01 : [Nessa Falesia Renata]

110K 4.9K 288
                                    

 "Dasar anak aneh," seorang cewek dengan kaki mulus menendang betisku, membuatku jatuh tersungkur. "Ngomong kok sama burung."

 "Ih! Jangan sentuh dia! Lo mau ketularan sama penyakit jiwa dia?"

Aku bangkit dan segera mengusap lutut yang terasa agak perih karna bergesekan dengan lantai kamar mandi. Kedua cewek itu pergi sambil cekikikan setelah memandangku dengan tatapan merendahkan. Aku hanya bisa mengedikkan bahu sekilas, cuek dengan apa yang terjadi.

"Mereka siapa sih, Chy?" tanyaku seraya mendongakkan kepala.

Archy, sahabatku satu-satunya, burung yang tak bisa terbang karna sayapnya yang terluka hanya bisa menatapku dengan kepala miring.

"Yauda deh Chy, mereka mungkin iri sama persahabatan kita."

Aku bangkit sembari menepuk-nepuk rok abu bagian belakang kemudian berjalan ke westafel dan membuka keran air. Archy yang tadinya bertengger di kepalaku langsung melompat dan bermain dengan air. Matanya menatapku dalam, memberikan isyarat padaku.

"Oh, jangan sekarang deh, little bird," aku berkacak pinggang, menatapnya dengan penuh kekesalan. "Aku gabisa nemenin kamu mandi sekarang," bisikku seraya melirik sekitar.

Wajah Archy terlihat sedih, dia merentangkan sayapnya sebentar lalu melompat dan keluar dari westafel. Aku menghela napas, mengangkat tubuh kecilnya sebelum menatap matanya dalam.

"Gak boleh ngambek," kataku sambil menggoyangkan telunjuk ke kanan dan kiri.

Seorang anak perempuan masuk ke dalam toilet, dia menatapku dengan satu alis terangkat. Memandangku dan Archy bergantian.

"Apa? Kamu mau kenalan sama Archy?" tanyaku seraya menjulurkan Archy padanya.

Orang-orang suka melihat Archy dengan sorot penasaran. Mereka pasti mau kenalan sama Archy, ya 'kan? Dia burung yang baik, lho. Gak pernah jahat sama aku. Tapi yang membuatku mengerutkan kening adalah, orang yang kuajak berkenalan dengan Archy pasti akan mendengus—seperti gadis itu. Dia kini sudah melengos pergi, membuatku mengerucutkan bibir.

"Tiap ada orang yang mau kenal sama kamu kok malahan gitu sih," ujarku kesal, menendang tong sampah di salah satu sudut ruangan. "Mereka gak sopan banget sama kamu."

Archy hanya berkicau lucu, membuatku tertawa dan meletakkannya di dalam saku baju. Ketika bel masuk terdengar, aku terlonjak kaget.

"Archy! Saatnya kita perang!" ujarku semangat.

Seperti mengerti perkataanku, Archy mengangguk dan segera berpegangan erat pada seragamku. Menurutku, ketika bel sekolah masuk terdengar adalah saatnya kita perang dengan pelajaran dan guru-guru yang sangat membosankan.

Apa asiknya sih dengerin mereka ngomong trus kitanya cuma diam dan nulis? Kan bosen.

Tapi demi Mama Papa yang kucinta, aku harus memasuki medan perang! Semangat, Rena!

Aku merapatkan diri di dinding, menatap para siswa yang sedang berjalan hilir mudik menuju kelas mereka masing-masing. Ah bukan kelas, tapi medan perang. Kakiku melangkah perlahan, berjalan menyamping dengan punggung rapat ke dinding.

"Rena."

Deg. Suara itu. Pemilik suara yang selalu kuperhatikan akhir-akhir ini. Aku tidak mengerti, tapi setiap melihat dia jantungku seperti mau copot. Apa aku kena penyakit jantung ya? Bukannya menoleh, aku malah melebarkan kaki, bersiap untuk menjauhinya.

Nevan.

"Eits," dengan sigap Nevan menarik kerah bajuku."Mau kemana lo?"

"Ke medan perang!" ujarku gugup.

...Where stories live. Discover now