9

12.9K 1.2K 2
                                    

Bukankah tidak mudah tertatih setiap hari, bahkan hanya untuk menemui pagi kembali?

***

Di rumah Syifa, lagi-lagi Queena menangis di pangkuan sahabatnya. Syifa sampai dibuat bingung harus bagaimana lagi ia menenangkan Queena dan membuatnya sedikit melupakan masalahnya. Queena menceritakan semua kejadian tadi di parkiran sekolah. Orang yang dicintainya, kini sudah benar-benar menjadi orang asing untuknya. Dia sudah memutuskan untuk menjaga jarak darinya. Sungguh, ini lebih menyakitkan daripada ketika Adnan memutuskannya kemarin. Ini sudah lebih dari sekadar patah hati.

"Rara, aku sudah nggak tau lagi harus menolongmu bagaimana. Aku juga bingung kalau hendak memberi solusi. Masalahnya, aku tidak berpengalaman masalah seperti ini. Apalagi, kalau tentang pacaran," Syifa turut sedih melihat sahabatnya. Air matanya pun ikut menetes membasahi pipinya. Queena tidak berbicara sama sekali, ia hanya terus menangis. Sebungkus tisu kecil pun sudah hampir ia habiskan.

'Kling,' ponsel Syifa berbunyi. Dia melihat ponselnya. Sekilas Queena sempat melihat kalau itu notifikasi pesan dari Reevan. Setelah membaca pesan tersebut, raut wajah Syifa mendadak berubah. Ia terlihat bingung.

"Kenapa Fa?" tanya Queena, masih terisak-isak.

"Kak Reevan, Ra. Malam ini, ada pengajian di rumahnya. Aku dan ibu sudah janji sama dia kalau mau datang. Cuma..."

"Cuma apa?"

"Cuma aku nggak tega ninggalin kamu dalam kondisi seperti ini,". Syifa menunduk. Benar-benar tidak enak pada sahabatnya, juga Reevan. Ia berada di antara kepentingan dua kerabatnya.

"Aku nggak papa kok Fa kalau harus sendiri. Tapi, kayaknya hari ini aku menginap di sini ya? Aku sudah bilang sama Mama kok. Aku cuma nggak mau saja bikin Mama sedih kalau melihat aku sedang seperti ini. Kak Reni nggak ikut kan? Nanti aku sama dia saja".

Syifa hanya menunduk, mempertimbangkan. Ia masih bingung harus memilih yang mana. Menepati janjinya dengan Reevan, atau menemani temannya disini.

Kemudian, ia berdiri mendekat ke arah lemari, dan membukanya. Dipilihnya satu stel gamis dan satu buah pashmina berwarna pink peach. Cantik sekali. Kemudian ia memberikannya kepada Queena yang masih duduk di atas tempat tidurnya, melihatnya serius. Queena terdiam, menatap sahabatnya penuh tanda tanya.

"Kamu ikut aku saja yuk! Kita ikut pengajian bersama. Insya Allah, nanti hati kamu akan jadi lebih tenang. Daripada, kamu di rumah dan terus menerus menangisi dia," ajak Syifa. Mukanya penuh harap. Tidak lama setelah itu, Queena mengangguk dengan yakinnya. Dipakainya gamis itu lengkap dengan pashminanya.

"Masya Allah Ra, kamu cantik banget. Manis juga," Syifa terlihat senang sekali dan terkagum pada kecantikan Queena. Queena hanya tersenyum, dan kemudian berjalan ke arah meja rias untuk sekadar memakai bedak, sedikit menutupi matanya yang sembab.

***

Pukul setengah delapan malam, Queena, Syifa, dan Tante Aisyah, ibunya Syifa sudah tiba di rumah Reevan. Bu De Maryam dan Reevan terlihat sibuk menyambut para tamu.

"Assalaamu'alaikum Bu De," Syifa menghampiri Bu De Maryam seraya menyalami tangan beliau, begitu juga Queena. Reevan terlihat melongo ketika melihat sepupunya datang bersama perempuan yang malam ini terlihat amat cantik menurutnya. Syifa melambaikan tangannya tepat di depan mata Reevan, menyadarkan dia dari lamunannya. Reevan kemudian mengucap istighfar lirih.

"Hayo Kak Reevan, haha," ledek Syifa.

Queena yang memang pikirannya sedang terganggu sejak tadi, bersikap cuek bebek dengan yang ada di sekitarnya. Bude Maryam, Tante Aisyah, dan Syifa masuk ke dalam rumah. Namun, Queena lebih memilih untuk di luar dahulu sebelum acara pengajiannya dimulai, sekadar menenangkan pikirannya sendiri.

Romansa Tak Terduga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang