BAYI PERINTAH PRESIDEN

13 0 0
                                    

     Ketika itu, termasuk jaman dulu tapi tidak terlalu Doeloe, sudah ada juga jam 5 sore hari di Jakarta (yang ketika itu masih Djakarta), dan suasana disana menjadi sempat heboh dan penuh  gumam gerutu, termasuk celetuk tukang tukang becak yang ...

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

     Ketika itu, termasuk jaman dulu tapi tidak terlalu Doeloe, sudah ada juga jam 5 sore hari di Jakarta (yang ketika itu masih Djakarta), dan suasana disana menjadi sempat heboh dan penuh  gumam gerutu, termasuk celetuk tukang tukang becak yang tidak begitu  mengerti ketika Presiden Republik Indonesia, waktu itu, Presiden Soekarno, berdiri didepan corong (anak sekarang menyebutnya, lebih benar, Microphone!) dihalaman Istana Negara, yang ketika itu sudah bernama Istana Negara, dan dengan lantang mengumumkan sebuah Dekrit Presiden yang berisi tentang keputusannya untuk melakukan pembubaran terhadap Badan Konstituante hasil Pemilu tahun 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara tahun 1950 ke UUD '45!

     Bravo! tapi, bukan itu yang akan kita bahas disini atau juga bukan tentang "kesalahan" dalam soal bahasa tentang penggunaan kata DEKRIT sebegitu yakin padahal yang sebenarnya, harusnya dan yang benar adalah: DEKRET!  dan diketahui lebih lanjut, sebetulnya, berasal dari bahasa Latin (bukan lagu lagu latin ala GIPSY KINGS): decernere! yang artinya, kurang lebih tapi pasti, mengakhiri, memutuskan, menentukan, perintah! Bukan! Non!

     Karena kalau membahas tentang itu semua, maka buku ini tidak akan pernah menjadi sebuah buku Pop Humoric Biographic yang sebenarnya saya rencana dan karyakan melainkan hanya akan menjadi sebuah Buku sejarah Politik biasa yang serius dan terlalu serius, atau menjadi sebuah buku Kisah Hidup Seseorang, Biography biasa yang sudah banyak, dan tentunya, juga bukan menjadi tujuan utama dan kesenangan santai diri saya, karena saya ini, malah akan mengisahkan, dengan cara saya sendiri, peristiwa peristiwa yang tak kalah penting bahkan mungkin bisa jadi sangat penting untuk alur cerita tokoh seorang Jenderal  sesungguhnya dalam cerita yang saya tulis ini, yakni sebuah peristiwa lain yang terjadi jauh dijarak, kurang lebih, 2.000 kilometer lebih dari Istana Negara di Jakarta yang diceritakan diatas tadi, tapi sebenarnya hanya beberapa menit saja dari jarak waktu Dekrit Presiden diatas itu.

     Ini:

     Ketika itu, termasuk jaman dulu tapi tidak terlalu Doeloe, sudah ada juga waktu jam 5 sore hari disebuah tempat ditepi jalan cukup ramai yang terletak diantara kota Medan  dan Tanjung Morawa dan ketika itu adalah tepat tanggal 5 bulan Juli di tahun 1959, suasana lumayan ramai riuh dijalanan yang masih termasuk kota Medan yang memang sejak duku sudah terkenal riwut semrawut dengan mobil, motor, sepeda, orang pejalan kaki dan ... (ini yg paling heboh), becak motor! yang disana juga disebut BENTOR atau Becak Mesin yang kerjanya hilir mudik mencari dan membawa penumpang dengan suara mesin yang "ribut" benar benar berisik dan khusus ketika itu, disana, udara "keributan" itu sesaat kemudian masih ditambah dengan tangis keras seorang bayi laki laki sehat yang baru saja dilahirkan disebuah Ruang Persalinan di Rumah Sakit Tanjung Morawa (orang disana tidak biasa menyebutnya RSTM) dan bayi mungil hasil dari pasangan Pak Polisi Hardjo Utomo dan istrinya Bu Djumijem, yang sebenarnya berasal dari daerah Godean di Yogyakarta di Jawa Tengah ini mencatatkan diri sebagai "anak Medan" yang "asal Jawa" dan bayi bertangis keras yang Cute (katanya) inilah yang kemudian diberi nama Siswandi dan kelak dikemudian hari berhasil menjadi seorang Jenderal Polisi dan diberi julukan Jenderal Anti Narkoba!
Menulis dan membayangkan bayi Siswandi yang lahir di kota Medan ini mengingatkan saya pada Street Joke dalam Humor Batak tentang Bayi Lahir Tanpa Tulang!

Seorang bayi telah lahir tanpa tulang di sebuah rumah sakit di Jakarta. Peristiwa yang mungkin cukup langka ini sempat menarik perhatian media cetak dan elektronik lokal dan interlokal.

Tak ayal lagi, para wartawan-pemburu berita pun segera mendatangi rumah sakit tersebut untuk membuktikan kebenaran kabar tersebut. Di ruang pasien, tampak telah berkumpul seluruh keluarga, kerabat dan sanak-famili dari si pasien.

Sebelumnya, pihak dokter yang dimintakan keterangan dan pendapatnya atas hal tersebut, tidak bisa memberikan jawaban yang cukup memuaskan, bahkan pihak dokter tersebut meminta para wartawan untuk menanyakan langsung ke pihak keluarga mengenai hal tersebut, mengapa bayi tersebut sampai dapat lahir tanpa tulang.

Para wartawan pun mencoba menanyakan langsung kepada pihak keluarga si pasien mengenai apa kira-kira penyebab dari kelainan tersebut. Menurut penjelasan pihak keluarga, selama mengandung si ibu bayi tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan.

Berat tubuhnya normal, makannya pun juga tidak ada yang aneh-aneh. Hanya saja, sang ibu tidak begitu suka dengan sayur bayam. Ketika ditanyakan apakah kira-kira yang menjadi penyebab bayi tersebut lahir tanpa tulang, sejenak tampak semuanya terdiam, sampai akhirnya juru bicara keluarga tersebut maju untuk mencoba memberikan penjelasan, itu pun setelah ia berbisik-bisik dulu sebentar dengan para anggota keluarga lainnya.

“Sebenarnya, hal ini adalah urusan internal keluarga kami, tetapi karena Anda menanyakannya, maka yang bisa kami sampaikan adalah bahwa tulang dari bayi ini semuanya sedang berkumpul di Medan, karena ada acara keluarga yang tidak bisa ditinggalkan.”

(Bah! Orang Batak rupanya…)


JENDERAL PERANG ANTI NARKOBAजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें