5. Kita Sekelas!

214 20 8
                                    

Ada saatnya aku merasa bahwa aku bukan siapa-siapa. I am nothing. I am Zero, not Hero~

***

Matahari telah kembali menjalankan tugasnya, memberi cahaya dan menebarkan kehangatan. Awan putih yang bergerombol makin mempercantik langit yang kini berwarna biru. Kicauan burung yang saling bersautan makin menambah keceriaan di pagi ini.

Senin pagi. Hari pertama para pelajar kembali masuk setelah usai libur kenaikan kelas. Para siswa-siswi yang sebelumnya kelas sepuluh, mulai hari ini menjadi kelas sebelas. Dan para siswa-siswi yang sebelumnya kelas sebelas, mulai hari ini menjadi kelas dua belas.

Setiap pergantian kelas, mereka diwajibkan memiliki dasi abu-abu dengan strip yang berbeda dari sebelumnya. Strip satu untuk kelas sepuluh, strip dua untuk kelas sebelas, dan strip tiga untuk kelas dua belas. Tak jarang ketika kenaikan kelas seperti ini banyak siswa-siswi yang meminta dasi bekas kakak kelasnya. Daripada harus membeli dan mengeluarkan uang, lebih baik memakai punya orang lain yang sudah tidak terpakai, bukan? Ekonomis. Prinsip hidup yang harus dijaga.

Akhirnya hari ini Mili kembali menginjakkan kaki di sekolah barunya. Terakhir kali gadis itu ke mari lima hari yang lalu, saat hari terakhir OSPEK.

SMA 1 Bekasi memang menjadwalkan acara OSPEK lebih cepat satu minggu dari sekolah lainnya. Bila di sekolah lain OSPEK baru diadakan hari ini bersamaan dengan hari masuk sekolah, SMA 1 Bekasi berbeda. Menurut petinggi sekolah ini, mencampurkan kegiatan OSPEK dan kegiatan belajar mengajar untuk kelas sebelas dan dua belas akan menghasilkan suasana yang kurang kondusif.

Mili melangkahkan kaki mungilnya menuju mading sekolah yang penuh sesak oleh lautan manusia berseragam putih abu-abu. Mili ingin melihat namanya di mading untuk mengetahui di mana kelasnya. Tapi karena tubuhnya yang kecil dan amat mungil, rasanya sungguh mustahil membobol tembok raksasa di depannya.

"Lo mau ngecek nama lo di mading ya?"

Mili menoleh dan menemukan seorang gadis dengan kacamata berbingkai hitam berdiri tepat di samping kanannya.

Mili tersenyum formal. "Iya, gue murid baru di sini."

Gadis di sampingnya terkekeh ringan. "Semua orang juga tau lo murid baru."

"Tau dari mana?" tanya Mili sedikit terkejut. Dari mana semua orang tau? Mili tidak merasa menjadi murid fenomenal.

"Dari situ."

Mili mengikuti arah telunjuk gadis di depannya dan menemukan dasi abu-abunya yang memiliki satu garis berwarna hitam.

Mili menepuk dahinya kemudian tertawa geli. Ia jadi merasa sangat bodoh saat ini. "Lah iya ya, kenapa gue gak kepikiran?" tanyanya masih dengan sisa tawa.

Gadis di depannya juga ikut tertawa. "Makanya, jangan terlalu fokus sama garis lurus yang ada jauh di depan. Coba sesekali perhatiin sekitar, banyak ilmu yang bakal lo dapet dari hal-hal kecil yang sebenernya ada di dekat kita."

Mili mengangguk membenarkan. Menanamkan kata-kata itu dalam hati. Gadis berkacamata di depannya itu benar. Membuka pikiran, hal yang harus banyak Mili pelajari lagi.

"Nama gue Tamita Ufairah. Tapi please, jangan panggil gue Tami atau Mita. Panggil gue Ami."

Gadis di depannya --yang ternyata bernama Ami-- mengulurkan tangan untuk berkenalan. Mili menyambut uluran tangan itu dengan hangat.

Different HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang