Part 16 | Pregnant?!!!

130K 5.1K 74
                                    

[ Edisi revisi 9 Ags '21 ]

ʜᴇ'ꜱ ᴍʏ ʜᴜꜱʙᴀɴᴅ

Hari ini, seluruh keluarga Walter sedang berkabung karena sepeninggalnya Reyna Levyn. Meskipun baru dua minggu yang lalu Reyna menjadi bagian dari keluarga Walter, namun tetap saja mereka merasakan kesedihan yang mendalam. Air mata pun seakan tak ada habisnya untuk terus mengalir, bahkan seakan bumi pun ikut berduka; tiba-tiba langit menjadi mendung dan mulai hujan gerimis.

Zhio menangis dalam diam, begitu juga Ayra saat menyaksikan peti sang ibu mulai dimasukkan ke liang lahat. Tanah mulai menimbun peti tersebut, menutupi seluruh lubang kubur.

Air mata Ayra semakin deras mengalir setelah batu nisan bertuliskan nama ibunya tertancap. Ini nyata, ini bukan mimpi. Ibunya tidak akan pernah kembali ke sisinya lagi, dia tidak akan pernah melihat senyum ibunya lagi, ibunya tidak akan lagi memeluknya, dia tidak akan lagi bisa menyentuhnya.

Allard merangkul pundak sang istri untuk menyalurkan kekuatan untuknya. Begitu juga Keyra, gadis itu dengan setia memeluk lengan kekar Zhio untuk menguatkan remaja itu.

Satu per satu pelayat pun mulai pulang ke rumah masing-masing, setelah memberikan dukungan pada Ayra dan Zhio. Kini hanya tinggal Ayra dan Allard, karena Keyra memaksa Zhio pulang agar lelaki itu beristirahat, dan lagi, cuaca juga sedang buruk.

Tak berapa lama kemudian, hujan pun turun dengan sangat deras.

"Sayang, kita harus pulang sekarang. Nanti kamu bisa sakit," bujuk Allard dengan suara yang begitu lembut.

"Pulanglah, aku akan di sini sebentar lagi," ujar Ayra datar tanpa mengalihkan pandangannya dari batu nisan yang tercetak jelas nama Reyna Levyn.

"Aku tidak akan meninggalkanmu," ujar Allard dengan nada serius.

Ayra tak lagi membalas, dia hanya menatap nisan ibunya dalam diam. Sedangkan, Allard masih setia memayunginya karena hujan yang kian deras.

"Bisakah kamu tinggalkan aku sendiri?" pinta Ayra tiba-tiba dengan suara pelan.

"Apa?" Suaranya terdengar tertahan, menandakan sosok besar itu tengah menahan emosinya mendengar sang istri menyuruhnya pergi.

"Untuk kali ini, kumohon tinggalkan aku sendiri," pinta Ayra lagi dan kini suaranya lebih lemah dari sebelumnya.

"Baiklah, aku akan menunggu di pintu masuk. Kamu bawalah payung ini," ujar Allard akhirnya menekan egonya, lalu menyerahkan payung yang dia bawa, kemudian beranjak meninggalkan Ayra.

Setelah beberapa saat berlalu dengan suara hujan yang terdengar di keheningan makam, tubuh Ayra langsung luruh begitu juga payung yang ia bawa. Kini tubuhnya basah kuyup oleh air hujan. Seketika, air mata yang sudah kering, menetes kembali, larut bersama air hujan.

Ia menangis pilu, namun suara tangisnya terkalahkan oleh derasnya guyuran air hujan. Seakan hujan memang menyembunyikan suara tangisan gadis itu.

"Ibu..." Lagi-lagi dia menangis pilu yang mampu membuat siapapun yang mendengarnya akan merasakan kesedihan gadis itu yang meluap hebat.

'Tuhan, apa aku tidak becus mengurus ibuku sampai Engkau mengambilnya dariku? Apa aku begitu kotor di hadapan-Mu, sampai Engkau tidak memberikan kesempatan padaku untuk bahagia? Bahkan, Engkau mengambil ibuku sebelum aku bahagia bersamanya...' batin Ayra pilu.

"Aarrgghhhh!!!" teriaknya bersamaan dengan hujan yang turun semakin deras dengan suara guntur dan petir yang saling bersahutan.

Mendengar suara guntur dan petir yang sangat keras membuat Allard khawatir. Lalu akhirnya dia memutuskan untuk menjemput Ayra. Allard bertekad akan memaksa istrinya jika ia masih keukeuh untuk tetap disana dengan cuaca yang seperti ini.

He's My Husband [ REPUBLISH ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang