Purpose - 20

30.6K 4.5K 242
                                    

Sebulan lagi Shafa akan kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan wisudanya. Rasanya begitu lega akhirnya bisa menyelesaikan kuliahnya selama empat tahun ini. Shafa memang tergolong muda dari teman-temannya yang lain, dia wisuda di usianya yang 21 tahun lebih enam bulan, sedangkan teman-temannya yang lain rata-rata berusia 22 atau 23 tahun.

Dulu Shafa masuk SD lebih cepat dari anak seusianya, usia 5 tahun Shafa sudah menggunakan seragam putih merah, karena saat usia empat tahun Shafa sudah bisa membaca dan menghitung. Ayahnya memang sangat memperhatikan pendidikan Shafa walau mengabaikan masalah pendidikan agamanya, tapi Shafa tidak menyesali itu, baginya ayahnya sudah berusaha melakukan yang terbaik. Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, umumnya memang begitu dan Shafa juga mengakui hal itu, laki-laki pertama yang dicintainya adalah Ayah. Ayahnya yang sesibuk apapun mengurus bisnisnya tapi selalu memperhatikan Shafa, melindungi Shafa dan memastikan kebutuhan Shafa terpenuhi. Walau memang tidak ada manusia yang sempurna. Shafa mengerti kalau dulu ayahnya terlalu mengejar perkara duniawi, itulah kenapa di setiap sujudnya Shafa selalu menangis memohonkan ampun untuk kedua orangtuanya. Walaupun keduanya sudah meninggal, bakti seorang anak tetap harus ditunaikan. Bukankah salah satu amalan yang tidak terputus bahkan saat orang itu meninggal dunia adalah anak yang saleh dan salehah?

Jari-jari Shafa begitu licah bergerak di atas layar ponselnya, membalas pesan yang dikirimkan oleh Mayu – teman satu kosnya yang menayakan tetang keberangkatannya ke Jakarta.

Shafa : Tanggal 3 bulan depan baru pulang. Kenapa? Kangen sama gue?

Mayu : Iya, kangeeeennn 😘😘makanya pulang. Eh sekarang gue rutin ikut kajian loh, bareng Kak Khansa, sumpah enak banget cara dia jelasin.

Shafa : Alhamdulillah. Gue juga kangen banget sama Kak Khansa, cuma bisa teleponan doang.

Mayu : Iya Kak Khansa juga sering cerita, Eh itu si Yolan tambah parah deh, dia suka ikut clubbing gitu sekarang, bajunya beughhh seksi-seksi sekarang.

Shafa langsung berkerut membaca pesan terakhir yang dikirimkan sahabatnya itu, Shafa langsung menekan icon call pada ponselnya.

"Halo Fa?" sapa Mayu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hehe maaf lupa salam."

"Jadi kenapa Yolan?" tanya Shafa penasaran dengan kabar temannya yang lain.

Mayu mulai menjelaskan tentang perubahan Yolan yang sekarang lebih sering keluar malam dan pulang menjelang subuh, pakaian yang dikenakan juga benar-benar sudah tidak pantas.

"Eh ini termasuk ghibah, nggak boleh. Lo harusnya nasihatin dia Yu," kata Shafa.

"Ih, udah, terus dia malah marah. Urus aja diri lo sendiri, jangan sok suci deh. Gitu, kan nyebelin," keluh Mayu.

"Ya udah doain yang baik, semoga dapat hidayah, jangan malah disebarin ah, aib temennya."

Mayu diam sejenak. "Iya sih, tapi gue kasihan sama dia. Gimana kalau dia rusak? Keikut freesex gitu?"

Mau tidak mau pikiran Shafa juga mengarah ke sana. Yolan adalah teman mereka, dia tidak mau kalau temannya itu terjerumus ke jurang ke hancuran.

"Nanti coba gue tanya kabar dia deh."

"Heum, coba lo tanya, mungkin sama lo dia lebih lembut."

"Semoga ya, kita sama-sama bantu doain dia."

Setelah mengakhiri panggilan itu, Shafa mencoba untuk menghubungi Yolan, tapi panggilannya tidak diangkat, lalu Shafa mengirimkan pesan untuk menayakan kabar Yolan, tapi belum dibaca oleh temannya itu.

The Purpose of Life (DI HAPUS UNTUK PROSES PENERBITAN)Where stories live. Discover now