02 : [Armand Nevan Fabian]

67.5K 3.6K 238
                                    

Cowok yang berada di hadapanku ini namanya Nevan. Eh, aku udah pernah bilang sebelumnya 'kan kalo dia itu Pembimbingku? Jadi dia ada disini dengan buku dan kacamata baca yang bertengger di hidung mancungnya itu untuk mengajariku.

Sebentar lagi Ujian Nasional. Artinya, setelah berhasil hidup di medan perang selama tiga tahun ini dan menang, aku akan kuliah. Apa aku akan mendapatkan teman disana? Entahlah, aku tak mau memikirkannya.

Tak. Aduh. Aku mengusap keningku yang dipukul lumayan keras oleh Nevan.

"Apaan sih?! Sakit, tau!" kataku kesal.

Nevan menaikkan sebelah alis. "Jangan bengong. Gue disini bukan buat liatin lo melakukan hal aneh."

Aku cemberut. Nevan bahkan ngatain aku aneh.

"Aku gak aneh! Yang aneh itu si Rossie, dia daritadi gelayutan aja di leher kamu, tuh. Gatau minta digendong apa minta diajak jalan-jalan," jelasku.

"Kakak aneh gak boleh ngatain aku aneh!" pekik Rossie dengan mata melotot dan merah.

Ih, aku udah kebal ya sama tatapan menyeramkan dia. Abisnya dia sering banget marah sih.

Mata Nevan mengerjap beberapa kali sebelum menoleh ke kanan dan kiri. Dia nyari Rossie ya? Gadis kecil yang berwajah pucat itu menatapku sebal, tapi saat sadar Nevan mencari keberadaan dirinya membuat bibir Rossie mengembangkan senyuman—oh enggak, seringaian seram.

"Kamu nyariin Rossie ya Nev? Kan aku udah bilang dia lagi gelayutan di leher kamu," kataku sebal.

Rossie aja dicariin. Aku yang di depan mata gak diperhatiin. Ini gak adil! Dunia kejam sekali, Tuhan! Aku menggerutu sebal lalu menggenggam pensilku dengan erat dan menuliskan kata-kata yang hanya kumengerti artinya.

"Lo nulis apaan, hah?" ujar Nevan.

"Aku mau santet Nevan biar bisa adil," bisikku—lebih pada diri sendiri.

"Emangnya gue gak adil gimana?" tanyanya lagi.

Aku menghentikan pergerakan menulis. "Kamu tuh nyariin Rossie aja daritadi tapi aku yang di depan mata gak diperhatiin! Hih!"

Nevan menghela napas, dia terlihat menahan tawa tapi wajahnya bingung.

"Rossie itu siapa?"

"Anak kecil yang meninggal karna kecelakaan mobil, tangannya putus setengah. Dia itu setan cilik yang rese, bawel, nyebelin tingkat dewa banget deh," aku curcol yess.

"KAKAK! Bisa gak sih baik-baikin aku di depan Kak Nevan?!"

"Aku gak mau bohong, tau!" jawabku sebal seraya memonyongkan bibir.

Rambut Rossie kini sudah naik ke atas, wajahnya menggeram kesal dan aura hitam terlihat mengelilingi kami. Bulu kudukku tiba-tiba meremang. Nevan apalagi, wajahnya sudah pucat. Dia sakit?

Rossie sih segala iseng, apaan kali itu tangannya ngelus-ngelus lengan Nevan? Emangnya si Nevan kucing? Mukanya Nevan juga tambah pucet. Matanya lirik sana lirik sini.

"Nevan sakit mata ya? Kok daritadi matanya gerak-gerak mulu sih?"

Nevan tiba-tiba membereskan peralatan tulis dan langsung bangkit sambil memeluk buku-bukunya. Lha? Dia mau kemana toh? Katanya mau ngajarin aku?

"Gue balik dulu."

Klik. Pintu ruang rawatpun tertutup rapat dari luar. Hadeh, aku ditinggal sama Rossie nih. Tatapanku terfokus pada Rossie yang sedang main dengan setan cowok seumurnya. Namanya Andy.

Aku bingung deh, Andy lepas kepala kok gampang banget. Aku nyoba ngikutin dia tapi gabisa loh. Leherku malahan sakit. Kata Rossie aku harus mati dulu biar kepalaku bisa lepas dari tubuh.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang