17

922 176 91
                                    

Diharapkan bacanya di tempat adem, soalnya panas banget nih. Kayaknya neraka bocor😶😶😶

*****

"Zara! Walkman gue lo kemanain?" Teriak Kyla sembari mencari benda kotak tersebut dengan cara mengacak-acak kasur serta meja belajarnya. Kyla mendengus sebab ia tidak menemukan benda yang ia dapatkan di toko barang-barang antik dekat sekolahnya. "Zar gue serius nanya nih," kata Kyla yang kini sudah berada di balkon kamarnya guna melongok ke dalam kamar Zara.

Zara beranjak dari meja belajarnya lalu menatap Kyla tajam. "Lo apaan sih? Malem-malem teriak gitu kayak di hutan." Gerutu Zara sambil bersedekap dada.

Kyla berdecak. "Gue gak peduli deh, lo sembunyiin dimana walkman gue? Sini," pinta Kyla sambil menadangkan tangan ke arah Zara. "Gue gak bercanda Zar, seriusan balikin." Lanjut Kyla dengan nada memohon.

"Lo ini kenapa sih?" Tanya Zara dengan kedua alisnya bertaut tanda heran. "Sekarang malah jadi kayak orang dulu. Suka beli kaset lagu-lagu jadul. Bahkan nyari tape player sampe ke luar kota."

Kyla menghela napasnya. "Suka-suka gue sih, udah deh gue lagi males bercanda." Kata Kyla penuh penekanan.

Sudah lima bulan Zara merasa semakin hari Kyla semakin berubah. Kyla semakin cuek dengan sekitarnya. Semakin kaku. Tidak pernah ada senyuman lagi di bibirnya. Hanya ada wajah datar dengan tatapan kosong di matanya. Sifat pemarah Kyla pun semakin menjadi. Kyla benar-benar tidak bersahabat selama lima bulan belakangan ini.

Kyla lebih suka berada di dalam kamarnya, entah apa yang ia lakukan di dalam sana Zara juga bingung. Lebih suka di ruangan dengan pencahayaan minim. Bahkan gorden kamarnya saja pun ia buka hanya sesekali saja. Selebihnya selalu di tutup.

"Beneran aneh lo," Zara berdecak. "Lo punya gue, harusnya kalo ada apa-apa ya lo bisa cerita ke gue."

"Nggak ada apa-apa," tukas Kyla cepat. "Terserah lo lah." Kyla memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamarnya dengan perasaan dongkol tentunya.

"Gimana keadaan Kyla?"

"Entah Kak, kayak hidup segan mati tak mau. Cerita juga nggak mau. Makan susah. Sekolah males." Jelas Zara dengan tangan tetap mencatat tugas rumahnya.

"Yaudah, terus kabarin ya? Aku masih kerjain tugas."

"Iya Kak, tenang aja." Jawab Zara sambil terkekeh. "Bye, Kak."

"Sebentar lagi kamu ujian lho, Key." Kata Shania sambil meletakkan satu cangkir teh hangat yang sengaja ia buatkan untuk putri sulungnya. "Kamu masih mau kayak gini terus? Bolos terus? Kamu ini kenapa sih? Coba cerita ke Mama deh. Biar Mama tau jelasnya kamu tuh kenapa." Ucap Shania panjang lebar.

Shania juga sudah mulai jengah dengan perubahan Kyla. Bahkan Shania meminta bantuan kepada teman-teman skate Kyla untuk membujuknya. Tetap saja tidak berhasil. Shania sampai kehabisan akal meruntuhkan kerasnya hati serta kepala putrinya ini.

"Gurumu bilang, nama kamu di coret untuk seleksi universitas jalur prestasi karena nilaimu anjlok akhir-akhir ini." Sahut Beby sambil menatap Kyla serius. "Kamu tau betapa berharganya kesempatan itu Kyla? Tidak banyak siswa atau siswi yang bisa mendapatkan kesempatan emas itu."

"Give me time please," jawab Kyla dengan nada putus asa. "Aku lagi gak mau di ganggu." Kata Kyla hendak beranjak namun dengan cepat Beby mencegahnya. "Mam, please."

"Cukup Kyla!" Ucap Beby sedikit membentak. Mata Beby menatap tajam ke manik mata Kyla. "Apapun yang terjadi dan apapun masalah kamu, tolong singkirkan dulu sesaat. Ini demi masa depan kamu. Dua perusahaan menunggu kamu Kyla."

Honest [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang