Satu

48.2K 2.2K 70
                                    

Selamat membaca, semoga suka dan tertarik. Untuk semua umur, tetep jadi pembaca yang bijak. Jangan lupa kasih vote kalian dibawah, biar gak jadi silent readers! makasih.. 😘
Kritik & masukan membantu sekali

***

"Maafin Raka, Bund. Tapi Raka harus cari tau semuanya," gumamnya sambil menekan tombol power di sebelah kanan, setelah mengakhiri panggilan ponselnya.

Laki-laki –yang diketahui bernama Raka saat mengakakhiri telponnya- itu memandang lurus ke depan. Matanya tertuju pada sebuah bangunan bercat putih, yang jika dilihat dari bentuk arsitekturnya dapat dipastikan kalau bangunan itu sudah berumur puluhan tahun. Kemudian matanya diarahkan kembali pada plang besi tidak jauh dari pintu masuk, plang yang nampak berdiri kokoh disana. Tulisan yang terdapat pada plang pun masih terbaca jelas, meski karat-karat mulai memenuhi hampir semua bagian plang. Tatapan matanya, sesekali membaca tulisan dalam plang. Rumah Sakit Jiwa Sehat Waras. Jalan Kusuma Wati, Jakarta Selatan.

"Haruskah gue masuk ke dalam?" gumamnya lagi yang terdengar seperti ada keraguaan saat menatapnya.

Cepat, laki-laki itu langsung menggelengkan kepalanya dengan mata terpejam. Seperti tengah meyakinkan hatinya dengan apa yang akan dilakukannya. "Loe harus masuk Raka! Harus! Nyelesaiin masalah orang aja loe bisa?! masa untuk nyelesaiin masalah loe sendiri, loe gak sanggup!"

Yakinnya pada dirinya sendiri.

Bekerja hampir 3 tahun disalah satu kantor Advokat di Jakarta, menuntut Raka untuk dapat menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan penyelesaian kasus hukum. Profesinya sebagai penegak hukum, membuat tugas dan tanggung jawabnya selalu berkaitan langsung dengan urusan hukum. Mulai dari konsultasi hukum, bantuan hukum; mewakili, mendampingi, membela, maupun tindak hukum lainnya yang sesuai dengan kepentingan kliennya. Tidak sedikit bahkan dari mereka yang memang memiliki kaki tangan untuk menyelidiki suatu masalah yang nantinya akan disesuaikan undang-undang dan akan dibawa ke persidangan.

Berkat mereka –kaki tangannya- juga akhirnya Raka ada disini, memastikan semua informasi tersebut benar adanya. Raka mungkin hanya perlu waktu seminggu untuk mendapatkan semua informasi itu, tetapi Raka perlu waktu belasan tahun untuk melakukannya. Karena bukan mudah buat Raka ketika harus membuka kembali luka lamanya. Luka yang lebih dari 15 tahun ditutup rapat oleh Raka dan kelurganya. Entah, apa yang terpikir oleh Raka akhir-akhir ini, hingga membuatnya terpikir untuk mencari tahu semua. Ayahnya? Bundanya? Atau keduanya? Tapi apa mungkin, benar mereka dibalik semua ini?

Usia Raka yang saat itu masih kecil, membuatnya hanya memandang semua dari satu sudut pandang. Namun, sekarang usianya sudah jauh lebih dewasa, sudah jauh lebih dapat menilai semuanya. Dan sebagai orang yang menjunjung tinggi keadilan, rasanya tidak adil jika ia hanya menilai sesuatu dari satu sudut pandangnya.

"Siang Mas, ada yang bisa saya bantu?" Sapa salah seorang laki-laki berseragam putih dari balik meja Informasi saat Raka tlah ada dihadapannya.

"Maaf, apa di rumah sakit ini ada pasien yang bernama Risty Larasati?" tanya Raka gugup.

"Sebentar ya Mas, saya cek terlebih dulu." laki- laki itu nampak mengetik sesuatu dilayar komputernya. "Risty Larasati? Maaf, Mas siapanya pasien?"

"Saya.. saya anaknya, bisa saya bertemu dengan Ibu saya?"

Pertanyaan Raka sontak membuat laki-laki itu mengalihkan pandangannya pada seorang lain yang juga menggunakan seragam yang sama dengannya, sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya. "Baiklah Mas, mari saya antar."

Tanpa berkata lagi, Raka mengikuti laki-laki yang kini sudah berjalan mendahuluinya. Membawanya pada sebuah bangunan dengan tembok tinggi sebagai pembatasnya. Mungkinkah seseorang dari masa lalunya ada disini? Pikirnya saat menyadari langkah Anton terhenti tepat di depan pintu besi dengan seorang penjaga disana.

Pasien Pengantar Jodoh [END]Where stories live. Discover now