30* Hujan 30

3.7K 208 2
                                    

"Disini kita bisa melihat semuanya lebih jelas, kolam, pohon-pohon, bunga-bunga, rumput, tempat duduk dari kayu jati, dan ayunan"

Aku tersenyum, bagaimana tidak, tempat duduk ini berada diatas bukit kecil, tidak bisa dipungkiri jika kita duduk disini kita bisa melihat pemandangan lebih jelas.

"Gue harus kesini tiap hari" ucapnya pelan, masih dengan menatap langit kosong.

"Sama lo" sambungnya, ia menatapku sambil tersenyum.

Damai, kenapa perkataan-perkataan yang keluar dari mulutmu membuat hatiku pilu? Sesak didadaku kian meninggi.

Aku menggigit bibir bawahku, menahan tangisku, sambil menunduk.

Semoga Damai tidak mendengarnya, tangisku. – Hara.

Menangislah jika kamu ingin menangis, lepaskan segala beban dihatimu, lepaskan semua hambatan yang mengganjal dihatimu. – Damai.

"Butuh bahu?" tawarnya, masih dengan senyum jahilnya.

Disaat seperti ini dia masih bisa bercanda?

Aku mengangguk, tanpa ragu aku merebahkan kepalaku kebahu Damai.

Tangisku lepas, aku terisak. Hanya terdengar suara isakan tangisku ditempat sepi ini. Damai hanya diam, membiarkanku menangis sesukaku.

~~~

Minggu, 22 Oktober 2017

Aku menusuk-nusuk telur mata sapi yang sudah dibuatkan oleh ibuku untukku. Aku tidak selera makan, membuat kedua orang tuaku menatapku bingung.

"Kenapa nggak dimakan, Ra?" tanya mama.

"Aku masih kenyang, ma"

"Abis makan apa kamu? Kok kenyang tiba-tiba aja?" tanya papa curiga.

Aku berdiri, berjalan lemas kekamarku, tidak menghiraukan perkataan papa yang biasanya kudengarkan dan kuturuti.

Kulihat layar ponselku, menunggu-nunggu berita dari orang itu. Namun tidak ada notif yang masuk.

Kemarin saat pulang dari lari pagi, aku dan Damai sempat bertukar nomor handphone, dan ia berjanji ia akan memberi kabar secepatnya.

Kulirik buku bercover merah muda yang tersusun rapi dengan buku-buku lainnya. Kuambil dan mulai kubaca lagi.

Bab 15, si bad girl sudah menjadi gadis baik, ia selalu menjaga pria itu. Gadis itu khawatir, karena waktu pria itu sudah cukup dua bulan. Saat menjaganya dirumah sakit, pria itu menghembuskan nafas terakhirnya. Tidak terima ditinggalkan seperti itu, gadis itu meneriaki namanya tepat ditelinga pria itu, dan ajaib, pria itu bangun.

Aku tersenyum, fiksi memanglah fiksi. Benar, endingnya happy. Menarik.

Awalnya aku menangis membaca cerita ini, seperti tidak ada harapan lagi, namun akhirnya sipria sadar juga.

Drrtt ... Drrtt ...

Ponselku bergetar, buru-buru aku mengambilnya. Satu notif masuk, dari Damai.

'Haimarmut? Gue baik-baik aja kok, jadi lo nggak usah khawatir, pokoknya jangancari gue, ya! Gue mau sembunyi dari lo, kita main petak umpet. Kalo gue lelah,gue pasti keluar, kok. :)'


Cerita Setelah Hujan Where stories live. Discover now