Kecewa

2.1K 102 0
                                    

Hari sabtu dan minggu kampus UPI memang libur. Jadi Ikhsan memutuskan untuk pulang ke Sumedang, menemui keluarganya. Meski ia lahir di kota Medan namun dirinya tumbuh dan besar di kota Sumedang. Ibunya sedikit terkejut mendapat cerita bahwa anaknya berhijrah hanya karena mendengar salah satu kisah sahabat Rasulullah. Tak lain adalah Abdurrahman bin Auf. Ikhsan menceritakan detail bagaimana perasaannya waktu itu. Perasaan ketika dirinya mendengar kisah salah satu orang kaya dengan hati sangat dermawan di jaman Nabi itu. Rasanya seperti disengat listrik dari berbagai penjuru. Ibunya tersenyum senang. Kebahagiaannya tak dapat disembunyikan.

Dua hari itu mereka habiskan dengan membahas perihal perubahan Ikhsan. Ikhsan hanya menjawab pertanyaan keluarganya yang terus terlontar. Ia mengerti rasa penasaran mereka. Selama dua hari itu pula, Ikhsan-lah yang selalu mengingatkan keluarganya untuk shalat berjamaah. Bahkan untuk shalat subuh, kali ini Ikhsan yang membangunkan kedua adik perempuannya sebelum pergi ke masjid.

"Bu, kakak berubah sekali ya. Tumben sekali dia membangunkan kita untuk shalat subuh. Biasanya kan dia asyik bergelut dengan kegiatannya sendiri. Baca buku atau main games. Apalagi sekarang kakak shalat subuhnya di masjid. Sungguh luar biasa! Aku jadi penasaran siapa sih perempuan yang menuturkan kisah Abdurrahaman bin Auf itu?" Kata salah satu adiknya seusai shalat subuh berjamaah di mushola rumah bersama ibu. Kemudian sang ibu tersenyum.

***

Senin.

Ikhsan sudah bersiap-siap pergi ke kampus untuk belajar. Tak lupa ia menenteng tas selendangnya di bahu kanan. Berisi beberapa tugas matkul yang sudah rampung dikerjakan. Ikhsan kembali ke Bandung minggu malam.

Kemudian ia masuk ke kelas dengan sorot mata meneduhkan. Ia duduk di tempat duduk yang sejajar dengan meja dosen. Kelas masih belum ramai. Hanya ada dirinya dan tiga orang mahasiswi di jajaran belakang. Mereka tampak rusuh mengerjakan PRnya yang belum selesai. Ikhsan bersantai di kursinya. Kemudian mengeluarkan ponsel dari tas. Ia kembali meneruskan bacaannya semalam di halaman google mengenai beberapa kisah sahabat Nabi Muhammad SAW. Yaitu sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Setelah semalam membaca kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kini ia melanjutkannya dengan membaca kisah Thalhah bin Ubaidillah, sang Elang dari perang Uhud. Ikhsan begitu fokus membaca. Dirinya terharu oleh kisah Thalhah bin Ubaidillah. Semangat Thalhah di perang Uhud seketika bisa ia rasakan. Semangat yang begitu membuncah. Semangat yang tak kenal rasa takut. Semangat yang menciutkan nyali lawan. Semangat yang membara untuk berjuang di jalan Allah. Ikhsan bisa merasakan perasaan itu dengan jelas. Ia tercenung beberapa saat. Diam tanpa suara.

Ruangan semakin penuh. Satu persatu mahasiswa mulai berdatangan. Gupi, Fatih, dan Raden datang tepat sepuluh detik sebelum dosen mata kuliah Culture Studies datang. Pelajaran berlangsung dengan khidmat. Tanya jawab antara dosen dan mahasiswa terjadi. Membangkitkan suasana belajar yang kondusif. Gupi dan Fatih duduk di barisan belakang. Sedang Raden duduk di samping kanan Ikhsan. Sesekali bertanya pada sahabatnya mengenai hal yang kurang ia pahami.

Jam menunjukkan pukul 10.20 WIB. Kelas Culture Studies diakhiri dengan tugas membuat essay tentang materi diaspora yang telah dipaparkan. Ikhsan masih belum bangkit dari tempat duduknya. Sidiq langsung meluncur ke mushola lantai dua untuk melaksanakan shalat dhuha.

"Yuk ke Meja Batu!" Fatih menyambar dari belakang. Memegang punggung kursi yang diduduki Ikhsan. Mengajak nongkrong. Namun orang yang ditanya tak menggubris. Masih diam. Pikirannya masih melayang pada bacaannya tadi. Meja batu adalah sebutan lain dari taman belakang fakultas. Dinamai seperti itu karena kursi dan mejanya terbuat dari batubata yang disemen bukan dari kayu. Jadi tidak bisa digerakkan maju atau mundur bila posisi duduk tidak nyaman.

"Woy!" Fatih akhirnya menepuk pundak sahabatnya itu. Ikhsan-pun terkesiap kaget.

"Eh sekarang jam berapa?" Ikhsan merespon cepat.

Cinta di Atas Sajadah Where stories live. Discover now