut Jaebum membuat semuanya tertawa. "Dan kau boleh memesan minuman sepuasnya di sini."

"Aku mau," ungkapku jujur.

Aku sangat senang saat bernyanyi tadi. Saat orang-orang terdiam untuk mendengarkanku bercerita melalui lagu. Perasaan puas yang baru saja aku alami. Aku ingin merasakannya lagi.

"Sekarang masalah waktu. Empat kali seminggu, bisa?" tanya Jaebum.

Oh, tidak. Aku masih memiliki kewajiban untuk menemani Mama di Rumah Sakit. Aku menggeleng kecil sebagai jawaban. "Aku tidak bisa. Bagaimana kalau Hari Sabtu saja?"

Kali ini Jaebum yang menggelengkan kepala. "Jum'at dan Sabtu. Bagaimana?"

Karena tatapan penuh harap dari Irene serta lima laki-laki yang mengarah padaku, akhirnya aku mengangguk. Akhirnya aku bisa menyusul Papa dan Kakak. Pekerjaan pertamaku, bernyanyi di Café Hometown.

"Ah, aku hampir lupa. Jum'at nanti, café ini tidak buka. Kami akan membuka stand kecil di sebuah konser musik," cerita Jaebum kemudian merogoh sakunya dan menunjukkan sembilan tiket yang aku yakini sebagai tiket konser musik yang dimaksud. Untukku, Irene, dan enam pekerja Café Hometown.

Jackson bertepuk tangan senang. "Ayo kita nonton sama-sama!"

After the Concert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang