3

12.9K 1.1K 23
                                    


Suara bantingan pintu kamar Jungkook membuat sang kakak memijit pelipisnya pelan.

"Kapan Kau mau berubah Kookie,"
lirihnya.

***

Aroma harum telur gulung buatan Ibu, mendorong Lisa agar cepat-cepat turun dan sarapan.

"Pagi Bu," sapa Lisa sambil mengambil tempat duduk di sebelah Ayahnya.

"Kau tak memberi salam kepada Ayah?" tanya seorang pria yang mengenakan kemeja biru langit senada dengan pakaian Ibunya.

Lisa terkekeh pelan.

"Ommo!? Sejak kapan Ayah berada di sini?" Lisa berpura-pura tak menyadari keberadaan Ayahnya.

"Aw, appo! Aku kan hanya bercanda Yah."

Gadis itu kini mengelus-ngelus pelan pipi chubby miliknya yang memerah akibat cubitan Ayah tersayang.

Ibunya Lisa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Ayah dan anak di depannya ini.

"Ngomong-ngomong, jam berapa Ibu dan Ayah akan berangkat?" tanya Lisa di sela-sela sarapan.

"Setengah jam lagi Kami akan segera ke Bandara. Ayah dan Ibu kemungkinan agak lama di Thailand, kira-kira lebih dari sebulan," jelas Ayahnya.

Keluarga Lisa memiliki sebuah perusahaan besar di Thailand, dimana perusahaan tersebut bergerak di bidang kuliner.

"Kalian sepertinya akan sangat sibuk."

"Oleh sebab itu Kami harap Kau tidak membuat kenakalan selama Kami tidak di sini, patuhilah apa yang  Ahjumma  katakan arraseo?"

"Tidak usah khawatir, putri Kita ini kan anak manis, tidak akan berbuat yang aneh-aneh, benarkan?" Ibu memberikan kedipan mata kirinya kepada Lisa.

"Nde, tenang saja. Jangan khawatirkan Aku," ucap Lisa dengan senyum lebar di wajahnya.

***

Dengan wajah kusut juga keadaan yang amburadul, Jungkook memasuki ruangan kelas yang disambut teriakan histeris para siswi kecuali Lisa.

Menurut mereka, Jungkook terlihat keren dengan dasi yang belum terikat rapi juga kemeja setengah di luar. Tampilan itu mendukung image bad boynya.

Jungkook melemparkan ransel miliknya asal ke atas meja, kemudian mendudukkan diri lalu tidur.

Dua puluh lima menit kemudian...

"Psst..h-hei," Lisa dengan hati-hati mencoba membangunkan si evil.

Sebenarnya ini konyol, sejak kapan gadis itu mau peduli dengan Jungkook. Tapi, sekali-sekali tidak apa-apa kan? Kasihan juga melihat Jungkook selalu kena masalah dengan guru. 

Lisa menarik-narik pelan ujung lengan seragam Jungkook, tapi tak mempan juga.

Lisa mulai jengkel.

Sudahlah Lisa. Ini membuang waktumu saja. Batin gadis itu.

Perhatian Lisa kini kembali tertuju pada guru yang sibuk mengajar di depan. Belum lama ingin kembali fokus,

"Kenapa Kau berhenti?"

Lisa tersentak. Apa-apaan ini!? Jadi sedari tadi Dia sudah bangun!?

Jungkook meregangkan kedua tangannya lalu disusul dengan menopang kepalanya dengan tangan di atas meja.

"Kalau Aku tak berhenti, Kau tak akan bangun. Pabbo," ucap Lisa mengabaikan tatapan Jungkook.

Jungkook tersenyum miring.
"Dari mana Kau tahu kalau Aku akan bangun? Huh?"

"Diamlah," balas Lisa jutek.

Entah mengapa, setiap menggoda Lisa, beban di pikiran Jungkook serasa berkurang.

***

"Kelihatannya seru," ujar bocah empat belas tahun itu sambil mendekati seorang siswa yang sedang asik memainkan game di smart phonenya.

Dengan gerakan kilat, bocah tersebut menyambar hand phone temannya itu lalu memainkan game yang belum selesai dimainkan.

"Ke-kembalikan h-hand phone ku," ucap siswa itu terbata.

"Kau ini sangat pelit. Begini saja, Kalau Kau ingin hand phonemu, coba saja merebutnya dariku."

Tanpa diduga, siswa itu dengan kedua tangan yang gemetar, berusaha meraih benda berharga miliknya di tangan Jungkook.

"Kau cukup berani ternyata," Jungkook mulai berlarian di dalam kelas, menghindari siswa tersebut.

***

Aku mengusap pelan sebuah buku tebal yang berada di genggamanku sekarang. Membersihkan kumpulan debu tipis yang menutupi indahnya sampul buku ini.

Kedua perempuan yang saling merangkul di tepian pantai, novel bertemakan persahabatan ini sudah lama ku idam-idamkan. Senang akhirnya kutemukan juga di salah satu rak perpustakaan.

Aku bergegas ke kelas, ingin menyimpan novel ini lalu ku baca sepulang sekolah nanti.

Bugh!

Seketika senyum semringah di wajahku pudar sudah.

Dia mendesah pelan.

"Apa yang Kau lakukan!?"

Sungguh, ingin sekali Aku melemparkannya ke laut. Jelas-jelas Dia yang salah.

"Apa lapangan sekolah Kita kurang luas untukmu berlarian sepuas hati huh!?" bentak ku padanya.

Aku hendak berdiri tapi tanganku tak sengaja menemukan sebuah benda kecil berbentuk persegi, berupa baterai.

Aku mengedarkan pandangan di sekitarku dan mendapati sebuah hand phone yang sudah tak lengkap bagian-bagian penyusunnya.

Kulihat seorang laki-laki terdiam tak berkutik dengan pandangan mata yang mengarah padaku, mungkin bukan Aku melainkan benda yang ku temukan barusan.

"Kenapa diam saja? Bukankah Kau menginginkan hand phonemu?"

Daehwi, kalau tidak salah itu namanya, mengepalkan kedua tangannya erat. Terlihat jelas bahwa Ia ingin meluapkan rasa marah dalam dirinya. Aku mengerti sekarang yang terjadi. Jungkook beranjak pergi dan Aku menahannya.

"Kau harus tanggung jawab."

"Jangan ikut campur. Ini urusanku dengannya," balasnya santai.

Menyebalkan sekali.

Perdebatan Kami hampir berlanjut jika saja Yunho Soengsangnim tidak menghampiri kelas Kami.

"Jeon Jungkook. Ikut Aku sekarang," ucapnya singkat-padat-jelas kemudian pergi.




T. B. C

Jangan lupa vomentnya, saran dan kritik sangat membantu ☺










My Boy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang