Part 11

6.8K 442 132
                                    

Please vote and comment :)
Kritik dan saran diperlukan :) :)

Rasa kebencian yang semula sudah padam kini muncul kembali, hatinya seakan tak bisa mengikhlaskan semuanya. Apa semua ini ada hubungannya dengan gadis cantik itu? Sosok malaikat cantik itu? Tak tau pasti penyebab semuanya. Tapi hatinya seakan tak rela jika gadis itu pergi menjauhi dirinya, kenapa harus seperti ini? Bukankah ini yang ia mau? Ia menginginkan gadis itu untuk tidak mengganggu dirinya. Ia tak ingin menjadi seorang manusia jahat yang dengan tega membiarkan orang lain ikut menanggung bebannya.

Sudah beberapa hari ini Yudistira hidup sendiri, ia kembali tak merawat tubuhnya yang sekarang bertambah kurus, tulang rahang pipinya tercetak jelas. Matanya selalu merah. Karena semalaman ia tak bisa tidur. Yahh.. semenjak tempo lalu dimana saat dia menceritakan alasan yang seolah dibuat-buat, sosok malaikat itu pergi menjauh. Rencana awal yang ia lakukan memang berhasil dan berjalan sempurna. Tapi mengapa sosok malaikat itu seakan jadi candu baginya, ia selalu ingin melihat wajah cantiknya saat tersenyum, marah dan kesal.

Beberapa rumah sakit sudah ia datangi untuk memeriksa tubuhnya, bisa saja diagnosa tempo lalu salah. Tapi itu hanya angan belaka. Semua surat hasil pemeriksaan tubuhnya tak berubah. HIV positive sudah abadi berada dalam tubuhnya.

Yudistira menatap nanar kertas yang bercecer dilantai, kertas yang sudah ia remas sebelumnya. punggungnya ia sandarkan di tembok dengan memeluk kedua kakinya, kepala tertunduk. Ia tersenyum miris disana, dunia ini begitu kejam terhadap dirinya.

Ponsel yang tergeletak dilantai terlihat bergetar, menandakan ada sebuah panggilan masuk. Sekilas Yudistira menatap ponselnya kemudian kembali menundukkan wajahnya. Ponsel yang sempat berhenti bergetar kini mulai bergetar kembali, terpaksa Yudistira meraih ponselnya.

“Mama..” deretan huruf terpampang dilayar ponsel, lengkap dengan sebuah foto yang ia pasang. Dengan ragu Yudistira mengangkat panggilan tersebut, meletakan ponselnya tepat didaun telinga kanan.

“Sayang... ini Mamahkss.. gimana kabar kamu disanahkss?.” Thella menghubungi anaknya dengan isakan tangis menghiasi suaranya. Yudistira terdiam, masih belum menjawab panggilan dari sebrang sana. “Mama minta maaf nak... Mama udah salah sangka sama kamu sayanghkss.. Mama mohon Yudis pulang yahhksss.. Mama janjihkss, mama akan rawat Yudis sampai kapanpunhkss.. Bahkan Mama rela tinggalin kerjaan Mama demi kamu nakhkss.. Rara udah cerita semuanya sama Mama, maafin Mama sayang..” Yudistira terpaku kaget mendengar penuturan Mamanya di sambungan telphone.

“Kabar Yudis baik Mah..” Yudistira hanya menjawab singkat, air matanya kini mulai berjatuhan mendengar suara Mama tercintanya itu. Pipinya sudah basah dipenuhi air mata.

“Pulang ya nakhkss.. Mama rindu sama Yudis, Mama kangen sama kamu sayanghksss...” bujuk Thella menyuruh anak semata wayangnya itu untuk pulang. Kembali untuk tinggal bersama-sama.

“Nanti Yudis akan pulang...” tangannya mengusap kasar air mata yang berjatuhan tiada henti.

“Kapan? Hari ini juga kan?.” Bisa dipastikan Thella begitu semangat.

“Yudis akan pulang setelah kedua mata Yudis benar-benar tak bisa terbuka lagi.. Yudis juga kangen sama Mama.. kehadiran Yudis disana hanya beresiko untuk semua yang ada dirumah. Yudis sayang Mama..” senyum miris terlihat dikedua bibir Yudistira, ia mematikan sambungan telphonenya sepihak. Kemudian mematikan ponselnya cepat. Kembali ia memeluk kedua kakinya dengan kepala tertunduk.

***

Siang hari begitu terik para siswa dan siswi dengan stelan baju seragam sekolah berlalu lalang kesana kemari, kantin sekolah yang selalu penuh saat memasuki waktu istirahat, membuat Keyra mengurungkan niatnya untuk pergi kesana, ia memilih duduk dipinggir lapangan basket, pandangannya seolah melihat kearah dimana teman sekelasnya asyik bermain, tapi batin dan hatinya tak tertuju kearah sana. Ia memikirkan sosok laki-laki yang sudah mengisi hatinya dengan begitu singkat. Apa laki-laki itu sudah makan? Minum obatnya? Pertanyaan itulah yang memenuhi otaknya.

Aku Bukan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang