#1•Raya Aquila Rawles

344 12 2
                                    

17:35

Awan mendung di langit abu-abu membantu wanita berkaca mata, menuangkan ide-ide yang muncul dari otak kecil milik seorang Raya. Jemarinya terus berselancar di atas papan ketik tanpa lagi melihat tuts keyboard qwerty, tentu saja Raya sudah hafal.

Sekarang Raya berada di rooftop sebuah coffee shop dekat kantornya bekerja, di temanai secangkir coffee latte dan gelas yang sudah kosong.

Dulu Raya adalah seorang pengangguran yang luntang lantung tidak jelas, berkat bantuan tetangganya sekarang Raya bisa bekerja di kantor cabang milik perusahaan termana di Indonesia.

Drtt.. Drtt..

Raya meraba meja tanpa memutus pandangannya dari laptop.

"Iya, Hallo."

"..."

"Tunggu, Aya, kesana."

Pip.

Padahal sekarang sudah jam-nya untuk pulang ke rumah. Tapi karena telepon mendadak, ia menutup laptop, memasukan ke dalam tas, terpaksa menyeruput sisa kopi, lalu pergi.

Sesampainya di kantor, Raya menuju tempat sesorang yang lima belas menit sebelumnya mengganggu me time Raya,

Hobby seorang Raya selain bermimpi di kala tidur antara lain sekedar menulis novel fiksi dan mempublikasikan di platform digital, menulis karena tidak ada orang yang mendengarkan adalah cara terbaik untuk mengeluarkan unek-unek menurut Raya.

"Ada apa mang Her?"tanya Raya saat berdiri di depan pria berusia tiga puluh lima tahun, selisih sepuluh tahun dengan Raya.

"Kamu lama sekali, Aya!" kesal mang Her. "Bos besar dari kantor pusat masih berada di ruangannya."

"Mang Her serius? Bos ada di atas? Kan semua karyawan dan staf udah pada pulang." Raya melongo, perasaannya sedikit tak enak ketika Herman berucap tentang keberadaan Bos besar mereka.

"Intinya, saya mau pulang, karena kamu anak baru dan belom pernah lembur, jadi kamu yang di sini sampai bos pulang."

"Tapi mang. Aya harus apa?"

"Sediakan apa yang di minta beliau dan temani sampai bos pulang kerumah, baru kamu boleh pulang."

Perasaanya makin tidak enak saja, ketika Herman menghilang dari pandangan Raya.

Wanita berumur 25 tahun itu dengan ragu menuju ruangan di lantai 7 menggunakan lift.

Kok setelah karyawan pulang, kantor nyeremin gini ya.rasanya persis di kintilin mantan. bicara Raya di dalam hati. Tangannya terus mengusap bulu di tengkuknya yang meremang.

Ting.

Raya sampai di lantai khusus para petinggi Max Grup sering berkumpul. Kantornya ini bukan salah satu cabang yang berada di Indonesia, tapi kantornya ini adalah cabang utama yang membuat cabang di daerah lain ikut berkembang,

Raya terpana dengan desain interior yang di tawarkan, dalam sekejap dirinya mampu membedakan lantai tujuh dengan lantai di bawahnya.

Di sisi kanan terdapat ruangan dengan pintu yang menjulang tinggi di depan pintu masuk tersebut tertulis di atas kayu yang di ukir 'ROOM MEETING' berwarna keemasan, membuat kaki Raya berbelok ke pintu sebelah kiri. Ruangan di lantai ini tidak serumit lantai 1 sampai 6 yang banyak di sekat membentuk kelompok, atau yang sering di sebut tetangganya 'kubikel' membuat Raya sering ke sasar ke ruangan lainnya.

Karena tidak ada sekertaris yang berjaga Raya mengetuk pintu sebanyak tiga langsung mendapat respon dari dalam.

"Masuk."

Raya masuk berdiri tidak jauh seseorang yang sedang memandang laptop.

"Selamat sore pak, saya Raya Aquila office girl baru di sini, kalo bapak butuh sesuatu bisa bilang ke saya." ucap Raya sembari matanya menatap ujung sepatu converse miliknya. Sedangkan orang yang didepannya menghentikan aktivitasnya demi menatap wajah office girl dengan senyum mengembang.

"Kamu pulang saja!" katanya dengan nada tegas lalu kembali mengetik asal. Konsentrasinya terpecah saat wanita di depanya menyebut nama.

"Tapi saya di tugasin buat nemenin bapak sampai bapak pulang."

Brukk.

"Bos kamu itu saya! siapa yang berani suruh kamu?"

Bibir Raya kelu saat bos-nya menggebrak meja, belom lagi pertanyaan yang di lontarkan, Raya tidak mungkin menyebutkan nama Mang Herman. Bisa di pecat nanti beliau, kasian keluarganya.

"Tapi pak jagan pecat beliau, dia hanya menyuruh saya lembur.."

"Siapa kamu, berani printah saya."

"Maaf pak, saya engga.. " belom selesai raya ngomong udah di potong dulu oleh manusia di depannya.

"Sekali lagi bicara kamu yang saya pecat!"

Setelah mendengarkan seruan dari bos besarnya Raya hanya diam di tempat.

"Kok diem."

"Kan bapak sendiri yang bilang suruh...." kata-katanya tercekat di ujung bibir. Baru ngeh kalo ini jebakan batman.

"Kamu saya pecat!"

.
.
.
.
.
.
Greget pengen up!!

Greget pengen up!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


☝☝☝

Aya lagi kepasar 🌂

FatyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang